Sebelum ini, aku tidak tahu kalau aku bisa begitu sedih berpisah dengan orang-orang yang baru kukenal. Saat Steve berpamitan pada Alice dan Tilda, aku merasa sedih sekali. Aku ingin melakukan seperti Alice yang memegang kemeja Steve sambil menangis. Aku ingin berkata pada mereka kalau mereka teman yang menyenangkan. Yah, di luar betapa keparatnya pandangan mereka tentang perempuan.
Drey meletakkan telapak tangannya yang lebar di kepalaku. Dia nggak menurunkan tangannya itu walau aku sudah mememukuli lengannya. Dia malah tertawa dan berkata, "pilihlah laki-laki yang baik, Hellene. Jangan mencari. Biarkan dia menemukanmu. Kalau ada yang berani melakukan hal buruk padamu, tendang selangkangannya. Pecahkan kemaluannya. Jangan ragu! Laki-laki keparat tidak pantas hidup."
"Maksudmu, kamu tidak pantas hidup?"
Dia merendah sampai tinggi kami sejajar. "Ya. Aku tidak pantas hidup. Aku hanya bingung kenapa Tuhan masih belum mencabut nyawaku."
"Mungkin agar kamu mendapat pelajaran dulu."
"Aku sudah menghabiskan seumur hidupku untuk belajar. Aku sudah bosan. Yang ingin kulakukan sekarang hanya mencari cara untuk mati."
"Aku pernah sangat ingin mati. Tapi, aku tidak punya keberanian. Malah ibuku yang mati."
"Aku turut berduka."
"Jangan! Berbahagialah! Hidupku sudah jauh lebih baik tanpa pukulan ibuku."
"Aku senang kalau kamu bahagia." Dia tersenyum miring, lalu mengusap kepalaku beberapa kali sampai rambut dalam ikatanku terburai. Aku membuat gerakan untuk meninjunya, tapi dia bergeser. Aku hanya memukul udara.
Adam yang baru dari kamar mandi menatap kami seperti bertanya. Mungkin dia melihat wajah kami memerah; aku menahan kesedihan karena mereka akan pergi, Steve menahan kesedihan karena akan berpisah dari anaknya, dan Drey menahan tawa mengejek untukku. Saat Adam mendekati kami, Tilda mengulurkan tangan untuknya.
"Terima kasih telah datang," kata Tilda sambil menggenggam tangannya.
"Terima kasih telah mengizinkan kami," kata Adam dengan sopan.
Tilda memegang wajah Adam dengan kedua tangannya. Dia tersenyum pada lelaki itu seolah lelaki itu orang yang sangat berharga untuknya. "Kamu sangat mirip ayahmu," ucap Tilda lembut. Dia membelai wajah Adam seperti membelai wajah anaknya. "Kamu juga memiliki wajah Leiah," ucapnya lagi sebelum memejamkan mata seperti sedang mengingat-ingat sesuatu yang indah. "Zeus dan Leiah memang memiliki wajah yang serupa. Mereka seperti ditakdirkan memiliki sesuatu dalam ikatan mereka."
"Mereka orangtua yang baik," kata Adam yang masih terlihat bingung.
"Ya, aku tahu. Itu yang membuatku mencintai mereka. Leiah pasti bisa mencintai Zeus dan membahagiakannya."
"Kamu benar-benar mengenal baik mereka?" Adam mengerutkan kening seolah mendengar hal baru yang sangat asing baginya.
Tilda membuka mata hijaunya. "Sama seperti kalian saling mengenal satu sama lain. Aku, Jackie, Zeus, Leiah, dan ... Marcus."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Love We Have (On Going)
RomanceAku sudah terbiasa sendirian, bahkan sebelum kematian Mom. Tapi, laki-laki dari Veinmere berkata kalau dia ayah biologisku. Parahnya, dia melakukan apa saja untuk membuatku tinggal dengannya, bahkan dengan membakar rumahku dan membuatku hampir mati...