Lauren : Twisted Serenade

3.2K 612 30
                                    

Jangan sedih! Kumohon jangan sedih! Jangan tampakkan kesedihan di depan orang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan sedih! Kumohon jangan sedih! Jangan tampakkan kesedihan di depan orang lain.

Berkali-kali kukatakan hal ini pada diri sendiri. Aku sudah menjadi pelayan tetap di sini. Seumur hidup harus kuhabiskan di tempat ini menjadi pelayan keluarga Shaw. Yah, aku memang belum memikirkan hal lain selain menjadi pelayan keluarga Shaw, sih, tapi paling tidak sebelumnya aku punya harapan untuk keluar dari tempat ini dan memiliki hidup yang lebih baik. Sekarang, tidak ada harapan. Tidak ada kesempatan. Aku hanya akan di sini selamanya.

"Lauren?"

Aku buru-buru memeriksa air mata. Sejak tadi aku berusaha untuk tidak menangis, tapi siapa tahu ada air mata yang lolos perhatianku. Jangan sampai tilda melihatku menangis, lalu memutuskan untuk tidak menyukaiku lagi. Dia sudah terlalu baik. Kalau dia mengembalikanku ke Westside, pasti kehidupanku sudah jauh lebih buruk.

"Ya, Tilda?" kataku setelah yakin air mataku tidak ada yang tertinggal di pelupuk.

Dia melihatku dengan saksama. Alisnya berkerut. Dia memikirkan sesuatu dari wajahku. Lama dia memandangiku dengan cara seperti itu, sampai dia memegang daguku dan membolak-balikkan wajahku.

"Awalnya kupikir kau memikirkan Henry." Dia melihat jauh ke halaman depan rumahnya yang luas, lalu melihatku lagi. "Ternyata tidak. Kau memikirkan hal lain yang lebih buruk lagi. Apa itu, Lauren? Apa terlalu buruk sampai kau tidak memberitahukan padaku?"

Dia tidak tahu? Dia sama sekali tidak tahu tentang kondisi keluargaku?

Dia tidak tahu kalau aku menjadi budak seumur hidup keluarga Shaw?

Apa kubiarkan seperti ini saja? Apa dia sebaiknya tidak tahu saja agar dia tidak ikut menjadikanku pelayan selamanya di sini?

"Lauren? Aku menunggu," dia mendekatkan wajah padaku.

Kuharap aku tidak menampakkan perubahan emosi. Tilda pernah berkata aku tidak pandai berbohong. Ekspresiku terlihat berubah saat aku berbohong.

"Tidak ada," kataku pelan. "Tidak ada masalah lain lagi. Aku hanya ... ingin ke hutan."

Dia menunjukkan wajah kecewa. Dia tahu aku berbohong.

"Ya pergi saja!" Dia menggerakkan matanya, menunjuk hutan. "Pergilah! Apa lagi yang kau tunggu? Hutan terbuka untuk siapa saja. Menjeritlah ke sana. Lepaskan semua yang membebanimu. Hutan South Lot adalah tempat terbaik untuk melakukannya."

Aku menatapnya tak percaya.

"Kenapa? Kenapa kau menyuruhku pergi begitu saja?"

Aku benar-benar tidak percaya dia mengizinkanku begitu saja. Kukira dia akan menahanku atau memarahiku.

"Apa yang kenapa? Kau ingin ke hutan. Lalu, pergilah! Kenapa tidak?" Dia tersenyum geli. "Ada apa sih denganmu? Kenapa kau tidak mengizinkan dirimu sendiri ke hutan?"

The Only Love We Have (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang