Haii, gimana nih kabar kalian? pada kangen nggak sama cerita ini? atau kalian masih ada yang nyimpen cerita ini di perpustakaan kalian? semoga kalian tetap setia ya sama cerita ini. bantu 2k readers ya..
Jangan lupa follow akun wattpad aku.
Maaf kalau ada typo di paragraf. mohon untuk di tandai.
Happy Reading!
*
Gibran menatap Fiko dengan tajam. Tadi, Alana sempat curhat sedikit tentang hubungan Fiko dan Julia yang entahlah, tidak ada kejelasan. Fiko yang terlalu perhatian dan juga Julia yang kebawa baper.
Yang di tatap malah mengernyitkan dahinya bingung, "Kenapa?"
"Gue yang seharusnya tanya. Kenapa lo sembunyiin dari gue kalau lo udah punya pacar?"
Seketika kerutan di dahi cowok es itu semakin dalam. Mana mungkin ia memiliki pacar, jika ia saja tak pernah berdekatan dengan seorang wanita selain akhir-akhir ini berdekatan dengan Julia.
"Pacar?"
Gibran mengganguk. Dia sempat ragu dengan jawaban Fiko. Sahabatnya bahkan tampak bingung dengan pertanyaannya, jika sudah mempunyai pacar. "Lo udah punya selama setahun dan buat apa lo perhatian sama Julia? Mau bikin anak orang terbang terus lo tinggalin?" ucap Gibran sedikit sinis.
"Bentar-bentar, maksud lo apa sih? Pacar? Pacar apa? Gue nggak punya pacar! Lo tau sendiri kan kalau gue nggak pernah deket sama cewek selain Mami gue. Lo juga tahu sendiri kalau gue coba deket sama Julia. Kenapa tiba-tiba lo bilang kalau gue udah punya pacar?" Fiko sedikit tidak terima dengan tuduhan dari sahabatnya. Dia juga bukan pengecut yang hanya bisa memberi perhatian lebih dan membuat anak orang baper lalu di tinggal. Bukan Fiko bangett.
"Tapi Julia sendiri yang bilang, bego!" Gibran sedikit tersulut emosi.
"Hah?" wajah Fiko cengo seketika. Lalu menghela napasnya berat. "Sumpah Bran. Gue nggak punya pacar apa lagi doi selain Julia. Gue nggak pernah pacaran dari lahir sampai umur 18 tahun. Baru kali ini gue ngerasain deg-degan yang nggak beraturan. Cemburu liat dia pengagum cowok lain. Nggak mau buat dia sedih maupun terluka. Tapi kenapa?" Fiko mengusap wajahnya gusar.
Gibran menjadi gusar sendiri. Lalu menepuk bahu cowok di hadapannya."Sorry bro! Gue nggak bermaksud nuduh lo yang nggak-nggak. Tapi.. gue tahu betul sifat cewek itu kaya gimana. Denger gosip satu sisi aja udah langsung percaya apalagi kalau gosip itu beneran. Cewek itu sensitif sama yang berbau, pengkhianatan, kebohongan dan juga tukang ngasih harapan. Udah itu aja,"
Fiko mengangguk. Dalam hati dia merutuki siapa pun yang sudah memberi tahu pada Julia tentang rumor yang bahkan tidak benar apa adanya. Dengan gesit, Fiko langsung menyambar kunci motornya dan berlari kecil keluar dari kamar Gibran.
Gibran terkekeh pelan melihat tingkah sahabatnya yang satu ini. Mungkin, Julia akan menjadi Matahari untuk Fiko. Cukup berpengaruh dalam hidup Fiko.
----
"Tututut-buububu-wiiiiii...- celoteh Raska seraya memegangi mobil mainan di tangan kanan dan juga kereta mainan satu gerbong yang berada di tangan kiri.
"Namanya apa?" tanya Alana menunjuk mobil mainan. Memancing Raska agar sedikit bisa berbicara.
Raska mengerjap saat menatap Alana. Lalu matanya beralih pada mobil mainan yang berada di tangan kanan. Diangkatnya mobil mainan dan di sodorkan pada Alana. "Ni?"
Alana mengangguk. Raska menggaruk pipi gembulnya sedikit berfikir. "Eng.. Bil!"
"Pinter anak bunda!" Alana tersenyum seraya mengacak rambut Raska. "Kalau ini?" tunjuk Alana pada salah satu hewan berleher panjang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOM ALANA
Teen FictionHidup Alana berubah ketika ia harus menjadi seorang ibu di usianya yang masih terbilang cukup muda. 17 tahun. Bayangkan saja, di usianya yang masih belasan harus menjadi seorang ibu dan mengurus seorang anak. Bukan, dia bukan hamil di luar nikah. Na...