Lauren : Crimson Beak of the Vulture

3.6K 635 34
                                    

"Lauren, bisa tolong bantu aku berdiri?" Raymond mengulurkan tangan, berusaha bangkit sendiri dari tempat tidur dengan sikunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lauren, bisa tolong bantu aku berdiri?" Raymond mengulurkan tangan, berusaha bangkit sendiri dari tempat tidur dengan sikunya. Dokter berkata persendiannya terkilir dari mata kaki hingga pangkal pahanya. Setiap dia menggerakkan kaki, pangkal paha hingga pinggangnya akan terasa nyeri. Dia selalu menahannya dengan mengerang kesakitan. Dokter tua yang datang dengan mobil tua itu berkata kalau dia akan memesan alat agar Raymond berlatih berdiri dan berjalan lagi. Sayangnya, hingga saat ini dokter tidak datang lagi dan tidak ada kiriman apa pun.

Tilda sudah nenyarankan untuk pergi ke kota besar agar dia mendapatkan perawatan terbaik, tapi Raymond menolak. Dia berkata bahwa dia cukup mengistirahatkan kaki selama beberapa hari. Aku tidak mengerti seberapa lama "beberapa" itu. Sekarang sudah tiga hari dan dia belum juga bisa berjalan sendiri.

"Kenapa kamu menolak pergi ke Raleigh agar bisa mendapatkan foto ronsen kakimu?" tanya Tilda saat Raymond tertatih berjalan dari kamarnya menuju meja makan. Tentu saja aku yang menahan bahunya agar dia tidak terjatuh.

"Buat apa? Aku sudah tahu yang terjadi pada diriku. Kalau memang dokter mengatakan kalau kakiku terkilir dan butuh istirshat, aku akan menurutinya. Aku juga sudah mendapatkan obat penghilang rssa nyeri dan salep untuk melancarkan peredaran darah."

Tilda memutar mata. "Apa bukan karena kau ingin sekali dirawat Lauren di sini?"

Wajah Raymond bersemu merah. "Itu juga," katanya dengan lugas, tanpa berusaha menutupi apa pun. "Aku bersyukur Lauren ada di sini. Aku merindukannya di Westside."

"Ah, remaja! Yang jelas, kubunuh kau kalau sampai kau buat Lauren hamil. Dia berada di bawah tanggung jawabku. Mengerti?"

"Hanya itu syaratnya?"

Tilda mendekati Raymond. "Tentu saja banyak yang lainnya. Yang tadi hanya satu di antaranya. Kau tahu kalau tidak seharusnya kau bermain-main denganku, kan?"

Suara Tilda seperti mengancam. Aku jadi merasa tersanjung dia berkata seperti itu. Belum pernah ada yang membelaku seperti ini sebelumnya. Aku ingin keluar dari rumah ini. Sudah tiga hari aku tidak memberi kabar pada Henry. Tapi, aku kasihan pada Raymond yang sampai seperti itu karena ingin bertemu denganku.

"Maaf, Lauren," kata Raymond dengan rasa bersalah yang kentara sekali. "Aku tidak mengerti kenapa Tilda begitu mudah marah padaku. Padahal, aku hanya ingin dirawat olehmu. Tanganmu lebih lembut daripada perawat mana pun di dunia."

Aku tidak sanggup menolaknya. Walau sebenarnya sangat ingin, aku tidak sanggup berkata tidak padanya.

"Aku mengerti," kataku berseberangan dari yang sebenarnya kupikirkan. "Beristirahatlah, Sir. Aku ... akan ... menyelesaikan urusan di belakang dengan Tilda. Dia membutuhkanku."

Bukan. Aku bukan ingin menemui Tilda. Aku hanya tidak bisa berpikir saat ini.

Aku menggigiti bibir, ingin sekali kabur dari rumah ini untuk menemui Henry. Aku rindu sekali. Kubayangkan saat ini dia ada di hutan untuk menungguku. Kubayangkan dia saat ini sedang duduk di dalah satu dahan dengan kaki berayun-ayun. Dia mungkin sedang bernyanyi atau bersenandung. Dia juga pintar sekali bersiul seperti burung.

The Only Love We Have (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang