HAPPY READING
..
.
.
~~~~
Gibran memasuki kelas yang sudah mulai ramai dengan kedua tangan memasuki saku celana. Ia mengedarkan pandangannya ke seisi kelas mencari keberadaan kedua sahabatnya. Sedangkan Raden sendiri, ia berbeda kelas dengan para sahabatnya. Ternyata hanya ada Fiko yang ada. Cowok datar plus dingin itu kini tengah membaca buku pelajaran.
Gibran melangkah mendekati mejanya yang juga meja Fiko. Ia mendudukkan pantatnya di kursi. Fiko yang menyadari ada seseorang di sebelahnya langsung menoleh.
"Sejak kapan?"
Gibran yang paham maksud dari Fiko langsung menjawab. "Baru aja. Lo terlalu sibuk sama buku sampai nggak tahu tentang sekitar," cowok itu terkekeh pelan seraya menepuk bahu sahabatnya.
Fiko tersenyum kecil. Bahkan senyum itu nyaris tak terlihat. "Lo tahu gue, Bran!"
Gibran mengangguk. Lalu ia memilih bermain ponsel. Sedangkan Fiko, ia melanjutkan dengan bukunya. Selain hobi dengan buku, Fiko juga sangat handal dengan Futsal. Cowok berkulit sawo matang itu sangat lihai dalam bola dan alhasil sekarang menjadi kapten futsal.
"Gue duluan anjir! Lo ngalah kek dari tadi lo mulu yang duluan!"
"Apaan, lo aja yang lelet bawa motornya!" Raden berucap tak mau kalah.
"Sembarangan lo ngatain gue lelet! Lo aja yang kecepetan!" ucap Beni kesal.
Gibran mengalihkan pandangannya untuk melihat kedua sahabatnya yang sibuk mempertaruhkan siapa yang duluan. Cowok itu menggelengkan kepalanya seraya terkekeh kecil.
"Suit dulu deh!" usul Beni final.
Raden mengangguk mengiyakan. Mereka pun memulai suit mereka. Raden memberikan jari kelingking dan Beni memberikan ibu jarinya. Raden tersenyum lebar dan menjulurkan lidahnya mengejek. Sedangakn Beni, ia merenggut kesal dengan bibir yang mencebik.
Akhirnya Raden memenangkan pertaruhan itu dengan dagu yang mendongak. Ia berjalan angkuh menuju meja yang berada di depan Gibran dan Fiko. Meja Beni lebih tepatnya.
Beni berjalan menuju mejanya dengan wajah tertekuk dan bibir mengerucut. Tadi pagi, mereka bertaruh balapan. Siapa yang sampai duluan di sekolah bakalan mendapat traktiran dari yang kalah. Alhasil, Raden yang memenangkan dan Beni kalah. Beni yang tak terima langsung mengusulkan taruhan lagi, jika ia menang ia tak akan mentraktir Raden. Ia mengusulkan untuk siapa yang cepat datang ke kelas.
"Muka lo, Ben!" Gibran terkikik geli melihat wajah Beni yang seperti itu.
Beni membuang mukanya kesal. Ia pura-pura merajuk dan tak mau menatap ketiga sahabatnya. Raden yang melihat Beni seperti itu juga terkekeh lalu menepuk bahu Beni.
Awalnya Beni ogah untuk mengalihkan pandangannya, tetapi bahunya terasa sakit saat Raden menepuknya dengan keras membuatnya semakin kesal. Mau tak mau ia harus menoleh walaupun dengan wajah kesal.
"Punggung gue sakit, njing!" Beni mengusap bahu kirinya dengan tangan kanannya. Menatap Raden kesal.
Raden dan Gilang tertawa keras membuat seisi kelas yang sudah ramai menoleh ke arah meja mereka berempat sekilas lalu melanjutkan aktivitas mereka lagi. Sedangkan, Fiko ia hanya geleng kepala seraya terkekeh kecil. Pemandangan seperti ini bukan hal baru bagi mereka berempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOM ALANA
Teen FictionHidup Alana berubah ketika ia harus menjadi seorang ibu di usianya yang masih terbilang cukup muda. 17 tahun. Bayangkan saja, di usianya yang masih belasan harus menjadi seorang ibu dan mengurus seorang anak. Bukan, dia bukan hamil di luar nikah. Na...