Lauren : Savage Saviour

2.6K 519 73
                                    

Sampai berhari-hari kemudian, aku masih bisa merasakan bibir Henry pada bibirku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sampai berhari-hari kemudian, aku masih bisa merasakan bibir Henry pada bibirku. Tilda sering memarahiku karena jadi sangat ceroboh. Aku jadi suka melamun dan sering terjatuh. Dia sampai memintaku duduk saja daripada kepalaku pecah karena terjatuh dari tangga atau membentur dinding.

Malam itu aku diminta merajut selimut untuk musim dingin nanti. Namun, yang kulakukan hanya duduk di kursi goyang ruang tengah rumah Tilda sambil membayangkan betapa baiknya Henry padaku, betapa lembut sentuhannya pada kulitku. Menyenangkan sekali.

"Apa kau suka?" tanya Tilda tiba-tiba.

Tentu saja aku langsung menjawab, "suka. Aku suka sekali. Dia tampan sekali." Kuharap Tilda segera menikahkan kami.

Tilda melihatku dengan tatapan bingung. "Maksudku, apa kau suka dengan piring yang akan kubawa ke festival musim panas Veinmere?"

Wajahku jadi panas. "Festival?"

Tilda tertawa pelan, sadar kalau aku tidak melihat piringnya. "Semua orang akan membawa makanan ke Downtown, menyaksikan kembang api dan tarian Veinmere. Mereka akan memakai pakaian yang indah-indah. Kita akan bertukar makanan dan berpesta di sana. Menyenangkan sekali. Kau bisa berdansa semalaman dengan Henry juga."

"Tapi, aku tidak punya pakaian yang indah-indah."

Tilda mengulum senyum. "Inilah yang harus kau lakukan."

"Apa? Membuat gaun?"

"Mencuri gaun."

"Hah?"

Tilda berkedip beberapa kali. "Kukira, kau sudah cukup siap untuk melakukan misi pertamamu, Lauren. Aku ingin kau mencuri gaun tanpa ada seorang pun yang tahu kalau kau sedang mencurinya, bahkan mereka akan bangga melihatmu memakai gaun itu di festival."

Kenapa Tilda begini? Dia mengajarkanku melakukan hal yang salah? Tentu saja tidak. Aku tidak ingin melakukan hal buruk begini. Aku tidak sefrustrasi itu dalam keinginan untuk tampil cantik.

"Tilda, kalau kau tidak punya uang, aku tidak akan memaksa."

Dia tertawa lebih keras, lalu menunjuk sofa di ruang tengah, memintaku duduk di sana. Tentu saja aku menurut. Aku sama sekali tidak mengerti dengan arah pembicaraan Tilda. Aku yakin Tilda memiliki penjelasan yang lebih baik untuk hal ini.

"Kamu sudah tahu apa pekerjaanku, kan?" tanyanya dengan alis terangkat.

"Ya. Kamu penerjemah mikro ekspresi dan bahasa. Kamu mengerti banyak sekali bahasa yang tidak dimengerti orang lain."

"Bagus. Kamu tahu aku bekerja untuk siapa?"

Aku menggeleng. "Pemerintah?" jawabku mencoba menebak.

Dia mengibaskan tangan. "Pemerintah hanya pion catur. Mereka tidak bisa melakukan apa-apa, Sayang."

Dia berjalan ke lemari yang dia pakai untuk menyimpan pajangan. Dia mengeluarkan foto di lemari itu untukku.

The Only Love We Have (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang