Part 31
.
.
.
The Greatest MagicNow playing ^Jar of Heart - Christina Peri^
Hal yang perlu dikhawatirkan oleh Deven adalah ketika ia harus menggendong Anneth melewati jembatan setan. Ya, sebelum tiba di puncak Alap-alap, mereka harus melewati setapak kecil di antara dua jurang. Deven sempat berhenti sebelum melewati punggung bukit. Kabut yang berada di kanan-kiri jalan semakin membuat trek itu terlihat menyeramkan. Tak salah jika ia disebut jembatan setan. Sekali terpeleset mungkin mereka akan langsung menghilang ditelan kabut.
"Dev, takut," lirih Anneth, "aku turun aja, ya?"
Meski tak dipungkiri jika Deven juga takut, namun laki-laki itu tetap menunjukkan senyum termanisnya. Ia tak akan membiarkan Anneth berjalan sendiri apapun yang terjadi.
"Peluk coba," suruh Deven jahil.
Kendati bingung untuk apa, Anneth tetap menuruti keinginan laki-laki berahang tegas itu dan segera mengeratkan lengannya.
"Terus senderin kepalanya," lanjut Deven.
"Ih, buat apa? Modus, ya?"
"Nethiku sayang, nurut aja bisa nggak?"
Masih sambil bertanya-tanya, Anneth menenggelamkan kepalanya di pundak Deven.
"Sekarang merem."
Lagi-lagi Anneth mengikuti apa yang Deven perintahkan. Gadis itu memejamkan mata seiring mengayunnya langkah kaki Deven secara perlahan.
"Anggap aja aku Naruto yang punya banyak jurus untuk bisa sampai puncak dengan selamat. Oke, Hinata?"
Anneth tersenyum mendengar kalimat menenangkan dari Deven. Tanpa laki-laki itu ketahui, Anneth sudah sejak lama membuka mata dan menikmati sensasi membelah kabut bersama Deven.
"Dev?" panggil Anneth.
"Jangan buka mata, Ann," Deven memperingatkan tanpa menoleh ke arah Anneth. Laki-laki itu masih fokus menjaga keseimbangan.
"Deven."
"Hm?"
"Maaf ya."
Anneth melepas satu tangan dari pundak Deven, menempelkan dua jari pada bibir lalu menempelkannya kembali pada pipi Deven.
Deven mematung di tempat. Anneth bisa melihat siluet dua orang yang hanya berdiri dengan sepasang kaki itu terhenti di tengah trek.
"Kenapa nggak langsung aja?"
Anneth merasakan pipinya menghangat, "Malu."
Deven ikut terkekeh sebelum kembali melangkah. Deven menggeleng pelan, tak menyangka Anneth yang siang tadi bak monster kini telah kembali menjadi Anneth yang seperti malaikat.
🎧🎧
Anneth memejamkan mata lalu membukanya lagi ketika rasa nyeri kembali menyerang kakinya. Biar begitu, senyum gadis itu tak pernah menghilang.
Lima menit lalu Deven menurunkannya di puncak Alap-alap, puncak dari gunung Andong yang telah mereka daki sejak pagi. Anneth melihat sebagian temannya juga melakukan hal yang sama, duduk dan diam. Keindahan senja dari puncak Andong sudah tak bisa lagi dijelaskan dengan kata-kata. Mereka seperti telentang di atas kapas-kapas berona jingga. Awan yang selama ini harus dilihat dengan cara mendongak kini berhamburan di hadapan mereka.
Deven sibuk mengasisteni Sam yang tengah memotret Kak James dari berbagai sisi. Bagi mereka tak masalah harus mengambil foto sebanyak apapun, asalkan nantinya Kak James mau memotret mereka lebih banyak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS [End]
Fanfiction"Nggak ada benar atau salah perihal mencintai. Tapi, kalau menurutmu kita memulainya dengan cara yang salah, ayo melanjutkannya dengan cara yang benar." Tak ada yang seindah jatuh cinta di usia remaja. Deven dan Anneth merasakan keindahan itu bersam...