Pukul 10.17 pagi, Rindu sampai di terminal bis kota tujuannya. Ia berjalan turun dari bis dan menghampiri salah satu kursi tunggu diterminal itu. Mengeluarkan hp nya sembari menyimpan kembali SIM milik Bara yang semalaman ia pegang kedalam dompet, ia cukup kaget melihat begitu banyak notif yang masuk namun ia hanya tertarik dengan satu pesan dari nomor asing. Meski hanya satu pesan, namun nomor itu lah yang menghubungi nya paling banyak.
+62813478xxxxx : Kembali atau pergi ? Jika pergi, jangan pernah berharap kembali meminta pertanggung jawabanku. Menghilang dari hidupku selamanya. Barabas.
Rindu tak perlu berfikir , ia cukup tau jika Bara bukan orang sembarangan. Dengan gampang Bara akan mendapatkan apa yang ia mau, dan ia cukup tau juga jika Bara tak akan pernah menginginkan anak dalam kandungannya ini. Setelah beristirahat, Rindu berjalan keluar terminal , menyetop taxi dan menyebutkan tujuan nya. Meski awal nya menolak karna tujuan Rindu cukup jauh, tapi akhir nya supir taxi itu mau dengan tarif yang Rindu tambahkan. Tujuan nya kali ini, ke pemukiman yang asri di ujung kota itu. Ia sempat mencari-cari kontrakan dari website khusus.
1 jam 30 menit, akhir nya Rindu sampai di pemukiman yang akan ia huni saat ini dan kedepannya jika tidak ada masalah. Ia membayar taxi dan masuk ke dalam gerbang sebuah kontrakan yang ia pilih tadi saat mencari melalui website. Mengetuk pintu rumah yang paling depan, keluar lah wanita paruh baya yang menyuruh nya duduk untuk berbincang.
"Jadi kamu yang ngechat saya tadi?" Tanya wanita itu yang Rindu ketahui bernama Marwa saat berkenalan di awal.
"Iya bu, tak apa kan? Saya sudah menceritakkan kondisi saya, dan sekarang terserah ibu mau nerima saya atau tidak." Rindu menundukkan kepala nya sedikit putus asa karna dengan kondisi nya yang sedang berbadan dua ini pasti orang-orang menganggap nya hina dan menolak keberadaannya di masyarakat.
"Boleh nak. Ada 1 kamar kosong, dan tentang kondisi mu tidak apa-apa. Masyarakat sini tidak akan mempermasalahkan asal tidak terjadi masalah yang akan merugikkan warga setempat. Cukup banyak orang jauh yang memilih tinggal ditempat seperti ini hanya karna kondisi yang seperti kamu ini. Semoga kamu betah ya, sekarang saya antar kamu ke kamar kosong itu." Marwa tersenyum pada Rindu dan berdiri hendak mengantar Rindu namun terhenti saat Rindu memegang tangannya.
"Terima kasih banyak bu. Terima kasih" Ucap nya sambil tersenyum, meski dalam hati ingin menangis.
Marwa hanya mengangguk dan mengelus kepala Rindu pelan, selanjutnya melanjutkan lagi jalannya yang diikuti oleh Rindu dibelakang. Sampai di Kamar itu, Rindu langsung menyimpan barang bawaan nya di pinggir tembok. Marwa memberi nya 2 buah kunci, dan kamar nya sudah di fasilitasi kasur serta lemari. Tapi begitu pun Rindu sudah bersyukur. Tanpa banyak berdiam diri, ia langsung membereskan kamar itu dengan meminjam sapu dan pel ke Marwa. Ia berniat membeli keperluan lainnya nanti saat sudah selesai. Ia harus menghemat uang tabungannya yang tidak banyak dan pasti nya ia harus mencari pekerjaan untuk biaya hidup, yang terpenting untuk biaya melahirkan yang diketahui tidak murah.
"Oke semangat Rindu. Semua cobaan pasti ada jalan keluar nya. Oke oke oke fighthing." Rindu menyemangati diri nya sendiri, tapi ia teringat sesuatu langsung saja mengecek hp nya yang sejak di terminal tadi mati.
Mencari charger didalam tas, saat hendak mencolokkan nya pada stop kontak ia urungkan kembali niat nya. Ia tidak akan menyalakkan hp nya untuk waktu dekat. Ia tidak tau apa yang akan Bara lakukan, bisa saja melacaknya melalu hp nya bukan? Bara itu orang berada, bukan permasalahan besar mencari seorang Rindu.
Namun semua fikiran Rindu itu salah, dilain tempat Bara terduduk disamping kolam renang yang berada disamping rumah orang tua nya. Tak banyak yang ia lakukan selain menghela nafas berkali-kali sejak pulang dari kost Rindu. Clara yang berkali-kali menghubunginya pun ia abaikan. Bara tidak tau apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Yang pasti hati nya tidak tenang. Bara belum membicarakan perihal testpack yang ia temukan dan masih berada didalam weistbag yang belum ia lepas. Berjam-jam ia melamun berdiam sendiri, hingga tidak sadar jika waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore.
Seperti nya ia tidak akan tersadar jika Candara tidak menepuk pundak menyadarkan nya.
"Berhenti melamun. Kalo memang masih belum ada kabar, tinggal kerahin aja orang kepercayaan ayah." Ucap Candara duduk disamping Bara.
"Ga segampang itu." Bara menjawab tanpa mengalihkan pandangan kosong nya pada Candara.
"Ibu sama ayah pasti ngerti ko, semua nya juga belum jelas kan kalo wanita itu hamil atau tidak nya. Abang sekarang fokus aja sama pernikahan abang yang bentar lagi ini." Candara menjeda ucapan nya dan menarik Bara untuk ikut berdiri masuk ke dalam rumah.
Bara cukup kaget saat melihat Clara beserta keluarga nya datang kerumah nya lengkap. Menetralkan suasana hati nya, Bata tersenyum ramah dan menyalami tangan kedua orang tua Clara yang sebentar lagi akan menjadi mertua nya. Ia duduk disamping Antha yang sudah lebih dulu menyambut keluarga Clara bersama Safira-ibu Bara.
"Gini nak Barabas. Saya ingin bertanya. Apakah anda serius menikahi putri saya? Janganlah main-main, pernikahan akan dilaksanakan kurang dari satu bulan. Jangan seperti anak kecil." Ucap Papah Clara to the point membuat Bara mengernyit heran.
"Maksudnya papah apa ya? Bara serius menikahi Clara. Saya sudah cukup lama menunggu Clara, untuk apa saya bermain-main apalagi ini pernikahan hubungan yang sakral ikatannya." Jawab Bara dengan sopan.
"Clara bilang kamu seperti hanya mempermainkannya. jika memang hanya main-main, lebih baik akhiri saja saat ini juga. Toh undangan belum tersebar luas." Timpal Papah Clara dengan nada yang sedikit meninggi.
"Clara. Kenapa kamu bisa bilang seperti itu? Kapan aku main-main? Apa selama ini menunggumu itu main-main? Bahkan saat kamu berganti ganti kekasih diluar sana, aku sendiri disini menunggu mu. Dan itu kamu sebut main-main?" Bara membondongi Clara dengan berbagai pertanyaan.
Bukan menjawab Clara malah menarik tangan kedua orang tua nya keluar dari rumah. Namun langkah nya terhenti saat Bara menghalangi jalan nya.
"Semuanya bisa dibicarakan baik-baik. Kalo memang aku ada salah, kamu bisa bilang agar aku bisa memperbaiki nya. Clara, aku sungguh serius ingin menikahimu." Ucap Bara lirih.
"Tapi aku tidak mau menikah dengan pria yang suka berbohong. Kamu membohongiku Bara!" Clara sedikit membentak Bara membuat Safira dan Antha langsung menghampiri mereka berdiri disamping Bara.
"Membohongimu? Kapan aku membohongimu? Aku selalu jujur padamu." Bara menjawab dengan nada lembut, berharap Clara melunak. Namun yang ia terima hanya sebuah tamparan keras dipipi kiri nya ulah Clara.
"Kamu meniduri wanita lain 2 bulan lalu, dan kamu tidak bilang padaku? Kamu kira itu apa Bara jika bukan membohongiku! Kamu bilang kamu mencintaiku! Tapi mana bisa kamu meniduri wanita lain jika kamu hanya cinta padaku! kamu itu tidak benar-benar mencintaiku Bara! Aku tidak sanggup, aku yakin masih banyak kebohongan yang kamu sembunyikan dariku. Jadi berhenti lah, aku lelah berjuang." Clara merendahkan suara nya diakhir setelah berteriak kencang pada Bara.
"Kamu bilang apa clara? Lelah berjuang? Jika kamu lupa, selama ini yang berjuang hanya aku sendiri. Kamu? Selalu hidup dengan keinginanmu. Berkali-kali aku tak dianggap, tapi aku tak henti memperjuangkanmu. Kamu ingin berhenti hanya karna tau aku tidur dengan wanita lain? Lalu apa yang aku rasakkan saat kamu pun membohongiku. Jangan kamu fikir aku tidak tau Clara. Selama 3 bulan ini kamu sudah berkencan dengan lebih dari 5 lelaki dibelakang ku. Apa aku marah? Aku bersabar Clara, aku sabar menghadapi mu. Cinta benar-benar membuat aku bodoh! Jika memang itu mau mu, oke. Kita akhiri ini sekarang. Jangan pernah berharap untuk kembali. Sekalipun kau mengemis, takkan aku terima kamu kembali dihidupku." Bara melepas cincin pertunangan mereka dan melemparnya kesembarangan arah.
Berjalan melewati semua orang yang menatap nya dengan berbagai pandangan. Bara menaiki tangga dengan tergesa dan memasuki kamar nya mengunci ganda dari dalam sebelum merebahkan diri lelah diatas kasur kesayangannya itu. Ia mengeluarkan semua benda dari dalam weistbag nya, mengambil jaket maroon miliknya yang kata Rindu sih tertukar dengan jaket nya. Menciumi jaket itu yang bau nya bukan bau tubuh nya, melainkan bau parfume wanita yang Bara tebak milik Rindu. Mengambil semua testpack melihat nya semua satu persatu, lalu ia bangkit mencoba mengubungi Rindu kembali namun yang ia dapati hanya suara operator pertanda hp Rindu nonaktif, tidak seperti tadi yang masih tersambung. Membuka aplikasi Whatsapp, ia melihat profil milik Rindu, sebuah foto dirinya sendiri yang berdiri disamping pohon besar sedang tersenyum manis sambil memegang sebatang bunga mawar putih.
Bara mengakui jika Rindu sangat manis, benar-benar manis tidak akan pernah bosan untuk dipandangi. Tapi sayang, wajah itu akan sulit untuk bara liat saat ini dan entah berapa lama kedepannya. Ia terus menatap foto Rindu hingga tidak sadar terlelap sendiri cukup lelah dengan hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara Rindu
ChickLit*Biar sama sama enak jangan lupa follow author ya ♥️ MOHON MAAF INI MAH YA DILARANG COPAS CERITA INI, SEBAGIAN APALAGI SEMUA NYA, hargai otak ini yang berfikir keras untuk membuat cerita ini ----------------------------------------------------- Tent...