Tribe

6.9K 1K 71
                                    

Bea masih saja menjerit-jerit marah walau kami sudah sampai di gerbang West Side

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bea masih saja menjerit-jerit marah walau kami sudah sampai di gerbang West Side. Sikapnya memang berlebihan, tapi karena aku juga kesal pada Ed, kubiarkan anak itu mengamuk. Lagi pula, aku suka melihat mereka bertengkar begitu. Bukan hanya karena aku bisa berharap mereka saling membunuh, tapi juga karena dengan begini aku bisa sendirian. Sendiri di kursi belakang membuatku merasa bebas. Aku tidak harus mendengae celotehan Bea tetang baju atau cara menata rambut agar disukai laki-laki. Apa sih gunanya dia belajar tentang cara disukai laki-laki kalau dia sendiri belum punya pacar?

"Kau memang kakak paling bajingan di dunia?"

Ed menggeram. "Kuharap aku menindihmu dengan bantal saat bayi dulu."

"OH YA? KUADUKAN PADA NENEK DAN SEMUA ORANG. KAU MEMANG KAKAK PALING TIDAK BERTANGGUNG JAWAB YANG PERNAH LAHIR."

Ah! Bea seharusnya mendaftat jadi pemain telenovela.

Wajah Ed seperti mau muntah. Mungkin, kalau boleh membunuh saudara, Ed dengan senang hati melempar Bea ke luar mobil. Tidak susah baginya melempar gadis kurus itu dengan satu tangan. Dengan catatan, Bea tidak menlilitkan kakinya pada setir mobil atau apa pun. Gadis itu punya kemampuan menempel pada apa saja. Pelukannya sulit sekali dilepaskan.

Seorang laki-laki menunggangi kuda dari arah belakang. Ia mencoba menyejajari mobil kami. Raymond Shaw. Tubuh jangkungnya terlihat gagah di atas pelana. Namun, mataku tidak memperhatikan Raymond Shaw. Aku menatap kuda yang dinaikinya. Kuda itu memesona. Warnanya hitam legam, berkilau di bawah cahaya senja. Surainya panjang dan ikal. Aku membayangkan kuda itu berlari sendiri, pasti surainya berkibar indah. Aku belum pernah melihat kuda sebelumnya. Aku juga tidak mengerti tentang kuda, tapi kuda ibi membuatku jatuh cinta.

Ed menghentikan mobil ketika kuda Raymond Shaw tepat berada di samping kami.

"Uncle Raymond!" Bea melambai penuh semangat.

Iya, aku tahu. Overacting sekali. Dipikirnya semua orang tertarik dengan caranya menyapa.

Oh, ok! Aku lupa dia ingin menjadi Miss Sun shine. Dia harus terlihat ceria seperti matahari.

"Kalian membuatku miskin," kelakar Raymond dengan tawa lebar. "Kurir yang membawa belanjaan kalian hampir menangis."

"Ini untuk Hellene, Paman Ray," jawab Bea malu-malu.

Aku yang mencoba menyentuh kuda Raymond Shaw menoleh pada Bea ketika namaku disebut. Enak saja dia bilang untukku. Dia yang memaksaku berbelanja.

Mataku beralih pada Raymond Shaw untuk melihat reaksinya. Kupikir dia akan marah atau apa, ternyata dia tersenyum biasa.

"Jangan menyalahkan Hellene. Kita semua tahu kalau kau yang paling berhasrat untuk belanja," ucap Raymond Shaw sambil terkekeh. Ia menatapku di balik kacamata hitamnya. "Kau pernah berkuda?"

Aku menggeleng. Mana mungkin ada kuda di New York. Mom tidak mengizinkanku melihat sirkus atau pertunjukan lain yang melibatkan hewan. Katanya, pertunjukan itu menyakiti hewan. Kenapa dia harus peduli? Bukankah dia bertahun-tahun menyakitiku? Kurasa memang di mata Mom aku lebih rendah dari hewan mana pun.

The Only Love We Have (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang