52. Titik Awal

173 11 16
                                    

Untuk sesuatu yang belum sempat terbentuk, untuk harapan yang belum sempat terwujud, akan selalu ada pemenang untuk siapa yang berjuang dan akan selalu ada kebahagiaan untuk siapa yang bisa berdamai.

•••••

SMA GRAVISKA KEMBALI BERDUKA.

Tulisan dengan tinta hitam berukuran cukup besar itu tertulis jelas di sebuah kertas yang tertempel di mading sekolah. Menyayat hati siapapun yang membacanya, seakan memaksa mereka mengingat kembali seseorang yang kini telah pergi jauh ke alam sana. SMA Graviska kembali kehilangan satu orang yang berpengaruh sebagai muridnya.

Tidak terasa kejadian itu sudah hampir lima minggu lamanya. Tidak ada yang tidak tahu dan tidak ada yang bisa lupa. Setelah libur panjang selama satu bulan kini mereka sudah kembali masuk sekolah di semester kedua. Setiap pagi muridnya dikumpulkan untuk sekedar berdoa bersama, hanya itu yang bisa mereka lakukan selain membicarakannya.

Laki-laki itu menghembuskan nafasnya untuk yang kesekian kali. Melihat foto di bawah tulisan itu membuat dadanya kembali bergemuruh kencang. Insiden penembakan yang mengakibatkan satu orang kehilangan nyawa itu sungguh membekas jelas dalam ingatannya.

"Udah siap pergi ke makam dia?" tanya seseorang tiba-tiba membuatnya tersadar.

Laki-laki itu mengangguk berat menatap perempuan di sebelahnya. Sudah cukup ia berlari terus-menerus, ini waktunya ia untuk pergi kesana.

"Gue tahu ini berat buat lo, tapi dia pasti mau lo datang temuin dia sebentar aja.

Perempuan yang tidak lain adalah Agatha mengajak Allan untuk segera beranjak dari sana. Di koridor langkahnya terhenti kala melihat Bella tengah duduk di bangku panjang depan kelasnya sambil melamun sendirian.

"Bel?" panggil Agatha. Bella tersentak dan menoleh. "Lo gapapa?"

Bella tertawa getir, kemudian berdiri. "Emang gue kenapa?"

"Lo mau ikut kita ke makam dia?" ajak Agatha pada Bella. Allan hanya diam memperhatikan mereka.

Kepala Bella menggeleng. "Gue belum siap."

"Apa lo enggak kasian sama Anna?" tanya Agatha pada Bella.

Bella membuang wajahnya ke samping. "Gue masuk kelas dulu."

Baik Agatha dan Allan sama-sama terdiam melihat Bella berjalan melewati mereka. Sepertinya Bella masih sakit hati pada kejadian itu. Sulit memang, karena bagaimanapun Anna adalah sahabatnya, Bella tidak bisa lupa apa yang terjadi pada sahabatnya itu.

Allan dan Agatha kembali berjalan ke parkiran. Mereka memasuki mobil Agatha karena motor Allan masih ada di Bws. Tidak sulit sehari bolos sekolah karena KBM belum sepenuhnya aktif, mereka hanya masuk untuk absen saja.

Setelah keheningan yang cukup panjang akhirnya mobil itu sampai di area pemakaman. Allan mematikan mesin mobilnya dan terdiam sejenak.

"Lo yakin, Al?" tanya Agatha memastikan.

"Gue mau Anna bahagia," ujar Allan masih menatap area pemakaman yang begitu sepi.

Agatha tahu, menemui dia pasti berat untuk Allan. "Gue yakin lo pasti bisa."

Mereka turun dari dalam mobil itu. Masih sama-sama ragu keduanya memberanikan diri untuk melangkahkan kaki. Tidak ada penjaga pemakaman seperti biasanya, mungkin karena ini masih terlalu pagi. Mereka memilih berjalan melewati beberapa gundukkan tanah tanpa sepatah katapun yang terlontar dari mulut mereka.

Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka sampai di salah satu makam yang sejak tadi mereka pikirkan. Keduanya bergeming di tempat melihat nama yang tertulis di nisan itu.

ALDARIAN [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang