Tepat pukul tujuh malam, mereka berlima sudah berkumpul di rumah Gibran yang ada di samping rumah Alana yang lama. Alana dan Gibran tentu tak membawa Raska karena balita itu sudah tertidur dengan Gibran sore tadi. Dan semoga, tidak terbangun disaat mereka berdua belum pulang.
Mereka belima duduk melingkar di satu set sofa ruang tamu. Supaya lebih enak untuk ngobrol aja gitu. Gibran pun mulai menjelaskan konsep yang sudah ia gambar beberapa hari yang lalu. Sebenarnya Gibran tuh cuma iseng buat konsep gitu dan malah kepikiran ngediriin cafè dan juga perpustakaan mini di rumah yang ia beli.
Hobi gambar dan cita-cita jadi arsitek Gibran bisa di manfaatkan untuk hal seperti ini contohnya. Jadi nggak perlu lagi pusing-pusing bikin konsepnya gimana lagi. Apalagi kalau harus nyewa arsitek yang harus keluar uang lagi.
"Gimana sama konsep yang gue gambar? ada yang perlu dirubah lagi?" tanya Gibran meminta pendapat.
"Bentar, ini kamarnya ada berapa?" tanya Alana mengamati sekitar. Bukannya menjawab, malah bertanya balik.
"Dua kamar. Satu kamar mandi di kamar utama dan satunya lagi, di dapur. Gue sih pengennya kamar utama di bongkar biar makin luas. Dan kamar belakang deket dapur bisa di jadikan buat ruang bos gitu," jelas Gibran yang diangguki mereka.
"Buljog juga tuh ide calon arsitek. Nggak pernah nyesel deh gue punya temen kayak lo! Berguna!" ujar Raden merangkul bahu Gibran.
Gibran yang mendapat pujian berserta hinaan tak langsung itu hanya mendengkus. Ia tak merasa melayang sedikit pun dari pujian Raden. Malah pengen muntah.
Temen-temennya tuh nggak ada yang berguna dan nggak ada yang bener. Cuma Alana sama Fiko yang bisa diandelin. Tapi bukan berarti mereka nggak bisa apa-apa yah. Mereka bisa dalam bidangnya masing-masing.
Beni tuh bidangnya dalam mengambil hati para pembeli cafè yang akan datang. Cowok berkulit putih itu mempunyai wajah yang tampan dan juga mulut manis yang membuat siapa saja akan merasa melayang dan sudah di pastikan, bahwa mereka pasti akan langsung membeli.
Raden itu bidangnya dalam penataan. Dia tipe orang yang rajin makanya dia pinter. Dari ketiganya setelah Fiko, Raden tuh yang paling pinter dan juga rajin dalam bidang non akademik mauapun akademik. Jadi dia nggak bakalan ngecewain deh kalau dalam bidang tata menata.
Kalau Fiko jangan ditanya. Dia pinter dalam gambar di dinding sama kayak Gibran. Tapi Fiko paling males kalau suruh buat konsep kayak yang Gibran buat. Dia tuh sukanya yang asal gambar di tembok ataupun di kertas gambar. Kayak pas lagi ekstra sastra. Kalau masalah nggak gambar, jangan ditanyain lagi lah. Very perfect hhehe.
Gibran sendiri, dia bidangnya dalam pengarahan para pekerja tukang yang akan merombak rumah sederhana ini jadi cafè dan juga perpustakaan mini. Bukannya sok jadi bos ataupun mengatur. Tapi itulah bidangnya. Soalnya doa yang bikin konsepnya dan juga dia yang ngerti tata letak yang seharusnya. Makanya dia yang ngasih arahan.
Sedangkan, Alana. Jangan ditanya. Dia berkerja dalam bidang memasak dan perancang menu yang akan di keluarkan di cafè ini nanti. Dia itu pinter dalam masak apapun dan juga buat masakan racikan sendiri. Dulu, dia pernah pengen masuk ke ajang lomba masak kayak yang ada di tv tv itu. Tapi, Mamanya tak mengijinkannya karena jauh dari rumah. Makanya dia iseng nyoba bahan-bahan yang tersedua di rumah dan alhasil dia jadi pinter masak.
Udah paham belum, kalau di diri kita masing-masing itu punya kelebihan dan kekurangan. Sama halnya kayak mereka berlima. Mereka punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jangan pada insecure ya guys haha...
"Jadi fix ya konsepnya kayak gini. Gue nggak ada tugas gambar-gambar konsep lagi setelah revisi di berbagai bagian gambar." akhirnya bisalega dan kelar dari masalah gambar-menggambar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOM ALANA
Teen FictionHidup Alana berubah ketika ia harus menjadi seorang ibu di usianya yang masih terbilang cukup muda. 17 tahun. Bayangkan saja, di usianya yang masih belasan harus menjadi seorang ibu dan mengurus seorang anak. Bukan, dia bukan hamil di luar nikah. Na...