Siapa yang nungguin cerita ini update?
Udah 4 hari kagak update:)~~~
Dengan kepala menunduk, Alana tak berani menatap mata tajam sang Mama. Mata yang mengisyaratkan kekecewaan dan juga rasa bersalah. Mawar berfikir jika Alana telah hamil dan berhasil menjadi Raska. Itu yang membuatnya kecewa pada dirinya sendiri.
"Bener kamu hamil Raska?" tanya Gandi dengan penuh lembut namun sedikit tegas.
Gelengan cepat yang Alana tunjukkan membuat orang tuanya mengernyit heran. Apa Alana takut dengan mereka atau memang benar, Raska bukan anak kandung Alana dan Gibran? Entahlah, pikiran mereka berdua kacau.
Bagaimana Gandi bisa tahu Tentang Raska anak Alana? Ya, semalam Mawar memberi tahu suaminya.
Flashback.
Gandi yang baru saja memasuki kamarnya langsung mendapati istrinya yang menunduk menatap kosong lantai. Langsung saja Gandi menghampiri Mawar untuk menanyakan, ada apa dia sekarang.
"Sayang?" panggil Gandi yang hanya di balas tolehan dari Mawar.
Mata Mawar sembab dan juga hidungnya memerah. Gandi yang sudah panik langsung memeluk istrinya dengan erat. Dia sungguh khawatir dan juga penasaran, mengapa istrinya menangis hingga matanya menyipit. Nyaris tak terlihat.
Mawar hanya menggeleng dan semakin menenggelamkan wajahnya di dada bidang sang suami. Gandi yang heran langsung mendorong bahu Mawar lembut dan menghapus sisa air mata itu dengan ibu jarinya. Tersenyum manis.
"Hey, kamu kenapa?" tanya Gandi sekali lagi.
Helaan napas terdengar dari mulut Mawar. Dia mulai menceritakan tentang perbincangan tadi pagi saat bersama Dinda. Mawar menjelaskan dengan rinci dan tak ada satupun yang kelewat.
Rahang Gandi seketika mengeras hingga giginya bergemeletuk membuat suara yang cukup nyaring. Tangannya terkepal kuat dengan wajah merah padam.
"Kamu beneran?" tanya Gandi mencoba melembut. Dia tak mau melampiaskan amarahnya dengan sang istri tercintanya.
Mawar menggeleng. Dirinya masih ragu dengan apa yang ia pikirkan. Belum tentu juga putrinya mengandung Raska. Bahkan tubuh Alana tidak seperti orang setelah melahirkan. Masih seperti dulu, kurus namum berisi.
Gandi menghela napasnya gusar. Dia harus meluruskan ini secara cepat dan membicarakan dengan Alana. Jika boleh, besok langsung saja dia bertanya pada Alana.
Flashback off.
"Jawab yang jujur, sayang. Papa nggak bakalan marah sama kamu," Gandi mengelus surai Alana dengan lembut.
Jujur saja, Alana sangat takut dengan tatapan tajam sang Mama yang belum surut. Walaupun dengan mata yang masih sembab dan menyipit, tetapi tatapan tajam itu tak membuatnya tak terlihat. Bahkan sangat kentara membuat Alana menelan ludah susah payah.
Alana menghela napasnya gusar. Bingung ingin menjelaskan dari mana. Dia masih takut jika kedua orang tuanya tak menerima Raska sebagai cucu sambung mereka. Alana juga tak kuat jika harus berpisah dengan Raska. Jika saja, kedua orang tuanya memisahkannya dengan Raska.
"Jawab, Alana. Papa siap denger cerita kamu. Bener, kamu hamil saat kami tidak ada?" lagi, pertanyaan itu membuat kepala Alana ingin pecah.
"B-bukan. Raska bukan anak kandung Alana. D-dia Alana temuin di depan gerbang pas Alana pulang sekolah. A-alana takut ngomong sama kalian pas Alana n-nemuin Raska. Jadi, pas kalian balik lagi, Alana titipin ke Bunda Dinda," jelas Alana di akhiri dengan nada pelan. Malu jika menyebut Dinda dengan sebutan 'bunda', tanpa ikatan apapun. Bahkan hanya tetangga yang sebenarnya tak mengenal satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOM ALANA
Teen FictionHidup Alana berubah ketika ia harus menjadi seorang ibu di usianya yang masih terbilang cukup muda. 17 tahun. Bayangkan saja, di usianya yang masih belasan harus menjadi seorang ibu dan mengurus seorang anak. Bukan, dia bukan hamil di luar nikah. Na...