ENAM PULUH EMPAT

91K 11.5K 1.9K
                                    

Alana turun dari motor besar Gibran dan menyerahkan helm berwarna hitam itu pada pacarnya. Gibran menerimanya lalu tersenyum. Tangannya terulur merapikan rambut gadisnya yang sedikit berantakan sehingga rapi kembali seperti semula.

Gadis itu tersenyum malu. "Makasih, Bran." Alana masih belum terbiasa memanggil Gibran dengan sebutan 'sayang'. Apalagi mereka baru saja jadian kurang lebih belum ada waktu satu hari. Berbeda lagi dengan cowok itu yang sudah sering menyebutkan dengan kata 'sayang'.

Bagi Alana, sifat Gibran sudah jauh lebih hangat dan juga romantis dari pada sebelum-sebelumnya. Dulu Alana tidak terlalu memikirkan cinta dan juga perasaanya. Ia terlalu acuh dan bodo amat dengan sekitar kecuali bersama keluarga, sahabat dan orang terdekat.

Tapi sekarang? Lihat, ia sudah cukup tahu tentang percintaan walaupun awalnya menyakitkan. Alana tahu, ini baru awal dari kisah percintaannya. Belum ada apa-apa. Ia harus siap dengan masalah yang akan datang di hubungan mereka. Alana berdoa dalam hati, semoga saja hubungan mereka tidak ada yang mempersulit.

Walaupun mereka baru saja jadian dalam waktu beberapa jam yang lalu tapi sikap dan juga sifat Gibran berubah 180° seperti orang yang sudah berpacaran satu tahun. Bahkan, belum ada yang mengetahui hubungan mereka kecuali mereka berdua sendiri.

Tadi malam setelah acara romantis tidak romantis itu, Alana langsung jingkrak-jingkrak di kamar seraya berteriak histeris. Untung saja dirumah tidak ada siapa-siapa jadi ia bebas untuk melakukan apa saja. Ingin bercerita pada Julia tapi ia berfikir lagi. Lebih enak jika bercerita langsung dari pada dari media sosial. Bagi Alana itu kurang ekhm aja gitu.

Gibran tersenyum lalu mengelus pelan rambut gadisnya. "Sama-sama sayang," kerlingnya genit membuat Alana tertawa.

"Yuk masuk! Sebentar lagi ujian mau dimulai," ajak cowok itu setelah melirik arloji hitam yang ada di pergelangan tangan sebelah kirinya. Jam sudah menunjukkan pukul setrngh tujuh dan ujian nasional hari pertama dimulai jam tujuh tepat.

Alana mengangguk lalu mereka berjalan beriringan melewati koridor dari kelas 10 sampai kelas 11. Tak lupa juga, tangan yang bergandengan sepanjang jalan membuat para siswa/siswi terkejut sekaligus tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

Mereka tampak berbisik-bisik seraya sesekali melirik kearah tangan Gibran dan Alana yang bertautan serta wajah keduanya yang sangat tampak bahagia sekaligus ceria.

Alana menunduk malu seraya menatap tangannya yang sedang bertautan dengan cowok yang sudah berstatus sebagai pacarnya itu. "Bran malu." ucapnya seraya memegang pipi kanannya. Ia merasa jika pipinya sudah panas dan memerah seperti keliting rebus.

Gibran terkekeh pelan. "Kenapa harus malu? Emangnya kita telanjang di depan semua orang? Gak kan?" tanyanya ngawur membuat Alana berdecak sebal.

"Ya gak gitu maksud gue. Mereka pada liatin kita selayaknya mantan napi yang baru aja keluar dari penjara." jelasnya seraya meremas ujung rok seragamnya.

Cowok itu tersenyum lalu melepaskan tautan mereka saat mereka sudah sampai di kelas yang memang sudah disiapkan untuk ujian nasional kelas 12. Jangan lupakan murid-murid kelas 10 dan 11 yang di liburkan 3 hari namun tetap belajar dari rumah. Tangannya terulur mengusap rambut Alana dengan halus dan mengangkat dagu gadis itu sehingga bersitatap dengannya.

Gibran masih mempertahankan senyum manisnya. "Gak usah lo pikirin omongan mereka. Toh kita gak ngelakuin kesalahan. Apa salahnya coba kalau kita gandengan tangan, secara kita kan pacaran." katanya mengedikkan bahunya acuh.

Ia tidak peduli dengan bisikan-bisikan para siswa-siswi yang tentu saja membicarakan mereka. Justru Gibran malah senang dan bangga. Siapa yang tidak mengenal Alana yang sudah di cap sebagai gadis berhati lembut dan juga baik. Tapi galak dan ganas jika ada yang membuatnya kesal sekaligus marah.

Seantero sekolah pasti mengenal Alana. Setelah pertengkaran dengan Resha waktu lalu dan Resha sudah mengklarifikasi serta meminta maaf, mereka semua tidak ada lagi yang menghujat Alana melainkan menatap kagum gadis itu. Walaupun Alana sudah dicap sebagai ibu dan sudah mempunyai anak.

Gadis yang masih berumur 18 tahun harus menjadi ibu di usia muda tidaklah gampang bagi Alana. Mereka paham dan terus berdecak takjub semua itu.

Alana terdiam membenarkan ucapan pacarnya. Lalu ia tersenyum dan mengangguk. "Yaudah sana lo kekelas. Bentar lagi mau mulai loh!" suruhnya.

Gibran menggelengkan kepalanya. "Gak mau." tolaknya membuat Alana berdecak.

"Kenapa sih gak mau? Kan kita mau ujian Gibran.."

Cowok itu menggelengkan kepalanya dan malah menunjuk pipi kananya membuat Alana mengernyit heran. "Apa?" tanyanya tak paham.

Kini gantian Gibran yang berdecak sebal. Dasar! setelah ia peka dan juga sadar, kini malah Alana sendiri yang tidak peka. Ia kan mau cium!!!

"Cium.." rengeknya menggoyangkan lengan Alana.

Seketika pupil Alana melebar dengan rona merah yang langsung berada di kedua pipinya. "G-gila lo! Ini masih di sekolah goblok!" umpatnya keceplosan.

Gibran mendengus lalu membuang wajahnya kesamping pura-pura merajuk. Bahkan ia sudah melipat kedua tangannya di depan dada menatap Alana tak minat.

Gadis itu menghela napas lalu tanpa aba-aba ia mengecup pipi kanan Gibran membuat senyum laki-laki itu merekah lebar. Dengan langkah cepat, Alana langsung melangkahkan kakinya masuk sebelum cowok itu menangkapnya.

Namun sial! Gibran sudah menahan pergelangan tangannya dengan lembut di sertai seringai nakal. Alana bergidik ngeri lalu melepaskan cekalan cowok itu.

"Tega lo! Setelah ngeperawanin pipi gue, langsung kabur! Tanggung jawab lo!" Gibran mengerucutkan bibirnya membuat gadis itu malu setengah mati.

"A-apaan sih?!" kesalnya menabok pelan lengan cowok itu. Sungguh demi apapun ia malu sudah mencium pipi kanan Gibran tanpa aba-aba. Tapi dari pada Gibran ngambek padahal hubungan mereka masih seumur jagung. Mending Alana turuti bukan?

Gibran tersenyum gemas lalu menarik kedua pipi gadis itu membuat Alana refleks memekik lalu melotot. Bukannya minta maaf, cowok itu malah tertawa puas membuat Alana kembali dongkol.

"Sana lo pergi!" ketusnya menatap Gibran dengan tatapan sinis.

"Malu lo?" godanya menoel pipi Alana. Gadis itu berdecak. "Sana pergi!" usirnya lagi.

"Al!" gadis itu menoleh dan langsung berhadapan dengan Gibran. Bibir mereka menyatu dan Gibran mengencupnya cepat. Seketika mata Alana melebar kaget. Sebelum terkena amukan dari tuan putri, Gibran sudah lari terbirit-birit dengan tertawa puas.

"GIBRAN MESUM LO ANJ!"

"MAKASIH SAYANG! BIBIR LO MANIS!" teriaknya memenuhi koridor membuat Alana semakin jengkel namun, tak ayal ia juga senang sekaligus malu.

Tangannya menyentuh bibirnya yang sudah tidak perawan itu dengan kedua sudut bibir yang menahan senyumnya. Ah, jadi begini rasanya di cintai dan mencintai seseorang? Kenapa Alana dulu tidak kepikiran untuk itu?

Oh tuhan First Kissnya sudah diambil oleh pacarnya sendiri.

First Kissnya sudah diambil.

First Kissnya.

Kissnya.

"Gibran sialan!"

Demi apapun Alana akan marah dan ngembek pada cowok itu karena sudah berani-berani mencium bibirnya walaupun kilat. Tidak tahukan Gibran jika jantung Alana mau copot? Coba deh bayangin kalau jantungnya beneran copot dan dia gak ada jantung. Mati kan? Yang susah siapa? Yang bakal nangis-nangis siapa? Yang bakal gila siapa?

Ya Gibran lah!


👶👶👶👶👶



Yeyyyyyy!!! Siapa yang nungguin Gibran sama Alana update dan romantis-romantisan?

Btw, maafkan gue yang gak bisa bikin kisah cinta yang romantis gess. Soalnya kisah percintaan gue aja monoton! Tapi menghayal itu lebih mudah untuk di perlakukan dari pada real life kan?

SPAM!

SEE YOU!

MOM ALANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang