Bara Rindu - 26

35.1K 2.1K 15
                                    

"Iya mereka sangat mirip dengan Bara," jawab Safira tak kalah tersenyum.

"Bisa copyan banget ya, mana itu twins identik lagi. Aku masih ga ngerti sama kalian yang bisa ngebedain mereka, kecuali yang cewek ya," ujar Candara.

"Ya bisa lah," ujar Antha yang kini sudah bergabung dengan mereka. "Yang pinggir banget sama Bara itu Abihaksa yang sulung, badannya lebih kecil dari yang paling ujung sana Abimanyu si hobby nangis," lanjutnya pada Candara.

"Oh yang hobby nangis kejer itu," balas Candara.

"Kalo dilihat juga yang bungsu dan yang cewek itu kalo ketawa mirip Rindu. Manis," Safira berjalan mendekat pada Bara dan duduk disamping kasur sambil mengelus pelan rambut anak sulungnya itu.

"Iya kalo senyum mirip Rindu, manis. Kalo yang sulung lebih datar, kaya Bara," Antha lanjut menjelaskan dari ucapan Safira tadi.

"Berarti walau wajah mirip abang tapi sifat mereka campuran banget berarti yah," Antha mengangguk meng-iya-kan ucapan Candara. "Yah, ngopi yuk," lanjut Candara memberi kode pada Antha yang diikuti oleh ayahnya itu.

"Ibu tinggal dulu ya, mau istirahat. Kalo mau istirahat usir aja Bara nya," ujar Safira pada Rindu.

"Ga apa-apa bu. Rindu bisa rebahan disofa," balas Rindu lembut. Safira memeluknya sebentar sebelum berlalu keluar dari kamar itu.

*

Diruang kerja Antha. Candara menatap serius Antha serta Safira yang duduk disofa sebrangnya. Ia tau jelas jika kedua orangtuanya itu lelah, tapi ini masalah tidak bisa disimpan lebih lama.

"Ada apa?" Tanya Antha to the point.

"Mbak Clara," Candara menatap Antha. "Kini kandungannya sudah memasuki bulan 7, dan dia masih belum nyerah buat berhenti nyari abang," lanjutnya.

"Mau nya itu apa sih," Safira berujar dengan nada lelah.

"Pengakuan dari abang atas anaknya," jawab Candara sama dengan nada lelah.

"Tapi itu bukan anak Bara," Antha pun menimpali dengan nada tak kalah lelah.

"Iya. Tapi dia masih terus berjuang tanpa lelah yah. Oh, ada hot news," Candara menegakkan badannya sedikit menyondong kedepan mengikis sedikit jarak dengan orangtuanya. "Clara Nathali itu punya riwayat gangguan jiwa sejak ia kuliah diluar negeri," lanjutnya kembali merebahkan tubuhnya pada punggung sofa.

"Yang benar Can?" Tanya Safira tak percaya.

"Benar bu. Beberapa hari kemarin itu pak Nathan papahnya mbak Clara datang minta maaf karna kekacauan yang akhir-akhir ini sering terjadi akibat ulah mbak Clara. See. Dia ngasih ini untuk memaklumi sikap Clara yang mungkin suatu saat diluar batas normal orang waras. Selama ini dia udah cukup menutupinya dari kita semua," Candara menyodorkan amplop putih besar bertuliskan salah satu rumah sakit jiwa yang terlihat jelas namanya bukan rumah sakit dalam negri.

Antha mengambil amplop itu dan membaca semua dengan detail apa saja yang tercantum diberkas dalam amplop itu. Tercengang. Itu yang Antha rasakan sekarang. Safira yang melihat reaksi suaminya itupun merebut amplop itu dan membaca dengan seksama.

"Ini asli?" Tanya Safira tak percaya. Yang dibalas anggukan oleh Candara. "Astagfirullah," Safira menutup mulutnya tak percaya.

Bara RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang