Aku melompat bangun. Tilda memanggilku dari bawah. Suaranya terngiang di kepalaku, menarikku dari kegelapan mimpi.
Demi mengembalikan kesadaran, aku kembali berbaring. Matahari di luar jendela bersinar lembut. Apa aku tidur sampai pagi? Bukannya aku mulai membaca buku saat sore? Seharusnya matahari bersinar dari arah barat, kan?
Aku berguling. Buku harian Mom terbuka di sampingku. Rumput kering yang direkatkan dalam plastik bening terlihat indah melekat pada halaman yang terbuka.
Membaca satu bagian tentang hidup Mom membuat satu lagi hal baru muncul. Rasanya agak sulit untuk kupahami karena Mom tidak pernah menceritakan apa pun. Aku tidak bisa membayangkan tangan halus Mom yang selalu dimanikur itu memegang benda berat dan menyeret bangkai binatang. Aku tidak bisa membayangkan wajah semulus Mom berjelaga di depan perapian.
Aneh. Aku sampai berpikir, siapa tahu buku ini hanya dibuay unuk membuatku berubah pikiran tentang Mom.
Kututup buku harian itu setelah puas meraba lukisan di setiap halamannya. Pantas saja buku ini cukup tebal dan jenis kertasnya berbeda dari yang biasa. Buku ini menyimpan banyak hal, lebih dari tulisan. Mom melukiskan apa yang dilihatnya juga. Kadang dia menggunakan cat air yang indah, kadang dia membuat sketsa yang apik. Dia membuat cerita menjadi lebih hidup.
"Hellene, jangan buat masakan ini dingin!" Tilda berteriak lagi. Kali ini teriakannya diakhiri dengan beberapa kali batuk yang terdengar menyakiti tenggorokannya.
Aku melompat turun dari tempat tidur, memeriksa wajahku di cermin besar, lalu turun dengan cepat.
Sejak kedatanganku siang kemarin, Tilda mengizinkanku membaca buku Mom di lantai dua. Katanya lantai dua ini dulu kamar Mom. Dia tidak memindahkan apa pun selain meminta Mrs. Nitts membersihkannya setiap hari.
"Kakiku tidak sanggup naik tangga itu," katanya yang sebenarnya kupikir hanya alasan saja. Tilda masih sangat kuat untuk berlari keliling lapangan. Dia mengangkat keranjang berisi kue sendirian saat tukang kue datang. Aku yakin, dia masih bisa memanjat atap sendiri.
Kenangan tentang Mom yang membuatnya tidak sanggup naik ke sini. Terlalu banyak benda milik Mom yang dijaga dengan baik. Kupikir, Tilda melakukannya karena berharap suatu hari Mom akan datang.
Lantai dua rumah ini berupa satu kamar luas tanpa pintu. Beberapa jendela kecil dan jendela bulat memasukkan matahari yang cukup ke kamar ini saat siang. Langit-langitnya rendah, hanya sekitar dua setengah meter saja. Kalau Raymond berdiri di sini, pasti dia bisa memegang langit-langit dengan sedikit usaha. Tempat tidur ganda tanpa hiasan menjadi vocal point di tengah ruangan.
Di kanan-kiri tempat tidur itu ada rak buku, meja gambar, meja rias, lemari yang masih berisi beberapa baju dan sepatu, kanvas tujuh belas tahun lalu dengan lukisan Tribe kecil yang belum selesai, dan rak yang penuh dengan cat berbagai warna dan jenis. Semua masih rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Love We Have (On Going)
RomanceAku sudah terbiasa sendirian, bahkan sebelum kematian Mom. Tapi, laki-laki dari Veinmere berkata kalau dia ayah biologisku. Parahnya, dia melakukan apa saja untuk membuatku tinggal dengannya, bahkan dengan membakar rumahku dan membuatku hampir mati...