Siapa nih yang kangen sama AlGi??
~~~
Suasana di tepi lapangan basket kini riuh dengan teriakan siswi-siswi yang menyoraki beberapa cowok yang sedang bermain basket. Ya lebih tepatnya hanya sparing, bukan tournamen.
Disana, Gibran dan teman-temannya menatap jengah lapangan yang di isi cowok-cowok yang mengandalkan basket hingga di riuhi dengan teriakan para siswi-siswi yang memuji mereka.
Mereka paling anti dengan ekstrakulikuler kecuali ekstrakulikuler menggambar. Gibran dan teman-temannya memang tidak suka dengan basket karena mereka tidak suka panas-panasan. Laki bukan? Ya itulah mereka. Disaat para cowok di SMA BINTANG lebih mendominasi dengan ekstrakuler basket, keempat cowok itu lebih memilih untuk melatih seni mereka. Selain pintar menggambar, mereka juga pintar di bidang futsal.
"Mendingan juga futsal dari pada basket," cibir Beni yang membuat para penonton basket langsung melirik dengan tatapan sinis.
"Mulut lo, Ben! Kita lagi di kawasan basket jangan suka ngomong asal!" tegur Fiko membuat nyali Beni menciut. Cowok berkulit putih itu langsung mengerucutkan bibirnya kesal.
"Dari pada ngomongin di belakang mending di depannya langsung!" timpal Gibran mendukung Beni. Bibir Beni yang tadinya mengerucut langsung terbit senyum binar.
"Broh gue ini!" bangga Beni menepuk bahu Gibran dengan senyum yang semakin mengembang.
Gibran langsung bergidik ngeri. "Gue nggak ngebela lo! Tapi gue lebih milih ngomongin di depan dari pada di belakangan. Jatuhnya cemen!" kilah Gibran. Beni langsung mengerucutkan bibirnya kembali. Senyumnya luntur dan digantikan wajah menggelikan.
Raden terkikik geli melihat wajah sahabatnya sering ternistakan. Lebih menarik dari pada pandangan di lapangan yang membuatnya jengah.
"Sabar ya, Ben. Gue bantu doa aja.."
---
Guru berkumis tipis dengan tubuh atletis itu mengangkat crayon di hadapan siswa-siswi yang mengikuti ekstrakurikuler seni rupa. Dia memberi tau pada murid-muridnya, warna apa saja yang digunakan untuk menggambar sesuai tema yang ditetapkannya.
"Kalian buat gradasi seperti biasa supaya warnanya lebih hidup. Dan jangan sampai warnanya bertubrukan dengan warna yang sama. Biasakan dengan warna yang gelap dulu hingga terang." jelas Guru itu memperingati para muridnya.
Mereka mengangguk mengerti dan mulai mengerjakan apa yang Guru itu arahkan. Guru laki-laki yang sering di panggil Mr. Tomo itu berkeliling melihat hasil para muridnya yang sedang mewarnai gambar.
Mr. Tomo cukup puas dengan hasil yang mereka gambar dan warnai. Walaupun belum sempurna, tapi hasil mereka cukup memuaskan. Tak sia-sia dia dengan sabar memberi tau dan menjelaskan pada murid-muridnya.
Salah satu murid mengangkat tangannya membuat Mr. Tomo menoleh. "Ya ada apa?"
"Saya denger ada lomba gambar di dinding ya, Mr?" tanyanya.
Mr. Tomo mengangguk. "Kamu tau dari mana? Memang benar ada lomba beberapa minggu lagi. Dan akan saya pilih bersama Bu Lita untuk yang mengikuti lomba gambar di dinding."
KAMU SEDANG MEMBACA
MOM ALANA
Teen FictionHidup Alana berubah ketika ia harus menjadi seorang ibu di usianya yang masih terbilang cukup muda. 17 tahun. Bayangkan saja, di usianya yang masih belasan harus menjadi seorang ibu dan mengurus seorang anak. Bukan, dia bukan hamil di luar nikah. Na...