Tandai typo nya ya..
Happy Reading!
***
Sesampainya di rumah, ia di sambut pemandangan yang membuat hatinya seketika sesak. di ruang tamu ada kedua orang tuanya kumpul bersama kakaknya. Yang membuat hatinya sesak adalah tangan ibu nya yang tak henti-hentinya mengelus kepala kakak perempuannya yaitu, Fiyra Novita Fletcher. Ia merasa iri karena ia tak pernah di perlakukan seperti apa yang mereka lakukan kepada Fiyra.
Ia masuk menghampiri mereka.
"Friska pulang," ucap Friska. Namun tak ada satu pun dari mereka yang menghiraukannya.
'Sabar, Friska' -Batin Friska
Karena tak kunjung dapat balasan dari mereka, ia pun berjalan menuju kamarnya. Menutup pintu, kemudian merebahkan tubuhnya. Ia hanya bisa menghela nafas. Sudah biasa pikirnya. Ia bangkit, kemudian berkaca di cermin kamarnya. Ia melihat pantulan dirinya di cermin kemudian tersenyum miris.
"Seandainya aku kayak kak Fiyra. Apa aku di perlakukan kayak kak Fiyra juga?" Monolog Friska. Lagi-lagi Friska menghela nafas.
Ia berjalan kemudian duduk di tepi kasur. Ia teringat akan Bisma, kekasihnya. Ia mengambil ponselnya yang terletak di atas nakas kemudian mencari nama kontak kekasihnya itu. Setelah mendapatkannya, ia segera menelepon Bisma.
Panggilan pertama tak di angkat.
Panggilan kedua di tolak.
Panggilan ketiga di angkat, namun...
"Ha-"
"Fris, jangan nelpon dulu, aku lagi jalan sama Fera. " Bisma langsung memutuskan sambungan teleponnya.
"Belum aja aku sempet ngomong, Bisma," lirih Friska.
Ia pun meletakkan lagi ponselnya di atas nakas, kemudian berjalan ke kamar mandi untuk mengganti pakaian sekolahnya dengan pakaian biasa.
Seusai mengganti pakaian, ia keluar kamar menuju dapur hendak mengambil air minum, tapi terhenti karena mendengar percakapan kedua orang tuanya dengan Fiyra.
"Ma, Ayah, aku menang kejuaran olimpiade sekolah lagi lohh." Fiyra berkata sambil tersenyum cerah.
"Wah, selamat ya," ucap kedua orang tuanya sambil tersenyum bangga. Dan sesekali tangan ayahnya mengelus kepala Fiyra.
"Mama sama ayah bangga sama kamu," ucap Ira, mama Friska.
"Kamu selalu bisa banggain mama sama ayah, nggak kayak Friska. Dia selalu aja nyusahin kita!" ucap Dirga, ayah Friska.
"Kamu tau? Mama nyesel banget ngelahirin dia. Dia tuh nggak bisa apa-apa!!"
"Tapi mau gimana lagi. Udah terlanjur lahir."
"Dulu tuh ya, mama sama ayah pernah mau nyimpen dia di panti asuhan aja. Tapi karena nenek kamu nggak ngebolehin, jadinya terpaksa deh mama tampung dia di sini," ucap Ira
Deg.
Friska yang mendengar itu pun tak mampu menahan air matanya yang akan tumpah.
Hatinya terasa teriris mendengar itu semua.
'Segitu tak di inginkannya aku? Sampai sampai hampir saja di buang' -Batin Friska
Ia sudah tak sanggup mendengar apa apa lagi.
Hingga ia segera berlari ke kamarnya dan membatalkan niat utamanya.
Friska membuka knop pintu nya, menutup nya dengan kasar dan mengunci pintunya agar tak ada satupun dari mereka yang mendengar tangisan nya.
Friska terisak kuat.
"Dulu tuh ya, mama sama ayah pernah mau nyimpen dia di panti asuhan aja. Tapi karena nenek kamu nggak ngebolehin jadinya terpaksa deh mama tampung dia di sini"
Ia masih terbayang bayang dengan ucapan ibunya.
Friska menangis sesenggukan. Ia ingin sekali membanggakan orang tuanya. Tapi ia sadar, ia tak punya kelebihan untuk membuat keluarganya bangga terhadapnya.
"Ma... Yahh.... Kapan kalian anggap aku ada?" Friska terisak.
"A-aku.. juga anak kalian.. Perlakukan aku sama dengan apa yang kalian lakukan ke kak Fiyra Ma.."
"Aku pengen kepalaku di elus Ayah... bukannya selalu di perlakukan kasar Yah..."
Percuma saja. Ia pasti tak akan di perlakukan seperti itu. Itu hanya lah mimpi.
Tes..
Tiba-tiba setetes darah keluar dari hidungnya...
Ia mengambil tisu di atas nakas kemudian membersihkan darah dari hidungnya.
Drtt.. Drt.. Drtt..
Ponsel Friska berbunyi.
Tertera nama 'GANIA' di layar ponselnya.
Friska pun mengangkatnya.
"Halo.. Nia.." lirih Friska.
"Friska... Kok suara lo kayak lemes gitu?!.. Lo sakit ya?!" Tanyanya.
"Nggak kok. Gue nggak sakit. Gue tuh baru bangun. Makanya kayak lemes gitu.."
Friska memegang kepalanya yang tiba-tiba sakit.
"Kok gue nggak yakin ya?"
"Terserah lo. Gue mau lanjut tidur dulu, bye.." Friska mematikan sambungan teleponnya. Dan melempar ponselnya ke sembarang arah.
Ia merintih kesakitan.
"Ma.. Yah.. S-sakitt.. " lirih nya.
"B-Bisma... Tolongin a-aku.. "
Ia menyebut nama Bisma yang jelas jelas sedang bersenang-senang dengan Fera. Definisi pacar tak tau diri.
Ia menjambak rambutnya. Memukul kepalanya dengan tujuan agar sakit di kepala nya menghilang.
Tapi sia-sia. Sakit nya tak kunjung mereda.
Ia berjalan tertatih tatih menuju laci. Kemudian mengambil obat di dalamnya dan segera meminumnya.
Sakitnya mulai mereda.
Karena merasa lelah, ia berjalan menuju kasur nya, berbaring, memejamkan matanya, hingga masuk ke dalam dunia mimpi.
***
Di sisi lain yaitu, di kediaman Gania, ia mencak-mencak nggak jelas sebab kesal dengan Friska.
"Gila!! Telepon gue di matiin gitu aja? Nyebelin banget sih nih kunyuk!!" Gerutu Gania.
"Tapi kok suara dia kayak orang yang lagi nahan sakit gitu ya?"
"Hm.. Gue curiga kalo dia nyembunyiin sesuatu dari gue," gumam Gania.
"Tapi apa ya kira-kira?"
"Tau ah pusingg...!!" Ucap Gania frustasi.
Lalu ia mengotak atik hp nya dan memulai aktivitas yang biasa ia laukan yaitu, menonton drakor.
****
Haii...
Jangan bosen ya baca cerita aku 😁
Salam dari miminTbc✨
KAMU SEDANG MEMBACA
FRISKA✓ [REVISI]
Novela Juvenil[WARNING] CERITA INI BERSIFAT PRIVATE. JADI, SEBELUM BACA UTAMAKAN FOLLOW AKUN AUTHORNYA DAN JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, AND SHARE CERITANYA. AGAR KALIAN BISA MEMBACA DAN MENIKMATI SETIAP PART NYA. TERIMAKASIH❤ ______ _______________________ Seorang ga...