TIGA PULUH DUA

105K 13.6K 927
                                    

Hari ini, Gibran menekatkan tekatnya untuk meminta maaf pada Alana soal pertengkarannya dua hari yang lalu. Dan hari ini juga, sudah dua hari Alana berada di rumah sakit. Prediksi dokter sih, Alana harus dirawat tiga hari karena terlalu kecapekan.

Dan sekarang, Gibran sudah berada di parkiran rumah sakit sekitar sepuluh menit yang lalu. Semangatnya tiba-tiba saja surut saat mobil yang ia kendarai pertama kali memasuki pekarangan rumah sakit. Entahlah, perasaannya tiba-tiba saja tidak enak. Ada saja yang mengganjal.

Gibran menghembuskan napasnya sebelum keluar dari mobilnya. Lalu ia pun berjalan memasuki lobby rumah sakit. Cukup lama ia sampai di ruangan Alana karena ruangan inap Alana berada di lantai 4 rumah sakit ini. Harus menunggu lift yang ada orang lain dan harus menunggu lift naik kelantai 4.

Akhirnya, ia keluar juga dari lift dan langsung bergegas berjalan menuju tempat ruang inap Alana. Saat sampai di depan ruang inap, Gibran menghembuskan napasnya sekali lagi. Gugup, malu, takut. Semua itu bercampur aduk berada di dalam perasaan Gibran.

Cklek.

"Ala– eh sorry gue ganggu," lanjut Gibran dengan menatap kearah dua orang yang sedang bercanda di depannya.

Iya, sekarang Alana sedang bercanda dengan Fardhan. Kakak kelas yang membuat Alana bisa tertawa lepas hingga masalah yang menimpanya hilang dan lupa begitu saja. Kakak kelas yang tidak sengaja bertemu di taman belakang saat Alana ingin menyendiri dan Fardhan berniat bolos.

Kedua orang itu sontak menoleh. Fardhan terkejut melihat Gibran lalu ia tersenyum kepada Gibran. "Eh masuk, Bran.." suruhnya.

Sedangkan Alana, wajahnya sudah berubah menjadi flat atau datar tak berekspresi. Senyum, tawa lepas itu sudah digantikan dengan wajah datar, membuat Gibran merasa sangat bersalah.

Gibran sadar jika ia sudah melukai hati Alana hingga dalam. Ia sadar Alana kecewa padanya. Ia sadar Alana marah padanya. Semua itu Gibran paham dan Gibran juga tidak menyalahkan sikap Alana yang berubah dengannya.

Ia tersenyum lalu menggeleng, "Nggak deh. Kayaknya gue ganggu kalian.." ucapnya mencoba menolak.

Fardhan menggeleng keras. "Eh nggak! Lo nggak ganggu kok." sahutnya membuat Gibran semakin tidak enak.

Semangat dan niat Gibran sudah hilang sejak ia melihat kedua orang yang saling melempar tawa dan senyum saat ia menapakkan kakinya di dalam ruang inap Alana.

"T-tapi..."

"Udah, lo mending masuk aja. Tambah banyak tambah seru.." sela Fardhan membuat Gibran mengangguk pasrah dan berjalan mendekat kearah mereka.

Gibran menoleh menatap kearah Alana yang pura-pura tidak tahu kehadirannya. Fardhan yang melihat perbedaan Alana saat pada dirinya dan Gibran menggaruk tengkuknya bingung.

"Al.." panggilnya pada Alana.

Alana menoleh, "Kenapa?" dahinya mengernyit.

Fardhan melirik kearah Gibran membuat Alana memutar bola matanya malas. "Kenapa sih?" decaknya malas.

Fardhan menghela napasnya. Ia sudah tahu permasalahan Alana dan Gibran karena gadis itu yang bercerita. Sebenarnya sih lebih tepatnya Fardhan memaksa Alana untuk bercerita. Dan akhirnya pun Alana pasrah dan menceritakan semuanya.

Tentu saja Fardhan kaget saat mendengar cerita Alana. Bahkan ia sempat tidak percaya dan mengira Alana mengada-ngada. Tapi saat ia melihat postingan di instagram official sekolah, barulah ia percaya dan memberi sedikit nasehat pada Alana.

"Eh, Bran. Duduk dulu.." ucap Fardhan memecahkan kecanggungan mereka bertiga.

Gibran mengangguk lalu duduk di sisi kiri brankar tempat Alana berbaring. Ia terus menunduk dan memainkan jari-jarinya gugup.

MOM ALANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang