31. Basket

105 19 37
                                    

🌷 REVISED 🌷

Kamu itu seperti bola basket, dikejar banyak yang mengejar, dilempar banyak yang menggapai, tapi digenggam pun sulit untuk aku pertahankan.

•••••

Siang ini matahari terasa lebih menyengat daripada biasanya. Udara dingin khas kota kembang tidak lagi bisa Anna rasakan. Tenggorokannya begitu kering dan kakinya pun sudah sangat lelah berdiri untuk menompang tubuhnya.

Anna mendongakkan kepala, melihat bendera di atas sana bergerak karena terkena tiupan angin. Sudah setengah jam ia berdiri di tempat yang sama, ingin sekali menyudahi hukuman yang Pak Fauzan berikan tapi ia tidak bisa. Hari ini Anna begitu sial, ia kesiangan karena mobil Sera harus mogok di tengah jalan.

Tiba-tiba sinar dari sang surya di atas sana meredup, Anna menoleh melihat tubuh tinggi seseorang menghalau sinar panas itu di sampingnya.

"Allan?" Anna menarik sudut bibirnya. "Ngapain disini?"

Allan berdiri di depan Anna, menyenderkan tubuhnya di tiang bendera. "Datang lewat pintu belakang."

"Kesiangan lagi?" kekeh Anna. Allan tertawa kecil menanggapinya. "Kali ini alasannya apalagi? Macet? Telat bangun? Atau--"

"Kalau gue bilang karena lo?" potong Allan melihatnya dengan alis terangkat.

Tawa Anna pecah mendengarnya. "Dasar gombal!"

Allan hanya diam, tidak membuka suara karena ia sibuk memandangi wajah cantik gadis di depannya ini. Allan memang tidak main-main dengan ucapannya, semalaman ia memikirkan Anna dan ucapan Agatha, bingung sekali harus berbuat apa.

Dapat Allan pastikan ia memang benar-benar mencintai Anna, tapi bagaimana dengan Agatha? Ia tidak mungkin bisa memilih di antara mereka berdua.

"Jangan ngelihatin gitu, gue tahu kok gue cantik," celetuk Anna dengan senyum mengembang.

Tangan Allan terulur mengacak rambut Anna. "Ayo ke kantin!"

"Kita lagi dihukum."

Tidak peduli, Allan mengedikkan bahunya. "Pak Fauzan lagi ngajar di kelas."

"Mau Pak Fauzan nikah yang namanya hukuman tetap hukuman," sanggah Anna.

"Yaudah gue temenin disini." Allan kembali menegakkan tubuhnya. Ia berdiri menghalau sinar matahari yang mengenai wajah Anna.

"Jangan disitu, nanti kepanasan!" protes Anna menyuruh Allan.

"Gapapa, asal jangan lo."

"ANNA AWAS!"

Teriak seseorang membuat keduanya berbalik. Sebuah benda bulat berwarna orange mengarah pada Anna, bergerak cepat di udara membuat mata Anna membulat sempurna, ia berteriak keras ketika bola basket itu mendekatinya.

Allan dengan sigap menangkap bola basket yang hanya berjarak beberapa centi dari wajah Anna. Nafas gadis itu memburu, terkejut dengan tangan menutupi wajahnya.

"Siapa yang lempar?" teriak Allan pada semua orang.

Adik kelas yang tengah berolahraga di tengah lapangan kompak terdiam, wajah mereka memucat, menelan ludahnya susah payah ketika melihat kemarahan Allan.

"Jawab bangsat! Lo pada budek atau bisu, hah?" bentak Allan. Urat-urat di lehernya menonjol keluar.

"A-allan udah, gapapa kok," lerai Anna. Tubuhnya masih gemetar karena terkejut.

"Masih enggak mau ngaku? Apa perlu gue lempar bola ini ke mukanya biar ngaku?" tanya Allan lagi pada semua orang yang ada disana.

Semua mata melirik seorang laki-laki yang tengah menundukkan kepala. "M-maaf Bang, gue enggak sengaja."

ALDARIAN [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang