40. Peringatan

84 11 10
                                    

🌷 REVISED 🌷

Rumit adalah definisi aku mencintai kamu dan sulit adalah definisi kamu mempertahankan aku.

•••••

Semua orang yang berada di koridor rumah sakit menatap keduanya. Masih terus berlari dengan air mata yang menetes, gadis itu sama sekali tidak peduli pada semua orang yang memandangnya aneh serta kasian padanya.

Semua kekhawatiran dan pikiran macam-macam seakan terus-menerus membuat air mata itu tidak berhenti mengalir di pipinya.

Sesampainya mereka di ruang UGD, sudah ada teman-teman Allan yang menunggu di luar ruangan. Wajah mereka semua terlihat gelisah. Berpuluh-puluh doa sudah mereka lakukan, berharap bahwa Allan baik-baik saja di dalam sana.

"Gimana keadaan Allan?" tanya Anna mengalihkan atensi semuanya.

Dava yang duduk bersender di bangku depan ruangan berdiri. "Anna--"

"Apa yang sebenarnya terjadi?" potong Anna cepat. Dava menarik Anna duduk agar gadis itu tenang. "Dav, Allan kenapa?"

"Allan diserang sama orang enggak dikenal," papar Dava membuat Anna menutup mulutnya dengan kedua tangan. "pas gue sama Sigit ke minimarket kita ngelihat Allan udah terbaring di jalan."

Melihat Anna langsung menangis histeris, Dava menepuk pundaknya. "Lo tenang aja Allan kuat, gue yakin dia pasti baik-baik aja."

Pintu UGD terbuka, seorang dokter keluar dari ruangan itu. Semua orang langsung mendekati sang dokter seraya berharap-harap cemas. Dari wajahnya sudah dapat dipastikan bahwa keadaan Allan cukup parah saat ini.

"Gimana keadaan teman saya?" tanya Sigit langsung.

"Syukurlah, pasien hanya mengalami cidera kepala ringan dan ada beberapa luka memar di tubuhnya yang cukup parah. Untuk beberapa hari ke depan pasien akan mengalami sakit di beberapa bagian tubuhnya sampai dia benar-benar dinyatakan sembuh."

"Apa kita boleh masuk, Dok?" tanya Revan.

"Silahkan, kebetulan pasien sudah sadar, tapi apa ada keluarga yang bisa dihubungi?" tanya Dokter tersebut pada mereka.

"Orang tuanya lagi di jalan Dok," alibi Sigit. Haikal di sampingnya mengerutkan dahinya sendiri.

"Baik, kalau sudah sampai segera suruh ke ruangan saya, saya permisi dulu," pamit dokter tersebut, lalu ia pergi dari hadapan mereka.

"Lah, sejak kapan Tante Martha punya telepati?" tanya Haikal pada Sigit.

"Udah cepat lo telepon!" sanggah Sigit.

Di lain sisi Anna masuk ke dalam ruangan sendirian, netra abu-abu milik Allan menyambutnya hangat. Banyak luka memar di wajah Allan yang semakin membuat Anna ngilu sekaligus sedih melihatnya. Satu bulir air mata kembali meluncur bebas di pipi gadis itu.

"Senang banget ya bikin orang khawatir," ujar Anna memukul tangan Allan pelan.

Allan terkekeh seolah ia baik-baik saja. "Dasar cengeng."

Tangan Anna kembali memukul dada Allan. "Udah capek-capek lari kesini karena khawatir tapi malah dibilang cengeng."

"Emang siapa suruh khawatir?"

"Allan, nyebelin banget ya! Nih rasain nih!" Anna mencubit kecil pinggang Allan membuat laki-laki itu mengaduh kesakitan.

"An, sakit tau!" kata Allan.

Anna segera menjauhkan tangannya. "Makanya jangan nyebelin! Lain kali enggak bakal khawatir lagi."

"Yakin?" ledek Allan pada Anna.

ALDARIAN [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang