"Al," mendengar suara itu membuat Alana menoleh kearah sumber suara. Diambang pintu kamar, Gibran berjalan memasuki kamar bernuansa putih itu menghampirinya.
"Kenapa?"
Kepala Gibran menggeleng. Lalu tatapan beralih pada Raska yang sedang tidur dengan memegangi botol susunya. Ia tersenyum lalu tanpa aba-aba ikut merebahkan tubuhnya di samping Raska membuat mata Alana mendelik.
Jari lentik itu sontak mencubit lengan Gibran keras membuat sang empu langsung berteriak kencang hingga Raska terbangun dan menangis. Melihat itu membuat Alana semakin mendelik kepada Gibran.
"Sakit tau, Al.." ringisnya mengusap lengasnya yang terasa panas.
"Bodo!" dengus Alana seraya menepuk-nepuk bokong Raska agar balita itu kembali tertidur. Ia juga mengambil botol susu Raska karena terlepas dari mulutnya saat berteriak tadi.
Setelah dirasa Raska sudah kembali tidur dengan tenang, Alana beranjak dari duduknya dengan keadaan diam. Ia sudah cukup lelah karena hari ini entah kenapa, Raska sangat aktif dari pada biasanya. Jadi, ia juga harus mempunyai tenaga ekstra untuk menuruti kemana perginya Raska bermain. Adanya Athala disini bukan berarti tugas seorang ibu bagi Alana sudah selesai. Tapi itu semua malah bertambah berat membuatnya sering kelelahan.
Gibran menghela napas lalu menoleh kepada Raska yang sudah terlihat nyaman lagi di alam mimpinya. Tangannya terulur mengelus pelan rambut Raska agar balita itu tambah nyenyak. Gibran menoleh kearah Alana yang sedang merapikan almari kecil yang berisi pakaian-pakaian Raska yang terlihat berantakan.
"Lo kalau mau tidur, tidur aja. Gue masih mau nyuci baju-baju Raska dulu di bawah." suara Alana membuat Gibran mengerjap pelan lalu menggeleng.
"Lo gak mau istirahat dulu?" tanyanya yang dijawab gelengan kepala oleh gadis itu.
Alana beranjak setelah dirasa baju-baju Raska sudah tertata rapi. Lalu ia beralih memasuki kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, mengambil baju-baju Raska untuk dibawa kebawah.
Gibran meringis dalam hati lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia menoleh sejenak kearah Raska yang sudah tidak lagi terganggu dan langsung beranjak menghampiri Alana untuk membantu gadis itu.
"Sini gue bantu!" ucapnya merebut ember yang berisi baju Raska. Alana tetap diam tanpa menolak bantuan Gibran. Ia juga cukup lelah hanya sekedar untuk mengangkat ember itu.
"Gue duluan," pamitnya, setelah itu langsung melenggang pergi keluar kamar. Melihat itu Gibran menggaruk rambutnya yang tak gatal menatap pintu kamar dengan bingung.
Kenapa disini mereka malah seperti berperan sebagai suami dan Alana sebagai istrinya?
Alana yang seperti ibu rumah tangga pada umumnya. Mencuci, mengurus anak seharian, belajar, kadang memasak jika Mama'nya sedang tidak memasak dan Gibran berperan sebagai suami yang bertugas mencari nafkah.
Helaan napas keluar dari bibir cowok itu sebelum melangkahkan kakinya meninggalkan kamar Alana yang hanya di isi oleh Raska yang sedang tidur.
••••••
"Ini ditaruh dimana?" Alana menoleh kearah Gibran yang ada di depan pintu kamar mandi lalu tangannya menunjuk ke samping. "Disini aja." tunjuknya. Gibran mengangguk dan meletakkan ember berukuran sedang itu di samping Alana.
Setelah selesai bukannya pergi, tapi Gibran malah tetap berdiri di samping Alana membuat gadis itu menoleh lagi. Dahinya berkerut, "Lo ngapain masih disini?" tanyanya.
"Gue mau nungguin lo," jawabnya dengan santai. Alana menghela napas sejenak lalu mengangguk pasrah. "Terserah," ia mengedikkan bahunya tak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOM ALANA
Teen FictionHidup Alana berubah ketika ia harus menjadi seorang ibu di usianya yang masih terbilang cukup muda. 17 tahun. Bayangkan saja, di usianya yang masih belasan harus menjadi seorang ibu dan mengurus seorang anak. Bukan, dia bukan hamil di luar nikah. Na...