51. Gugur

152 13 15
                                    

Seindah apapun kenangan, sebaik apapun perpisahan, sesayang apapun seseorang, tidak ada yang mudah untuk sebuah kehilangan.

•••••

Masih dengan kegelapan dan kehampaan, Anna membuka matanya perlahan. Denyutan nyeri di kepalanya masih terasa, membuat gadis itu sesekali meringis kesakitan. Ia baru tersadar, sejak Aurel pergi meninggalkannya ternyata ia pingsan.

Bisa Anna rasakan dress yang semula basah kini sudah kaku, entah sudah berapa lama ia pingsan, tapi ia yakin waktu yang ia habiskan untuk membuat dress itu mengering tidak sesingkat satu atau dua jam.

Suara pintu terbuka mengalihkan atensinya. Terlihat bayangan seseorang memasuki ruangan itu, ralat, ada satu orang lagi di belakangnya. Anna terkejut mengetahui bahwa Aurel membawa seseorang ke ruangan ini dan itu adalah Viona.

"Lo ngapain si bawa gue kesini? Tempat apa lagi ini? Udah kotor, gelap, bau lagi," gerutu Viona. Ia mengedarkan pandangannya, tapi gelapnya ruangan membuat ia tidak bisa melihat Anna.

"Gue mau tunjukin lo sesuatu, pokoknya lo harus lihat sendiri," ujar Aurel antusias.

"Lo telefon gue jam dua pagi, awas ya kalau enggak menarik," geram Viona sambil bersedekap dada.

"Tenang Vi, tapi ini rahasia kita berdua aja oke?"

Viona menoleh heran. "Agatha enggak boleh tahu?"

Wajah Aurel berubah datar, lalu ia menggeleng. "Dia udah enggak asik, enggak usah temenan lagi lah sama dia."

Viona mengerutkan dahinya. "Lo berantem sama Agatha?"

"Udah itu enggak penting, lo harus lihat apa yang gue lakuin," sela Aurel cepat. Dia berjalan menuju saklar lampu.

Klek!!

Tepat saat lampu itu menyala, mata Viona terbuka lebar. "Anna!"

Viona terpaku di tempat melihat keadaan Anna yang terikat di tengah ruangan. Tangannya menutup mulutnya sendiri saking tidak percayanya. Keadaan Anna yang kacau serta banyaknya luka parah membuat Viona sempat menahan nafas.

"Lo culik dia?" bentak Viona tidak percaya.

Aurel tertawa nyaring. "Gue malah mau bunuh dia tadi." Aurel menatap Anna nyalang.

"Rel, lo gila?" pekik Viona. Kepalanya menggeleng berkali-kali memastikan bahwa Aurel tidak mungkin senekat ini.

Aurel menoleh tidak suka. "Maksud lo?"

"Ini kriminal Rel, lo bisa masuk penjara kalau ada yang tahu."

"Gue enggak peduli." Aurel kembali melihat Anna dengan penuh dendam. "Dia emang pantes dapetin itu."

Viona mengusap wajahnya kasar. "Gue enggak mau ikut-ikutan, ini udah kelewat batas, Rel."

Aurel mencekal tangan Viona yang bersiap pergi. "Lo teman gue kan, Vi?" tanyanya, lebih tepatnya terdengar seperti mengancam.

"Dia terluka, Rel. Kenapa lo senekat ini culik dia? Lo siksa dia?

"Lo teman gue, lo harus dukung apapun yang gue lakuin!" bentak Aurel sambil mengencangkan cekalannya.

Seraya meringis pelan, Viona memandang Anna lama sebelum berkata, "Oke, gue ikut permainan lo."

Aurel menarik sudut bibirnya puas. "Gue keluar sebentar. Jagain dia!"

Viona mengusap pergelangan tangannya dan menggangguk pasrah. "Dia aman sama gue."

"Lo emang teman sejati gue, Vio." Aurel memeluk Viona, lalu berbisik sesuatu, kemudian pergi meninggalkan ruangan itu.

ALDARIAN [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang