43. Gabriella Maharani

1.3K 132 395
                                    

"Terimakasih karena sudah menerima diriku apa adanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terimakasih karena sudah menerima diriku apa adanya. Kini aku sadar saat pertama kali aku menyentuh tanganmu, aku ditakdirkan untuk selalu berada di sisimu." —Dari Gabriella Maharani untuk Elang Ksatria Ganendra







Happy Reading









Setelah bangun dari tidur panjangnya selama seminggu dan diharuskan untuk dirawat di rumah sakit selama tiga hari, Gabriella sekarang sudah diperbolehkan untuk pulang.

Kini Gabriella tengah menatap dua gundukan tanah ditemani oleh Elang dan Miranda. Ketiganya memanjatkan doa untuk Ibu dan Ayah Gabriella.

Suasana duka tercipta di antara mereka.
Sejak kedatangannya di pemakaman, Gabriella langsung menangis, air mata itu terus mengalir tanpa tahu kapan akan berhenti.

Gabriella sangat ingin bertemu dengan ibunya untuk terakhir kalinya. Dia ingin menciumnya dan memeluknya. Namun, dia tidak bisa.

"Ibu...." Gabriella mengusap batu nisan yang bertuliskan nama ibunya. Ayahnya sudah pergi meninggalkannya saat dirinya masih bayi dan sekarang ibunya ikut pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

"Maafin Gabriella, ibu. Gabriella gagal jadi anak yang berbakti. Ibu meninggal karena Gabriella."

Suara parau itu terdengar amat menusuk. Terlebih ketika Elang mengetahui apa maksud dari perkataan Gabriella. Andai jika keduanya tak bertemu, keadaan tak mungkin seperti ini, kehidupan Gabriella tetap berjalan dengan tentram tanpa adanya masalah.

"Apa ibu udah ketemu sama ayah di sana? Gabriella juga pengen ketemu sama ayah." Sekuat-kuatnya Gabriella, dia juga tetap manusia yang merasa sakit kala ditinggal oleh seseorang, apalagi seseorang itu yang telah mengandung, membesarkan dan merawatnya sejak kecil.

"Gabriella berharap bisa kumpul bareng kalian."

Miranda mengelus pundak Gabriella pelan, dia tahu saat ini gadis itu tengah merasa sedih. Tapi Miranda berjanji pada diri sendiri untuk menjaga Gabriella seperti anaknya sendiri. Gabriella gadis kuat, dan dia memiliki hati yang baik.

"Sabar ya sayang, ibu kamu pasti sedih kalau liat kamu nangis kayak gini. Kamu harus ikhlasin dia." Miranda berujar lembut.

Gabriella tersenyum kecil. Tangan kanannya menggenggam tangan Miranda, sedangkan tangan kirinya menggenggam tangan Elang.

"Ibu istirahat yang tenang ya. Ibu sama Ayah gak usah khawatirin Gabriella, karena Gabriella punya orang baik yang mau nemenin Gabriella. Gabriella gak sendirian."

***

"Mau sampai kapan, La?" Elang menyenderkan punggungnya di sofa sambil menatap gadisnya yang terus-menerus memukuli samsak.

Gabriella tak menjawab. Dia masih memukul samsak dihadapannya dengan penuh semangat. Padahal baru beberapa hari dia siuman dan 2 hari lagi dia akan mengikuti ajang perlombaan OSN—P, rasa lelah tak menyerangnya sedikit pun.

GABRIELANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang