Part 20

652 87 23
                                    

Part 20
.
.
.
When We Doubt Each Other

Now playing ^Should I - Anneth & Zara^

Bagi anak IPA 3, keberadaan Joa dan Sam di kelas mereka merupakan pemandangan baru. Pasalnya setelah berteman selama hampir dua tahun dengan Gogo dkk, baru kali ini mereka duduk di bangku Anneth-Nashwa dengan posisi menghadap belakang.

Tanpa Anneth, mereka tengah membicarakan sesuatu yang semi serius. Tidak terlalu serius, namun tidak bisa dikatakan santai. Friden mendapat tugas berdiri di dekat pintu untuk memastikan Anneth belum kembali dari rooftop.

"Jadi gimana, nih? Dari tadi kagak ada yang bener masukannya," ujar Gogo sambil menatap Sam dan Joa bergantian.

"Lu juga mikir kali Go," kesal Joa.

Di saat yang lain sedang serius berpikir, Deven justru asik membaca buku biologi di sebelah Charisa.

"Deven, lo juga mikir dong. Ini kan buat Anneth."

"Lha terus kenapa kalau buat Anneth?" timpal Deven tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.

Karena kesal, Charisa menarik buku bersampul tebal itu dan menutupnya hingga berdebum.

"Ven!"

Deven terkekeh lalu menarik rambut Charisa yang hari ini dikuncir kuda, "Iya ah, selow dong. Jadi gimana?"

"Jadi apaan? Mikir dulu baru bisa jadi!" sungut Charisa yang kesal karena ikat rambutnya jadi merosot karena ulah Deven, "Au ah. Gue mau ke toilet benerin rambut."

"Mau dianter nggak?" teriak Deven pada Charisa yang sudah di luar kelas.

"Nggak!"

Friden menatap cemburu pada dua orang yang duduk bersebelahan selama hampir satu semester ini. Meskipun tempat di hati Deven sudah terisi oleh Anneth, namun tetap saja kedekatannya dengan Charisa cukup berlebihan.

"Dev, lo ada ide nggak buat surprise birthday nya Anneth? Sweet seventeen lhoh, Dev. Masa lo ngga mau nyumbangin ide?" pancing Joa karena menurutnya Deven terlalu santai, lain dengan Anneth ketika Deven berulang tahun beberapa bulan lalu.

"Gue serahin ke lo aja, Jo," jawab Deven sebelum kembali membuka bukunya.

"Ini anak dasar, ya!" gerutu Joa yang nyaris menjambak rambut Deven seandainya tidak ditahan oleh Sam.

"Atau mau lo prank aja, Ven?" usul Gogo, "kemarin kan lo udah diprank tuh."

Mendengar usul Gogo, Deven langsung menutup bukunya tanpa diminta. Laki-laki itu menggeleng tanda tak setuju.

"Nggak-nggak. Lo nggak tahu gimana rasanya diprank. Gue nggak mau Anneth jadi galau atau sedih cuma gegara begituan."

"Yaelah, bentar doang, Ven. Lagian nantinya Anneth juga seneng lagi kok," Nashwa ikut angkat bicara.

"Nggak. Pokoknya gue nggak mau ada prank-prankan. Kalau Anneth sampai nangis gimana? Dia kan orangnya gampang nangis, Wa."

Oke, tidak ada prank jika Deven sudah sengotot itu. Sam paham apa yang dimaksud Deven. Pasalnya ia menyaksikan sendiri betapa kacaunya Deven saat dikerjai oleh Anneth waktu itu.

"Ya udah, kalau gitu ajak Anneth ke suatu tempat yang udah kita siapin sebelumnya. Atau kita serbu Anneth malem-malem ke apartemen," putus Joa yang sedikit kesal dengan keputusan Deven. Rupanya hanya Sam yang berada di pihak Deven.

"Primitif," lanjutnya.

Deven mendengus, "Ya udah, terserah kalau kalian mau prank. Gue nggak ikut-ikutan."

MELLIFLUOUS [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang