29. Berdamai

111 21 19
                                    

🌷 REVISED 🌷

Lebih baik berdamai daripada kehilangan, karena penyesalan tidak bisa dibayar dengan air mata atau sekedar berjabat tangan.

•••••

Setelah tiga hari tidak menginjakkan kaki di tempat penuh makanan dan minuman ini, akhirnya Allan serta teman-temannya kembali ke sekolah. Tidak begitu menyebalkan untuk bertemu kembali dengan buku, guru-guru killer serta masalah yang suka mereka buat tanpa sengaja.

Terkecuali Allan dan Fardan sama sekali tidak peduli, teman-temannya begitu senang merayakan kembalinya mereka ke sekolah.

Revan yang kembali bisa menjaili adik-adik kelas yang manis seperti permen gula di pasar malam, Haikal dan Dava yang sibuk membeli jajanan kantin demi memenuhi hasrat mereka, serta Sigit yang senang bisa bertemu Emil setiap harinya.

Kedatangan kelima pembuat onar di sekolah itu disambut penuh ceria oleh beberapa siswi. Siapa yang tidak bahagia melihat orang yang kita idolakan kembali?

Menggeser bangku di salah satu meja paling pojok kantin, Allan masih fokus pada ponsel di tangannya, sama sekali tidak tertarik untuk menoleh pada beberapa siswi yang memanggilnya histeris.

"Hallo everybody! Haikal yang manis bin tampan kembali!" teriak Haikal. Ia merentangkan tangan lebar-lebar untuk menyapa semua penghuni kantin.

"Berisik lo! Kalau bukan teman, udah gue pendem dia rawa-rawa!" protes Sigit. Ia berjalan cepat meninggalkan Haikal yang sibuk menghibur semua orang di belakang.

"Lah, lo ngakuin dia? Gue sih ogah!" timpal Revan menatap Haikal miris.

"Gue sebenarnya enggak mau Van, tapi lo tahu kan, sebagai pemilik hati selembut salju gue kasian sama penghuni mars yang satu ini," sahut Sigit. Matanya melirik Haikal sekilas.

"Lo semua kenapa sih tega banget sama gue!" Dengan kesal Haikal duduk di samping Sigit. "Ikal enggak suka ya, aduin nih ke Mama!"

"Shhh sumpah, pulang sekolah gue mandi kembang berupa-rupa," ringis Revan meratapi nasibnya yang selalu prihatin tiap di dekat Haikal.

"Van, lo tahu enggak sih?" tanya Sigit pada Revan.

"Kalau bukan berita tentang si Aurel mau gue sewa atau Agatha mau jadi pacar gue, gue enggak mau dengar."

"Shh, ngeres banget otak lo!"

"Terus apaan?" tanya Revan.

"Gue rasa semakin hari dia semakin enggak jelas." Sigit dan Revan memperhatikan Haikal yang tengah menghitung semut yang lewat di meja. "Kayaknya kemasukan tuyul pecinta semut."

Revan melihat Sigit meledek. "Gue rasa tuyulnya lo!"

"Sialan!"

"Kak Allan kenalin nama aku Lala. Aku boleh minta id line nya gak?" pinta seseorang membuat seluruh mata di meja itu melihatnya.

Gadis pemakai jepit rambut di kepala itu sesaat memang terlihat manis. Dari tangannya yang gemetar Allan bisa menebak adik kelasnya itu pasti gugup. Teman-temannya yang duduk di sebelah Allan terlihat sedang menertawakan tingkah konyolnya.

Ya, Allan tak mungkin memberikan nomornya semudah itu, apalagi untuk seseorang yang tidak ia kenal seperti Lala.

"Ada IG minta Line, ada Line minta Wa, kenapa gak sekalian aja minta playstorenya? Biar udah satu paket, ada IG, Wa, Line, si Among juga ada," celetuk Haikal.

"Maaf ya adik manis nomor Allan bukan dagangan bazar yang suka rela buat di obral, kalau mau nomor gue sih hayu meluncur," tambah Revan seraya tertawa.

"Jangan mau, Revan pedofil," cemooh Haikal menyahutinya.

ALDARIAN [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang