SELAMAT MEMBACAA
~~~
Keempat laki-laki dengan baju yang di keluarkan tengah berjalan menyusuri koridor IPS. Mereka kini tengah berjalan menuju kantin saat bell istrirahat berbunyi.
Beni, Gibran dan juga Raden kini tengah tebar pesona kepada cewek-cewek di koridor. Mereka selalu seperti itu membuat Fiko jengah sendiri. Sudah menjadi kebiasaan bagi mereka.
"Kalian ini berdosa banget..." celutak Beni dramantis.
"Halah, lo juga tebar pesona sana-sini. Nggak usah sok.." cibir Raden.
Beni menatap kesal Raden. Bibir cowok itu mengerucut membuat mereka bertiga menampilkan wajah seperti ingin memuntahkan sesuatu.
"Jijik, Ben! Laki-laki kek cewek lo!" ucap Gibran yang sudah bergidik ngeri.
Raden dan Fiko menyetujui ucapan Gibran. Sedangkan Beni, laki-laki itu malah semakin menekuk wajahnya karena ejekan teman-temannya.
"Apa salah dan dosaku teman, semua saja aku yang salah..." Beni semakin dramantis seraya menyentuh dadanya pura-pura sakit.
Gibran menonyor kepala Beni. "Nggak usah ngedrama lagi, Ben. Tante Wina bakalan malu punya anak kayak lo!"
Beni mencebikkan bibirnya kesal lalu mendaratkan bokongnya di kursi kantin. Tanpa mereka sadari, mereka berempat sudah sampai di kantin utama.
"Gue aja yang salah, gue terus!" cibirnya.
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak melihat Beni ternistakan. Sedangkan Fiko ia lebih memilih melihat gadis yang tengah menyantap bakso di meja sebrang. Tanpa di sadari senyumnya terukir saat melihat sisa bakso yang berada di area mulut. Ingin sekali tangannya mengusap bibir itu dengan tissue.
Menggemaskan batin Fiko terkikik.
"Fiko Bernaddddd bear!" pekik ketiga temannya membuat Fiko tersentak hingga tersedak air minumnya.
"Apaan?" malasnya menyeruput es teh.
"Bengong aja lo! Ngapain sih? Senyum-senyum kek orang gila!" gerutu Raden dengan mata memincing.
Fiko berdecak malas. "Nggak!"
Mereka memutar bola matanya malas. Mata Gibran langsung teralih menatap Alana yang sedang memakan bakso bersama Julia. Samar-samar mereka mendengar ucapan kedua gadis itu.
"Sembarangan! Gue masih suka Fiko ya.. Gue tuh suka sama cowok yang kalau ngasih apa-apa langsung ke gue, to the point maunya apa! Nggak kayak gini!" Julia menatap jengah dua coklat di atas meja.
Seketika mata Fiko membulat sempurna mendengar ucapan Julia. Pipinya memanas saat gadis itu menyatakan pada Alana jika dia menyukainya. Entah mengapa hatinya menghangat saat Julia mengatakan jika suka dengannya.
Gibran menoleh ke arah Fiko yang tengah menunduk memegangi pipinya sendiri. Gibran menyinggung senyum smirknya lalu berbisik tepat di telinga kiri Fiko.
"Kalau suka langsung deketin, bro. Jangan cuma setok masa lalu terus!" bisik Gibran membuat Fiko terkejut.
"A-apaan sih?!" Fiko ikut berbisik. Pipinya semakin memanas.
Gibran tergelak lalu terkekeh. "Pipi lo aja sampai pink-pink gitu.."
"Lo denger sendirikan kalau dia suka sama cowok yang to the point. Jadi lo langsung gercep dah..."
Fiko menatap tajam Gibran. Ia mendelik lalu tak mempedulikan ucapan Gibran yang terus berada di kepalanya.
Gerak cepat mendekati perempuan? Rasanya ia ingin tenggelam di rawa-rawa saat memikirkan tentang perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOM ALANA
Teen FictionHidup Alana berubah ketika ia harus menjadi seorang ibu di usianya yang masih terbilang cukup muda. 17 tahun. Bayangkan saja, di usianya yang masih belasan harus menjadi seorang ibu dan mengurus seorang anak. Bukan, dia bukan hamil di luar nikah. Na...