🌷 REVISED 🌷
Hati manusia memang terlalu sulit untuk ditebak, bukan perasaan yang menolak terkadang ego yang memilih kita untuk tidak bertindak.
•••••
Kejadian tadi terus terngiang di pikiran Anna, meski kini jam sudah menunjukan pukul 23.00 malam, itu artinya kejadian Allan memeluknya sudah terlewat beberapa jam.
Senyum Anna terbit membuat kedua lesung pipinya terlihat. Jika pikirannya sedang berada pada kejadian tadi, maka berbeda dengan manik mata coklat miliknya yang sedang memperhatikan Bella yang berada cukup jauh darinya. Sahabatnya itu sedang duduk bersama Fardan di depan perapian api unggun.
Meski waktu sudah mendekati larut malam, suasana camping masih saja ramai. Beberapa murid masih terlihat berlalu lalang atau sekedar bercanda ria di depan tenda mereka.
Suara deringan ponsel mengalihkan perhatian Anna. Senyumnya melebar melihat sebait nama di layar ponselnya itu. Seorang laki-laki yang sangat ia sayangi kini menelfonnya dari negara yang berbeda.
"Hallo Honey!"
"Dady!" pekik Anna senang.
"Loh, kok kamu belum tidur?" tanya Jeremy dari balik telefon.
"Disini masih siang," elak Anna. Ia bisa mendengar tawa kecil sang ayah.
"Jangan bohong. Disini yang siang, kamu memang tinggal dimana?"
Anna tertawa membalasnya. "Iya, aku enggak bisa tidur."
"Snow white Dady kok bisa ngomong gitu? Biasanya kamu lebih milih tidur daripada ikut-ikutan," ujar Jeremy lagi-lagi membuat Anna tidak bisa menahan senyumnya.
"Dady tahu aja." Anna mendengar ayahnya terkekeh.
"Bagaimana campingmu sayang? Menyenangkan?"
"Ya, jelas. Aku bahagia Dad," balas Anna.
"Dady bahagia mendengar kamu bahagia," kata Jeremy. Anna tahu ayahnya pasti sedang tersenyum. "Liburan musim panas, Dady akan menemuimu."
"Dady serius?"
"Kenapa Dady harus bercanda?"
"Kalau gitu, aku akan menjemputmu di bandara Dad," ucap Anna semangat.
"Sampai jumpa Honey, Good Night!"
"Good night," balas Anna. Panggilan pun terputus. Ia jadi tidak sabar menunggu kedatangan sang ayah di negaranya ini.
Seseorang duduk di samping Anna. Perempuan itu enggan menoleh. Tanpa menggerakan kepala pun Anna sudah mengetahui siapa laki-laki yang duduk di sebelahnya.
Ia memasukkan handphonenya ke dalam saku celana, lalu bersiap berdiri untuk pergi, tapi sayang Malven sudah lebih cepat menahan pergelangan tangan Anna membuat ia terpaksa menoleh tidak suka ke arah cowok itu.
"Apa?"
Malven tersenyum ramah. "Cuma mau ngobrol aja."
"Mau ngobrol apa? Gue ngantuk udah malam," alibi Anna menolaknya halus.
"Anna, kita masih bisa temenan kan?" tanya Malven. Mata Anna spontan menatap laki-laki itu.
"Iya, enggak lebih dari itu!" tegas Anna memperingati.
"Kalau gitu jangan jauhin gue."
"Gue enggak jauhin lo Malven," sela Anna, "Lo anak Cakrawala masa ada di tenda gue. Enggak enak dilihat sama yang lain. "
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDARIAN [COMPLETED]
Fiksi Remaja"Aku tidak tahu, seberapa besar kalian bisa memaafkan sebuah kesalahan, mungkin nanti atau tidak sama sekali." Aldarian Gioregan, pemilik jaket jeans berlambang sayap berapi di dada kirinya. Dengan sifat galak dan suka bersikap kasar. Allan, bukan s...