Sudah dipukul mundur oleh ketidakpastian, masih saja nekat menggenggam sebuah harapan, dasar aku.
•••••
Fardan menghentikan mobilnya di depan gerbang sebuah rumah besar. Ia menoleh ke bangku samping kemudi, dimana sahabatnya sudah hampir tidak tersadar karena mabuk parah akibat alkohol yang diminumnya.
Setelah dari arena balap liar, Allan langsung pergi menuju club malam untuk menenangkan diri. Kata-kata Malven sepertinya berdampak besar untuk hati Allan, terbukti sampai saat ini laki-laki itu tidak pernah berhenti memikirkan perasaannya sendiri.
"Sampai kapan?" tanya Fardan pada Allan. Meski menutup mata Fardan tahu Allan masih sadar.
Allan memijat dahinya. "Sampai gue bisa lupain Anna."
"Bodoh!" umpat Fardan geram.
"Gue emang bodoh udah ngelepas dia, tapi gue enggak punya pilihan lain," kata Allan. Ia menahan mati-matian rasa pusing di kepalanya.
"Kenapa lo milih Agatha?"
"Karena Agatha lebih butuh gue."
"Jangan bohongin perasaan lo sendiri!" tegur Fardan dingin.
"Anna bakal bahagia sama cowok lain dan gue akan fokus bahagiain Agatha," ujar Allan dengan pikiran sempitnya. "Thanks, Dan."
Fardan menghela nafas dan membiarkan Allan turun dari mobilnya. Sudah satu minggu ia selalu menjemput Allan pulang dari club setiap malam.
Sebenarnya bukan Allan yang memintanya, tapi di malam pertama Allan mabuk ada seorang bartender yang menelfon Fardan dan memintanya menjemput Allan karena sahabatnya itu mengamuk di Club secara tidak sadar.
Teman-temannya yang lain mungkin tahunya Allan baik-baik saja, tapi Fardan tahu kalau Allan benar-benar mencintai Anna, dia tahu betapa tersiksanya Allan karena terpaksa meninggalkan gadis itu.
Allan masuk ke dalam rumah sambil sempoyongan. Di tengah gelapnya ruangan Allan mencoba terus fokus agar bisa sampai ke dalam kamarnya, tapi setelah berhasil menaiki tangga tubuhnya tiba-tiba tumbang.
Agatha yang mendengar bunyi sesuatu keluar dari dalam kamar. "Astaga Allan! Lo kenapa?"
Belum mendapat jawaban, Agatha memapah Allan masuk ke dalam kamar. Ia mencium bau alkohol dari nafas Allan. "Lo mabuk?"
Agatha mendudukkan Allan di atas kasur. "Al, jawab gue! Jadi selama seminggu ini lo sering keluar malam karena lo ke club?" desak Agatha menatapnya kecewa.
Allan tidak menjawab, ia merasakan nyeri di kepalanya. Agatha berdiri melihat betapa kacaunya penampilan Allan saat ini. Untuk pertama kalinya ia melihat Allan hancur dan itu sangat membuatnya terpukul.
"Apa yang lo lakuin? Lo mau nyiksa diri lo sendiri?" tanya Agatha. Air matanya lolos begitu saja.
"Agatha, keluar dari sini!" Allan berucap lemah.
"Enggak! Mana bisa gue biarin lo dalam keadaan kayak gini!"
"Keluar!" bentak Allan membuat Agatha terkejut.
Meski terluka Allan membentaknya tapi Agatha belum sama sekali beranjak, ia terduduk di samping Allan. "Apa ini semua karena Anna?"
Allan menjambak rambutnya sendiri. "Gue udah berusaha, tapi gue enggak bisa keluarin dia dari otak gue, gue butuh minuman itu biar gue bisa tidur nyenyak, Tha."
Bahu Agatha gemetar karena tangisannya. "Terus kenapa lo menjauh dari Anna kalau lo masing sayang sama dia?"
"Karena lo! Lo enggak mau gue dekat sama Anna, cewek yang bikin Kevin menjauh dari lo. Gue enggak mau lo makin sakit setiap ingat hal itu lagi," balas Allan melihat perempuan di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDARIAN [COMPLETED]
Teen Fiction"Aku tidak tahu, seberapa besar kalian bisa memaafkan sebuah kesalahan, mungkin nanti atau tidak sama sekali." Aldarian Gioregan, pemilik jaket jeans berlambang sayap berapi di dada kirinya. Dengan sifat galak dan suka bersikap kasar. Allan, bukan s...