43. Allan berubah

84 11 19
                                    

Ada yang patah tapi tidak bisa diubah, ada yang pergi tapi tidak bisa kembali, manusia memang bisa menyesali, tapi jam tidak akan pernah berputar ke kiri.

•••••

Seluruh barang-barang di kamar seakan menjadi saksi betapa sakit hatinya Anna pada kejadian di sekolah siang tadi. Sudah sejak pulang sekolah ia terus menangis di dalam kamar memikirkan semua ucapan Allan yang seakan menjadi ribuan jarum yang tidak pernah Anna bayangkan akan seperih ini.

Mata gadis itu bengkak dengan air mata yang masih menetes deras. Anna bahkan masih memakai seragamnya. Ia sungguh tidak peduli betapa kacaunya dia malam ini, baginya yang benar-benar kacau bukan penampilannya tapi hatinya sendiri.

Sudah dua kali Anna merasakan patah hati yang luar biasa, tapi kenapa diselingkuhi Malven tidak sesakit mendengar kejujuran dari mulut Allan yang mendekatinya karena balas dendam?

"Kenapa lo tega sama gue, Al?" monolog Anna. Tangannya bergetar memegang ponselnya yang menampilkan sebuah foto Allan dan dirinya saat sedang malam mingguan di jalan Asia Afrika.

"Selama ini lo enggak pernah sayang sama gue, lo deketin gue buat Agatha," lirih Anna, "Gue benar-benar enggak percaya kalau semuanya sandiwara."

"Bilang sama gue kalau semua ini bukan pura-pura, Al! Bilang sama gue kalau lo sayang sama gue!" ujar Anna seakan di dalam foto itu Allan bisa berbicara.

Jujur Anna menyesal telah mengatakan hal yang sangat menyentil ego Allan, tapi emosinya benar-benar tidak bisa ia kendalikan. Semuanya sekarang semakin kacau ketika ia membandingkan betapa jahatnya Allan daripada Malven, jelas itu salah besar.

Sekarang semuanya telah rusak, hancur dan tidak ada yang tersisa. Allan pasti membencinya. Betapa mirisnya Anna membayangkan kalau hubungannya dengan Allan bahkan belum sempat mereka mulai.

"Gue kecewa sama lo Al, gue benci sama lo!" Anna melempar ponselnya asal, lalu menelungkupkan wajahnya di lipatan kedua kaki.

Klekkk!

Tanpa mengangkat kepala Anna bertanya, "Mami, kenapa masuk enggak bilang dulu?"

Betapa sakitnya hati Sera melihat keadaan putri satu-satunya kini benar-benar kacau. "Mami masuk ya?"

"Telat."

Sera tertawa tapi tidak menutup kemungkinan mata itu memandang sedih pada Anna. "Kalau Mami bilang mau masuk nanti Mami enggak bisa lihat kamu nangis dong?"

"Aku enggak nangis," elak Anna. Dengan cepat ia mengangkat kepala dan menghapus sisa air mata di wajahnya.

"Terus mata kamu kenapa bengkak gitu? Bintitan abis ngintipin si Unyil mandi?" sindir Sera.

"Mami ih!"

Sera kembali tertawa. Ia mendudukkan tubuhnya di sisi ranjang tepat di hadapan Anna. "Kamu kenapa, honey? Ada masalah?"

"Aku gapapa," alibi Anna. Ia bahkan tidak sanggup menatap mata ibunya sendiri.

"Kayaknya kamu udah enggak butuh Mami lagi ya?"

Kepala Anna sontak memutar. "Kok Mami ngomongnya gitu?"

"Kamu udah enggak pernah cerita apapun sama Mami. Masalah bully di sekolah, masalah Bella, sekarang masalah Allan aja kamu masih diam."

Mata sayu Anna kini terbuka lebar. "Mami tahu darimana semua itu?"

"Akhir-akhir ini Bu Syerli telefon Mami karena dia tahu permasalahan kamu di sekolah ngebuat nilai kamu menurun. Mami diam karena Mami mau kamu cerita sendiri, tapi ternyata Mami harus tahu dari orang lain lagi."

ALDARIAN [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang