ENAM PULUH DUA

85.7K 11.5K 1.4K
                                    

Happy 1M readers dan 100k vote!

Happy 1M readers dan 100k vote!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~•~•~

Gibran mengusap wajahnya kasar saat terus menunggu balasan pesan dari Alana yang tidak kunjung dibalas. Sejak tadi siang mereka pulang dari jembatan, Alana terus seperti orang bisu yang tidak bicara sepatah katapun. Bahkan saat mereka berada di perjalanan, Alana hanya menyandarkan keningnya di punggung Gibran tanpa membuka suara.

Setelah sampai di rumah Alana, gadis itu hanya menyerahkan helm pada Gibran dan langsung berbalik tanpa memberi ruang untuk Gibran berbicara. Tentu saja itu membuatnya heran dan juga bingung. Apa yang salah darinya sehingga Alana bersikap seperti marah padanya. Padahal ia tidak melakukan kesalahan apapun.

Gibran menghela napas lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran kasur. Ia memejamkan matanya sejenak sebelum suara ketukan dari arah depan kamarnya terdengar di telinga. Gibran berdecak lalu berjalan gontai menuju pintu kamarnya untuk membuka pintu.

"Apa sih?!" tanyanya dengan kesal.

Mata Bunda melotot kearah anaknya membuat Gibran ikut melotot kaget. "Bunda?" kejutnya melebarkan matanya.

"KAMU APAIN ANAK ORANG?!" teriak Bunda tanpa basi-basi membuat Gibran terlonjak sehingga memundurkan satu langkahnya kebelakang.

Ia menggaruk dahinya heran, "Maksudnya apa sih bun? Gibran gak ngapa-ngapain anak orang," bantahnya.

Mata Bunda sudah menatap garang anaknya tangan tangannya sudah terulur menarik kuat telinga Gibran sehingga cowok itu memekik. "Aw! Lepas bun sakit! Lepas!" mohonnya menahan sakit.

"BILANG SEKALI LAGI KALAU KAMU GAK NGAPA-NGAPAIN ANAK ORANG!"

"Ya emang Gibran gak ngapa-ngapain anak orang!" bantahnya sekali lagi.

Tarikan di telinganya semakin kuat membuat wajahnya memerah menahan sakit. Jeweran bundanya ini sangatlah tidak main-main.

"Jelasin kalau emang kamu gak ngapa-ngapain anak orang!" paksanya.

Gibran mendesis. "Ya makanya ini di lepas dulu jewerannya bundaaaa." mohonnya mematap melas.

Bunda mendengus lalu menjauhkan tangannya dari telinga Gibran, tapi matanya masih menatap kearah anaknya dengan tajam. Ia melipat kedua tangannya di depan dada seraya memandang Gibran seperti musuhnya sendiri.

"Cepet katanya mau jelasin!" suruhnya dengan paksa lagi.

Gibran menghela napas pelan. "Bentar bun, Gibran gak tau apa yang dimaksud bunda itu apa. Ngapa-ngapain anak orang? Apasih?" tanyanya menatap bunda heran.

MOM ALANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang