The Boy in The Crowd

10.7K 1.3K 143
                                    

Aku masih belum banyak mengerti omongan Shaw yang separuh-separuh itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku masih belum banyak mengerti omongan Shaw yang separuh-separuh itu. Agak gemas sebenarnya. Kenapa sih dia tidak menjelaskan dengan lebih terperinci? Kenapa dia mengatakan satu kalimat, lalu diam atau berpaling pergi?

Aku ingin menyejajari langkahnya dan bertanya lebih banyak. Sayangnya, rokku yang terlalu pendek bisa berkibar terbuka kalau aku berjalan lebih cepat.

Di tempat parkir, Bea dan Ed sudah menungguku. Mereka mirip pasangan runway yang salah tempat. Cadillac kuno yang mereka pakai juga terlihat tidak cocok dengan pakaian modern mereka.

"Aku akan mengajaknya ke salon," kata Bea riang gembira. "Jangan khawatir, dia akan kukembalikan dengan kecantikan yang membuat semua orang di Veinmere mengagumi Shaw."

Raymond Shaw menatapku skeptis seolah tidak percaya ada sesuatu yang bisa memperbaiki wajahku. Sungguh, aku ingin sekali mengangkat jari tengah ke wajahnya.

Kami masuk ke salon terbesar di tempat itu. Di atas pintu ada papan nama besar "Webster's Beauty Clinic" warna pink yang kelihatannya akan nyala di malam hari. Pintu dan dinding bagian depannya berupa kaca yang ditutup stiker bunga-bunga yang feminin. Ed mengikuti naluri kelaki-lakiannya, menunggu di luar salon, sementara Bea tetap menyeretku ke dalam salon.

Mom sering ke salon, tapi dia lebih memilih mati daripada mengenalkanku pada tempat itu. Lebih baik baginya melihatku nggak terlihat orang lain daripada repot tampil cantik. Aku benar-benar tidak tahu kalau salon adalah tempat yang beraroma bahan kimia dan parfum yang terlalu mencolok. Mungkin saja aroma bahan kimia itu dari pewarna rambut atau dari pengeriting dan pelurus rambut yang dipakai beberapa gadis di sini. Ada juga gadis yang kaki dan tangannya dipoles, sedang wajahnya ditutup sesuatu yang mirip semen bahan bangunan. Gadis itu terlihat tidak keberatan diperlakukan seperti jalanan yang akan diaspal.

Bea dan seorang perempuan mengantarku ke ruang perawatan eksklusif. Di tempat ini, aku dirawat sendirian. Bea memilih melakukan manicure dan pedicure saat mereka menyuruhku ganti baju dengan mantel mandi warna putih yang sangat beraroma pemutih. Dia memilih warna cat kuku dari chart warna-warni, lalu kebingungan memilih dua jenis warna hijau yang menurutku sama saja.

Dalam perawatan itu, mereka bukan hanya memijat, tapi juga memoles kulitku. Kulit pucatku berubah yang lebih lentur dan kenyal seperti marshmallow. Rasanya aku bisa mengicipi rasa kulitku yang manis saat mereka memoleskan masker beraroma cokelat di seluruh tubuhku.

"Masker cokelat membuat lebih rileks, mencerahkan, mengambalikan vitalitas, dan mengembalikan kekencangan kulit. Kamu tahu, kan?" kata perempuan itu saat mengoleskan masker terakhir ke lenganku. Dia juga memoles rambutku dengan sesuatu yang beraroma buah. Aku tidak akan bertanya apa pun walau sangat ingin.

Perawatan seluruh tubuh hingga rambut itu membutuhkan waktu yang sangat lama. Aku sempat tidur dan bermimpi macam-macam saat menunggu proses selesai. Aku bermimpi Raymond Shaw membawa setumpuk berkas bertuliskan "Aku ayahmu", lalu aku ditarik ke lubang dalam hingga jatuh ke pelukan cowok yang wajahnya buram. Bukannya merasa rileks, aku malah jadi lelah sekali.

The Only Love We Have (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang