Part 26

542 81 16
                                    

Part 26
.
.
.
What Can I Do without You?

Now playing ^My Heart - Deven ft. Anneth^

Hujan telah reda. Awan mendung mulai menyingkir perlahan-lahan. Jalanan basah dan langit kekuningan menjadi saksi betapa bahagianya dua manusia yang tengah berboncengan itu. Seolah tak ingin dilepas, Deven menggenggam erat tangan Anneth sementara yang digenggam menyandarkan kepala di punggung Deven sembari menatap langit sore.

"Kamu keberatan kalau aku jadi yang pertama, Ann?"

"Justru aku nggak mau kalau bukan kamu, Dev."

"Tunggu ya."

Caranya menatap, senyum cantik, dan anggukan malu-malu gadis itu tak pernah bisa pergi dari ingatan Deven biarpun telah berulang kali ditepis.

Untuk kesekian kalinya Deven melirik spion dan menemukan mata jernih itu merefleksilan keindahan langit sore. Biar rambut panjangnya tersibak berantakan, Anneth seolah tak terusik dan tetap pada aktivitasnya menatap langit.

"Kenapa sih lihat ke atas terus? Padahal di sini ada yang nggak kalah indah," goda Deven. Anneth terkekeh lalu turut menatap spion sehingga pandangan mereka bertubrukan.

"Mau cemburu juga sama langit? Tau nggak dari tadi aku diem ngapain?"

Deven menggeleng kemudian mengeratkan genggamannya, "Ngapain?"

Alih-alih menjawab, Anneth justru menjawab dan menggumam pelan jika ia menyukai aroma parfum Deven. Aroma coklat yang manis. Anneth tak mungki berterus terang jika sejak tadi dirinya berusaha menghirup wangi itu dan menikmatinya.

"Dev?"

"Iya, Ann?"

"Lagi seneng, ya?"

"Nggak usah ditanya."

"Tapi jangan berlebihan, oke?"

"Kenapa?"

"Dulu sewaktu kecil aku selalu kena marah tiap kali ketawa berlebihan. Kata mami, kalau aku ketawa berlebihan nantinya aku bisa nangis. Aku suka ngeyel, eh, taunya beneran. Kalau siangnya aku kelewat seneng pasti malemnya ada aja yang bikin nangis."

Deven mengernyit heran. Bukankah Anneth terdengar seperti tengah memperingatkannya agar tidak terlalu bahagia karena bahagia yang berlebihan hanya akan berujung pada kesedihan?

"Mitos, Ann. Masa mau bahagia nggak boleh?"

Anneth mencubit gemas pipi Deven yang konon pernah sebulat klepon itu, "Iya boleh, Deven ... Bahagia sepuasmu."

"Makanya jangan ke mana-mana kalau mau aku bahagia."

"Iyaaa," teriak Anneth di telinga Deven sebelum laki-laki itu terkekeh dan mempercepat laju motornya.

Sebenarnya mereka tak hanya iseng berkendara untuk menikmati sore hari di pinggiran Jakarta, tetapi sekaligus ingin pergi ke rumah Joa. Namun dirasa masih terlalu awal untuk menghadiri undangan jam tujuh malam, Deven berinisiatif mengajak Anneth berjalan-jalan, menghirup aroma petrichor yang beradu dengan asap kendaraan.

🎧🎧

"Mau kemana kamu?" Suara bernada dingin itu menghentikan langkah Sam ketika melintas di ruang tengah.

Laki-laki berkulit putih itu segera menundukkan kepala mendapati papanya tengah duduk sambil memangku kaki di sofa.

"Ke rumah Joa," jawab Sam hati-hati.

MELLIFLUOUS [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang