Bara Rindu - 33

29.1K 1.7K 59
                                    

"Ga apa-apa pak, lebih enak makan bareng." Jawab Rindu dengan senyuman yang menampilkan gigi gingsul serta lesung pipinya. Membuat Adi membeku seketika.

Kelvin memesan makanan untuk dirinya serta papahnya, sambil menunggu mereka berbincang berempat. Ya berempat, Rindu juga sesekali ikut menimpali ucapan ketiga pria itu. Hingga makanan datang semua, mereka melahap pesanan masing-masing dalam diam. Siapa lagi ulahnya jika bukan Rindu yang menegur siapa saja yang berbicara saat makan. Katanya sih ga sopan padahal nyatanya takut tersedak.

Selama makan, sesekali Adi melirik Rindu dengan ekor matanya hingga tak terasa mereka telah selesai makan dan Bara pamit terlebih dahulu dengan Rindu karna Safira sudah mengirim pesan jika sikecil Abimanyu tak henti menangis sejak bamgun tidur.

Adi terus menatap kepergian Rindu hingga Kelvinpun menatapnya heran tapi tak urung untuk bertanya. Kelvin hanya berpikiran jika papahnya itu mungkin terpesona oleh pesona manisnya Rindu. Ya ia berfikiran seperti itu karna papahnya salah satu pria yang suka bermain wanita sejak bercerai dengan mamahnya. Kini mereka sedang duduk bersampingan didalam mobil untuk kembali kerumah.

"Vin." Panggil Adi. "Bara bisa ketemu sama istrinya dimana?"

"Kecelakaan satu malam." Jawab Kelvin datar.

"Wah??!" Kaget Adi sambil menyerongkan tubuhnya menyender pada pintu dengan kedua tangan menutup mulutnya menunjukkan raut wajah kaget.

"Please deh pah jangan mulai," Kelvin memutar bola mata malas "Tadi aja didepan Bara sama Rindu so iyeeee, lah sekarang mulai lagi. Dasar muka banyak!" Sindir Kelvin diakhir yang hanya mendapat gelak tawa dari Adi.

"Harus jaga image dong depan wanita manis kayak Rindu itu." Jawab Adi yang mulai kembali duduk seperti awal bersebelahan dengan Kelvin. "Kamu kenal orang tua Rindu, Vin?"

"Orang tua Rindu? Dia besar dipanti selama 18 tahun hidup." Jawab Kelvin.

"18 tahun? Panti asuhan mana?" Tanya Adi cepat.

"Kenapa sih pah? Rindu istrinya Bara loh." Telisik Kelvin.

"Papah cuma mau mastiin sesuatu." Jawab Adi datar , namun tak lama ia menatap Kelvin. "Pas nikah Bara nyebut nama siapa untuk Rindu, tau ga?"

"Bapa panti. Kenapa sih pah? Jangan bilang kalo Rindu mirip sama seseorang yang pernah papah tidurin 18 tahun lalu? Kalo iya awas aja itu leher Kelvin tebang pake jarum pentul." Ancam Kelvin dengan tangan kanan ia gerakan seperti memotong didepan lehernya.

"Ya ga lah! Papah tuh main aman ya!" Adi mengambil hpnya dan memasangkan headset menyetel joox dengan playlist tangga lagu 100 teratas. Memalingkan wajah kesamping menatap jalanan luar.

Kelvin yang melihat itu hanya mengusap dada pelan, papahnya itu sudah paruh baya tapi kelakuannya tak kalah dengan anak remaja. Kelvin pun kembali fokus memainkan hpnya bertukar chat dengan seseorang disebrang sana. Sedangkan Adi fokus berkutat dengan fikirannya. Fikiran yang sedikit menganggung tapi cukup membuatnya gelisah.

*

Dilain tempat, seorang wanita berumur sekitar 36 tahun sedang duduk lelah dikursi halte menunggu bis datang. Dengan raut wajah lelah tapi ia tak henti untuk menyemangati diri. Hingga tak lama bis pun datang ia berjalan dan duduk dikursi paling belakang dengan wajah mengamati jalanan melalui kaca disampingnya.

"Kamu jadi kuliah diyogya nak?"

"Jadi dong bu, aku ini udah 18 tahun aku bisa jaga diri kok."

"Yah ibu kehilangan satu anak ibu lagi deh."

"Masih ada ade bu, lagian aku juga bakal pulang kalo libur semester."

"Yaudah deh iya."

Percakapan antara ibu dan anak disampingnya sedikit menimbulkan sakit dihati wanita itu. Sakit teringat ulah jahatnya dulu. Mungkin jika ia tak lebih memikirkan egonya sekarang putri yang ia lahirkan 18 tahun lalu sama seperti gadis remaja disampingnya, mengejar cita-cita bersekolah disalah satu universitas keinginannya.

"Bulan, maafkan ibu." Ucapnya dalam hati, dengan tangan mulai mengeluarkan beberapa lembar foto ada bayi yang masih merah, seorang anak kecil yang duduk bersama temannya dikursi taman sedang tersenyum lebar yang sangat manis dengan kedua lesung pipi, ada juga seorang remaja menggunakan seragam putih biru sedang menangis ditaman sendirian.

"Pasti sekarang kamu sangat cantik nan manis nak. Maafkan ibu, belum bisa menunjukkan diri dihadapan kamu. Ibu cuma berharap kamu bisa menemukan lelaki yang baik serta bertanggung jawab tidak seperti ayahmu." Ucapnya lagi dalam hati, dengan ibu jari sedikit menghapus air mata yang terjatuh dari pelupuk matanya.

*

Rindu berjalan tergesa memasuki rumah saat mendengar tangisan kencang dari anaknya, yang sudah bisa ditebak sibungsu Abimanyu lah penyebabnya. Bara hanya berjalan santai dibelakang Rindu, tanpa jalan tergesa pun ia bisa menyusul istrinya itu dengan kakinya yang jenjang.

"Ibu maafin Rindu ya ngerepotin ibu." Ujar Rindu mulai mengambil Abimanyu dari gendongan Safira.

"Ga apa apa nak, ibu ga ngerasa direpotin ko." Jawabnya.

"Tapi Rindu tadi lama ninggalin anak sama ibu."

"Ga apa apa. Ibu juga seneng kok main sama cucu ibu, kamu juga sesekali harus quality time sama Bara." Goda Safira pada Rindu.

"Apa sih ibu." Balas Rindu dengan muka mulai memerah, berjalan menuju kamar dilantai atas.

Bara? Laki-laki itu malah terduduk santai disofa ruang keluarga dengan tangan memeluk toples berisi cemilan telur gabus buatan Rindu. Ya, dalam hati Bara bersyukur meski Rindu masih muda tapi jangan diragukan soal urusan memasak. Sampai Safira yang notabene nya sudah menjadi ibu dua anak dan nenek tiga cucu pun kalah saing dengan Rindu yang wawasan memasaknya luas.

Dari masakan khas indonesia, cemilan kue basah, cake, kue kering dll nya Rindu bisa. Bahkan ia bisa memasak rendang dengan empuk tanpa harus memasaknya lama, membuat Safira menggeleng tak percaya jika ia bisa kagum pada menantunya yang muda itu.

Safira duduk disamping Bara dengan tangan mulai membuka toples lain yang ada diatas meja. Sesekali ia melirik anak sulungnya itu, ga ada kalem kalemnya. Sekarang makin hari makin diliat anaknya itu makin ga bisa jaga image. Dulu aja selalu so cool, so handsome lah sekarang makan apapun buatan Rindu rewog nya naudzhubillah. Safira, Antha dan Candara sampe heran apa Bara kerasukan setan makanan?

"Nak." Panggil Safira yang hanya mendapat deheman kecil dari Bara. "Ck! Barabas Anggara." Panggil Safira lagi dengan nada sedikit tegas.

"Apa sih bu, lagi enak ngemil ini." Jawab Bara sedikit berdecak.

"Udah cari tau orang tua kandungnya Rindu?" Tanya Safira pelan.

"Belum kepikiran." Jawabnya acuh dengan tangan memasukkan telur gabus kedalam mulutnya hingga penuh.

"Terus kalo masih belum kepikiran ga akan dicari gitu?"

"Yaiya tunggu aja sampe Bara kepikiran nyarinya."

"Das---"

Dugh.

.
.
.
.
.
.

Lama update? Mohon maaf baru selesai beres nulis ini, tadinya mau tadi malem tapi aku nya sick huhuhu ini pun aku nulis sambil rebahan sedangkan yang beberes rumah biarkan suami:')

Gimana nih pada penasaran ga sih?

Masih nyambungkan ceritanya? Hehe

Jangan lupa vote dan komen kalo ada salah atau typo

Selamat membaca( ˘ ³˘)♥

Bara RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang