"Sudah bertahun-tahun lamanya pesta musim panas Shaw menjadi pesta paling bergengsi di Veinmere. Orang-orang datang ke pesta ini dengan pakaian bagus. Orang-orang dari kota, Hellene. Akan ada cowok-cowok juga."
Bea sudah lebih dari sepuluh menit berceloteh tentang pentingnya pesta musim panas Shaw. Singkat kata, pesta ini adalah tradisi turun-temurun keluarga Shaw. Mereka akan mengundang keluarga-keluarga terpandang dari seluruh dunia yang menjadi sahabat keluarga. Untuk menjamu tamu-tamu itu, rumah besar Shaw akan dihias dan kami semua harus memakai baju yang pantas. Kata pantas di sini bukan hanya bersih dan rapi saja, tetapi juga tidak membuat malu keluarga. Itu artinya, aku harus memakai gaun pilihan Bea yang mengerikan.
"Kau bisa bayangkan?" Jerit Bea sangat dekat dengan telingaku. "Mereka akan menginap di rumah. Cowok-cowok itu. Keluarga-keluarga kaya dengan cowok-cowok tampan mereka. Sial! Aku harus menyiapkan banyak kondom."
"Aku cowok," keluh Ed yang dari tadi terlihat bosan mendengar Bea berceloteh.
"Tapi kamu tidak tampan."
"Tidak tampan? Sialan! Apa matamu juga ditelan kanker?"
"EDGAR!" Bea memukulinya dengan tas tangan, tidak peduli mobil berbelok-belok akan menabrak karena Ed tidak fokus. Ed menghentikan mobil tepat sebelum mobil menabrak pembatas jalan.
"FUCK YOU, EDGAR!" jerit Bea sama sekali tidak peduli sabuk oengaman hampir memagahkan tulang bahuku.
"Kukira, kita sudah mati," kataku kesal yang dari tadi menahan sakit karena menahan tubuh agar tidak terpelanting ke luar mobil. Aku keluar dari mobil dan memutuskan jalan kaki saja daripada harus menyerahkan nyawa pada mereka.
Bea memang sering bertingkah berlebihan. Kadang aku juga kesal sekali padanya. Rasanya, tidak ada hal yang biasa di mata gadis itu. Reaksinya selalu impulsif. Kalau dia punya sedikit saja otak kan seharusnya dia berpikir kalau kami bakal mati dengan kelakuannya itu.
Biasanya, Ed membiarkan saja adiknya bertingkah norak begitu. Kali ini, Ed mengejar adiknya, berkali-kali dia minta maaf dan berusaha merangkulnya. Entah bagaimana cara Ed membujuk, Bea menangis di pelukan Ed dan bersedia diciumi sebagai ucapan maaf.
Ed juga merangkukku saat aku mendekat dengan mereka. Bea menghapus air matanya dengan ujung sapu tangan dengan hati-hati seolah takut make upnya akan luntur. Padahal aku yakin sekali make up itu tidak akan berubah walau dia mandi air panas seharian.
Bea yang sudah ceria lagi menyeretku ke toko baju. Ke mana lagi memangnya?
Ed meninggalkan kami di depan pintu toko bajum tentu saja dia lebih memilih mengumpankan tangannya ke piranha daripada menemani kami berbelanja di toko pakaian yang serba berwarna shocking pink ini. Aku saja ingin lari kalau bisa.
"Ada apa denganmu dan Ed?" tanyaku setelah dia minta dilayani manajer toko, bulan pramuniaga biasa.
Bea berpaling, menggeleng berlebihan sampai rambut dan antingnya bergoyang. "Tidak ada. Aku hanya kesal kalau dia mengejekku. Apa kamu pikir sepatu ini bagus? Sebenarnya aku sudah memesan beberapa gaun dan asesoris Chanel untuk kita. Tapi, aku memerlukan sepatu dan kamu memerlukan sesuatu untuk menghias rambut. Kemungkinan kita akan di--"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Love We Have (On Going)
RomanceAku sudah terbiasa sendirian, bahkan sebelum kematian Mom. Tapi, laki-laki dari Veinmere berkata kalau dia ayah biologisku. Parahnya, dia melakukan apa saja untuk membuatku tinggal dengannya, bahkan dengan membakar rumahku dan membuatku hampir mati...