Seluruh tubuhku seperti ditimpa benda berat atau dimasukkan ke dalam pipa yang sangat sempit. Aku tidak bisa bergerak saat membuka mata. Aku memejam lagi, menunggu sampai tubuhku benar-benar siap. Namun, tindihan di atas tubuhku tidak juga hilang. Makin lama, makin sakit. Apa aku diikat lagi?
Aku tidak ingat bagaimana aku bisa tidak sadar lagi. Aku hanya mengingat kelebatan perkelahian, kepalaku dihajar sesuatu, lalu Jack yang membawaku.
Jack?
Bukankah seharusnya aku sudah tidak perlu diikat lagi kalau sudah bersama Jack? Apa yang dia lakukan padaku?
Apa aku hanya mengalami delusi karena kelumpuhan sesaat? Pukulan di kepalaku yang membuatku begini?
Lama setelah itu, kusadari kalau ini bukan hanya ada di dalam kepalaku. Tubuhku benar-benar ditiduri seseorang. Aku bisa merasakan kulitnya, mulutnya pada bibirku, tangannya pada bagian bawahku, dan kulitnya. Aku bisa merasakan semuanya.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Bergerak pun aku tidak bisa. Bagaimana ini?
Siapa dia?
Jack?
"Tolong," kataku dengan sekuat tenaga. Tidak ada kata yang keluar. Suaraku hanya berupa helaan napas pendek yang tidak terdengar siapa pun, bahkan diriku sendiri.
Kepalaku sakit sekali. Seluruh tubuhku masih belum melakukan apa yang kuinginkan, tapi aku harus melakukannya. Aku harus menyingkirkan orang ini. Harus.
Kurentangkan tangan kananku yang berada di samping tubuhku. Aku meraih-raih sesuatu, berusaha mencari yang bisa kujadikan senjata. Apa memangnya yang mungkin ada di dekatku?
Aku di mana?
Aku mendapatkan sesuatu. Berat sekali. Aku tidak bisa menyeretnya.
Orang yang menindihku semakin gila. Dia meraba dadaku, menjilati dadaku seperti menjilati es krim. Menjijikkan sekali!
"Jangan menangis, Hellene! Jangan merengek! Kamu tidak seberharga itu." Suara ibuku bergaung di dalam kepalaku, memaksaku untuk melakukan sesuatu.
Mom selalu tertawa puas kalau aku merengek, seolah itulah yang diinginkannya dariku. Kali ini, seperti dulu, tidak akan kubiarkan dia mendapatkan yang diinginkannya. Tidak ibuku, tidak juga bajingan ini. Aku bukan milik siapa pun.
Napasku memburu. Kucoba untuk bernapas lebih teratur, tapi tidak bisa. Detak jantungku seperti kuda yang berlari kencang. Dadaku sampai terasa sakit sekali hanya karena memaksa tanganku menggapai benda yang mungkin ada di sampingku.
Aku mendapatkan kain di bawahku. Seprai. Aku yakin ada di tempat tidur. Kayu. Aku mendengar deritan setiap Bajingan ini bergerak. Di sampingku juga ada nakas kayu.
"Tolong!" kataku lagi dengan suara yang lebih keras, mencoba mencari perhatian orang lain yang mungkin mendengarku.
"Ya, Sayang. Ya. Aku akan melakukannya. Sedikit lagi, sebentar lagi. Aku akan menjilati setiap inchi dari tubuhmu. Manis sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Love We Have (On Going)
RomanceAku sudah terbiasa sendirian, bahkan sebelum kematian Mom. Tapi, laki-laki dari Veinmere berkata kalau dia ayah biologisku. Parahnya, dia melakukan apa saja untuk membuatku tinggal dengannya, bahkan dengan membakar rumahku dan membuatku hampir mati...