ENAM PULUH SEMBILAN

91.7K 11.9K 2.8K
                                    

Alana melirik kearah Gibran kesal. Sejak kemarin ia membuat masalah untuk kedua kalinya itu. Gibran masih mendiaminya dan juga bersiap acuh tak acuh. Cowok itu seakan tidak peduli dengan Alana membuat gadis itu sedih. Ia akui jika dirinya salah, tapi ia kan juga sudah meminta maaf kepada laki-laki itu.

Tapi kenapa Gibran sepertinya sangat sulit untuk memaafkannya?

Tatapan Alana melirik lagi dan mendapati Gibran yang tengah asik bermain ponsel tanpa memperhatikannya. Alana berdecak kesal lalu refleks tangan memukul dashboard hingga berbunyi nyaring.

 Alana berdecak kesal lalu refleks tangan memukul dashboard hingga berbunyi nyaring

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Aw!" ringisnya pelan saat tangannya terasa perih dan juga sedikit sakit. Kali ini ia tidak main-main dengan rasa sakit akibat memukul dashboard itu, tapi ini beneran dan Alana tidak berbohong. Tangannya bahkan juga sampai memerah.

Mendengar suara pukulan dan juga ringisan Gibran menoleh dan mendapati gadisnya tengah memegangi tangan kanannya yang memerah. Ia menghela napas pelan lalu menarik tangan Alana membuat gadis itu tersentak. Seketika wajah Alana berseri dan juga senyumnya melebar.

"Jangan mukul kayak gitu lagi!" ingat Gibran dengan nada seriusnya namun wajah cowok itu masih terlihat datar.

Alana mesem-mesem sendiri. Tidak apalah tangannya menjadi korban, asalkan Gibran meliriknya dan tidak lagi sibuk dengan ponsel sialan itu. Entah dengan siapa Gibran chattingan sampai tidak peduli dengannya dan tidak menganggap dia berada disampingnya. Kalau aja Gibran sampai chattingan sama cewek lain, liat aja. Alana bakalan cari tuh cewek sampai ke akar-akarnya.

Lupa jika Alana itu dulu sangatlah galak dan juga sensian?

"Refleks tadi." jawabnya.

Gibran mengangguk tanpa menjawab. Tangannya sibuk mengelus lembut tangan Alana yang masih merah itu. Walaupun ia kesal dan marah, namun ia masih mempunyai hati nurani jika gadis itu kesakitan dan butuh pertolongan. Apalagi, status gadis itu adalah pacarnya. Yang harus Gibran bantu.

Keadaan kembali hening. Alana yang sibuk memperhatikan Gibran yang tengah mengusap tangannya tanpa berkedip. Bahkan senyumnya tidak meluntur sejak beberapa menit yang lalu. Biarkan saja Gibran luluh walaupun hanya sementara. Yang penting, cowok itu masih perhatian walaupun terkesan cuek.

Sedetik kemudian, Gibran melepaskan tangan Alana dan tubuhnya ia sandarkan pada kursi pengemudi seraya meletakkan tangannya di belakang kepala menatap langit malam dari kaca mobil depan.

Alana menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Bingung ingin memulai pembicaraan lagi dari mana. Lalu ia menghembuskan napasnya berkali-kali sebelum nyalinya terkumpul. Alana menguatkan dirinya dalam hati dan juga mempersiapkan mental untuk bertanya pada cowok itu untuk kesekian kalinya.

"Bran, lo masih marah?"

Cowok itu hanya menjawab dengan deheman kecil dan juga hanya melirik sekilas lalu mengalihkan pandangannya lagi membuat Alana mencebikkan bibirnya sebal.

MOM ALANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang