Part 44

494 66 36
                                    

Hai! Udah pada pergi, ya? Atau masih di sini?

Part 44
.
.
.
It's too Hard to Reach You

Now playing ^Can We Kiss Forever - Kina^

Di dunia ini, akan selalu banyak hal tak terduga yang terjadi. Banyak hal yang berjalan tak sesuai ekspetasi. Atau, usaha dan hasil yang ternyata saling mengkhianati. Seperti kedatangan Deven ke LA yang seharusnya menjadi hal manis bagi Anneth setelah satu tahun tak bertemu. Siapa sangka terkaan Deven selama ini justru harus berakhir dengan skenario lain, alur lain, dan mungkin ... ending lain?

Deven melipat baju-bajunya dengan cepat dan memasukkannya asal ke dalam koper. Senyum tipis ketika menerima telepon dari Kak Amel tak mampu mengelabuhi mata kuyunya. Semalaman Deven tak bisa tidur. Malam terakhirnya di LA ia habiskan untuk memikirkan dua hal yang harus ia pilih salah satunya. Bertahan dan berjuang atau menyerah dan pulang.

Sekarang sudah pukul dua siang. Seharusnya Deven sudah tiba di bandara karena–ya, Deven memilih pulang. Namun karena satu dan lain hal, akhirnya ia sedikit terlambat.

"Iya Kak, udah. Please, jangan tambah lagi. Hm, oke. Udah ya? Dah."

Deven memutus sambungan dan melempar ponselnya ke tempat tidur yang telah rapi.

Laki-laki dengan sweater kuning itu menutup koper setelah masuknya pakaian terakhir. Terdengar hembusan berat sebelum ia berjalan menuju jendela dan menyibak tirai.

Jalanan LA yang ramai ini mungkin tak akan pernah Deven lihat lagi. Kota yang terlalu menyebalkan untuk dikunjungi lagi. Kota ini telah mengubah Anneth dan membuat apa yang selama ini mereka perjuangkan menjadi sia-sia. Hubungan yang berawal dari short movie itu benar-benar berujung sia-sia.

Deven memasukkan dua tangannya ke dalam saku celana lalu meraup oksigen sekali lagi. Berat, namun ia harus segera melupakan semuanya.

Semua.

Sepenggal kisah remajanya, juga Anneth, lawan mainnya.

Ketika Deven berniat memandang jalanan untuk beberapa menit ke depan, suara ponselnya kembali mengacau. Ia menoleh dan membaca nama yang tertera di layar ponsel dari tempatnya berdiri. Tak sulit karena jaraknya dengan ranjang hanya tiga langkah.

Anneth

Untuk beberapa lama, Deven hanya memandangi ponselnya hingga gadis itu mengulang panggilan hingga tiga kali. Di panggilan keempat, akhirnya Deven mendekat dan mengangkatnya.

Masih dengan satu tangan di saku, Deven mendengarkan suara Anneth yang terdengar gelisah.

"Deven, aku minta maaf. Kemarin aku emosi. Maafin aku. Aku kosongin jadwal hari ini. Aku ke hotelmu, ya?"

"Dev? Deven? Halo?"

"Nggak usah ke sini, Ann."

"Kenapa? Ini aku tinggal berangkat kok."

Deven memejamkan mata lalu melenguh pelan.

"Aku udah di bandara."

Hening.

"Bohong."

"Aku nggak maksa kamu untuk percaya. Aku udah maafin kamu, Ann. Aku juga minta maaf. Kita harus saling memaafkan supaya setelah ini bisa melanjutkan hidup masing-masing. Maaf udah sempet jadi kerikil di jalanmu. Dan, maaf juga sempet jadi penghambat mimpimu. Kosong-kosong, oke?" ucap Deven panjang lebar yang diakhiri dengan kekehan hambar di akhir yang sama sekali tak terdengar lucu di telinga Anneth.

MELLIFLUOUS [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang