Ada yang kangen?
Sini absen dulu 🌻🌻
~~~
Suara langkah sepatu sneakers menggema di sepanjang koridor sekolah yang sudah sepi. Dengan sedikit tergesa, Alana berlari di depan kelas 10 untuk menuju ke tangga pojok yang menghubungkan langsung dengan koridor kelas 11. Alana sudah terlambat karena malam tadi ia begadang karena tugas yang menumpuk.
Baru saja, ia bernapas lega karena tidak ketahuan dengan guru piket maupun ketua osis yang bertugas, tetapi kelegaan itu berakhir begitu saja. Di sana, tepat di depannya. Bu Metha, guru piket hari ini tengah berjalan menujunya dengan langkah lebar. Mungkin wajahnya tidak menyeramkan, tapi bu Metha ini, type orang diam-diam menghanyutkan.
"Baru datang, Nona Alana Tiramahdi?" tanya bu Metha bersedekap dada. Dengan wajah yang sangat santai.
Alana meneguk ludahnya susah payah. Dia tidak takut untuk di hukum, tapi Alana ini adalah murid yang termasuk disiplin dan juga berbakat dalam bidang non akademik. Jika hukumannya di suruh berlari mengelilingi lapangan indoor, beuh! Langsung pingsan mungkin.
Dengan takut-takut, Alana mengangguk ragu. "M-maaf Bu," cicitnya dengan nada pelan dan kepala menunduk.
Bu Metha terlihat menghela napasnya lalu memegang bahu Alana membuat Alana mendongak. Menatap manik mata bu Metha yang teduh membuatnya tergelak.
"Kamu ini murid yang teladan dan disiplin, Alana. Dari kelas 10 hingga kelas 11 pertengahan ini, kamu bahkan tidak pernah terlambat sekalipun. Tapi dari data-data siswa beling yang saya baca, kamu akhir-akhir ini sering terlambat dan sering tidak fokus dalam pelajaran. Apa kamu ada masalah yang begitu serius dalam pribadi kamu, hingga kamu sampai menjadi siswi seperti ini. Jujur saya cukup kecewa," ucap bu Metha di akhiri helaan napas panjang. Alana tertegun mendengar itu.
Memang benar, ia akhir-akhir ini sering terlambat dan juga tidak fokus dalam pelajaran apapun. Bahkan akhir-akhir ini, ia sering di tegur oleh guru yang sedang mengajar di kelasnya.
Akhir-akhir ini Alana memang sering begadang dan kurang tidur. Apalagi dia sekarang sudah mempunyai Raska yang harus dia beri tanggung jawab. Sekarang tanggung jawabnya bukan hanya sebagai pelajar, namun juga seorang ibu bagi anaknya.
Alana meringis dalam hati. Dia ingin bercerita pada bu Metha, tapi dia takut jika di keluarkan dari sekolah. Kan sayang, masa-masa SMA-nya hanya kurang 1 setengah tahun lagi. Dia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu.
Pernah, Alana sempat berangan-angan untuk masuk ke universitas Oxford, London yang sering Julia katakan. Mungkin, hanya orang berprestasi dan beruang yang bisa memasuki universitas terbaik di dunia ini. Dulu, kehidupannya tak semakmur dan sekaya sekarang. Dulu, dia hanya hidup seadanya karena Mama, Papa-nya harus banting tulang hingga tak pulang. Mereka memang bang toyib yang tak pernah pulang.
Tapi, setelah kehidupannya layak dan serba berkecukupan tinggi, Alana langsung berubah pikiran dan ingin melanjutkan angan-angannya berkuliah di Oxford. Maka dari itu, dia berusaha menjadi siswi yang teladan dan cukup berprestasi. Bukannya ingin mendapat pujian dari warga sekolah, tapi dia ingin mewujudkan cita-cita-nya dulu.
"Nilai kamu juga semakin hari semakin turun Alana. Apa waktu belajar kamu mengurang hingga nilai kamu yang termasuk deretan siswa berprestasi itu? Apa kamu ada kesibukan yang tidak bisa ditunda untuk sekedar belajar?" tanya bu Metha membuyarkan lamunan Alana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOM ALANA
Teen FictionHidup Alana berubah ketika ia harus menjadi seorang ibu di usianya yang masih terbilang cukup muda. 17 tahun. Bayangkan saja, di usianya yang masih belasan harus menjadi seorang ibu dan mengurus seorang anak. Bukan, dia bukan hamil di luar nikah. Na...