Part 7
.
.
.
Silent ModeNow playing ^Tak Terima - Donne Maula & Sheila Dara^
Anak-anak Arpegio tiba pada jam istirahat kedua. Kelas IPA 3 yang semula hening kini kembali berisik. Suara kursi di mana-mana. Sebagian ingin segera ke kantin mengisi perut. Sebagian lagi bertolak ke musola.Nashwa mengambil mukenanya dan menepuk bahu Anneth yang masih berkutat dengan soal matematika.
"Neth, Uwa ke musola dulu, ya? Nanti kita ketemu di kantin. Ucha juga belum selesai ngerjain kayaknya," ujar Nashwa sembari melihat ke arah Charisa.
Pandangan Nashwa membuat Anneth tersugesti untuk ikut menoleh. Bukannya memperhatikan Charisa, atensi Anneth justru tertuju pada Deven yang juga tengah menekuni soal. Anneth menghela napas lalu mengangguk pada Nashwa.
"Kalau gitu Uwa pergi dulu, ya? Sampai ketemu di kantin."
Sementara itu, Friden dan Gogo yang sudah kelaparan tingkat akut memutuskan untuk menyudahi pekerjaan mereka sementara waktu.
"Ven, ikut ke kantin yok!" ajak Friden.
Deven mendongak lalu menjawab sambil menyimpan bukunya ke laci, "Duluan aja. Gue harus ke koperasi beli modul sama atribut."
"Mau kita anterin?" tawar Gogo yang direspon anggukan oleh Friden.
Namun Deven menggeleng, "Kalian makan aja."
"Yakin nggak mau dianterin mereka, Ven? Emangnya udah tau letak koperasi di mana?" Charisa ikut nimbrung.
"Tau. Tadi lewat."
"Ya udah, kita duluan ya."
Friden dan Gogo meninggalkan kelas. Ketika tiba di meja Anneth, mereka juga mengajaknya, namun lagi-lagi mendapat penolakan.
Deven pun beranjak untuk membeli modul di koperasi. Dengan sengaja ia memilih jalan yang tak perlu melintasi meja Anneth agar sampai di pintu keluar.
Anneth yang melihat Deven sendirian tak ingin membuang kesempatan. Ia beranjak dan mengikuti Deven.
"Dev!" panggil Anneth sambil terus berjalan mengikuti Deven.
"Deven!"
Anneth yakin panggilan cukup keras untuk bisa didengar Deven, namun laki-laki itu tak kunjung menoleh. Seperti sengaja menulikan telinga dari suara Anneth.
Tak ada pilihan lain. Anneth mulai mempercepat langkahnya menjadi setengah berlari. Begitu tinggal beberapa langkah lagi, Anneth meraih lengan Deven dan menahannya.
Berhasil. Deven berhenti.
"Dev?"
Dalam benak Anneth sudah mengantre begitu banyak pertanyaan untuk diutarakan. Kapan Deven datang ke Jakarta, kenapa ia pindah ke Jakarta, kenapa ia memutuskan sekolah di Arpegio, dan kenapa ia seolah tak mengenali Anneth. Kenapa ia mengabaikan Anneth?
Deven menunggu dalam diam.
"Hai!"
Dari sekian banyak pertanyaan yang Anneth lontarkan, hanya kata 'hai' yang berhasil keluar dari bibirnya.
"Apa kabar?" lanjut Anneth.
Deven menarik napas panjang dan menghembuskannya lelah, "Baik, Neth. Aku harus ke koperasi. Kamu balik aja, oke?"
"Dev..." lirih Anneth.
Tanpa memedulikan panggilan Anneth, Deven kembali memutar badannya dan melangkah pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS [End]
Fanfiction"Nggak ada benar atau salah perihal mencintai. Tapi, kalau menurutmu kita memulainya dengan cara yang salah, ayo melanjutkannya dengan cara yang benar." Tak ada yang seindah jatuh cinta di usia remaja. Deven dan Anneth merasakan keindahan itu bersam...