Part 47
.
.
.
You Haven't Left My HeartNow playing ^Make You Feel My Love - Shane Filan^
Anneth bergelung di bawah selimutnya, terdiam sejenak, lalu kembali mengubah posisi. Pukul dua siang, namun gadis itu sama sekali belum bisa memejamkan mata. Padahal satu jam lagi ia harus ke luar kota. Biasanya mami akan meminta putrinya beristirahat minimal dua jam sebelum bepergian. Rasanya begitu gelisah, dada Anneth selalu berdesir hingga menimbulkan nyeri yang hanya bisa dirasakan ketika benar-benar ingin dirasakan.Gadis dengan bulu mata lentik itu mengucek matanya lalu beranjak menuju nakas untuk menuang air dari botol dan mmeminumnya. Ia memutuskan untuk tidak akan beristirahat kali ini. Perasaannya tak tenang. Mendadak ia ingin tahu kabar keluarga di rumah.
Anneth segera mengambil ponselnya dan mencari kontak papi. Setelah panggilan terhubung, Anneth langsung menanyakan kabar sekaligus menceritakan kegelisahannya. Namun keluarga di Indonesia berulang kali meyakinkan bahwa mereka baik-baik saja. Anneth sempat tak percaya dan mendesak papinya untuk berkata jujur, namun tetap saja pria paruh baya itu mengatakan bahwa tidak ada yang terjadi. Yang ada papi Anneth justru kesal karena putrinya mengganggu waktu tidur orang-orang rumah. Anneth meringis. Ia lupa bahwa di Jakarta masih dini hari.
Akhirnya Anneth memutus sambungan. Ponsel di tangannya hendak ia simpan kembali, namun urung lantaran mendapati benda pipih itu kembali menyala.
Joa is calling...
Anneth mengernyit. Jika memang di sana masih malam, kenapa Joa masih terjaga? Anneth juga sedikit terkejut mengetahui Joa masih mau meneleponnya setelah berminggu-minggu ia abaikan karena sibuk.
"Hallo Jo?"
"Anneth."
"Ya?"
Tut
"Jo?"
Sambungan terputus. Anneth kembali dibuat bingung. Apalagi ia sempat mendengar suara isakan selama panggilan lima detik itu berlangsung. Sebenarnya ada apa? Siapa yang menangis? Tiba-tiba perasaan Anneth tak karuan.
Gadis itu mencoba menghubungi balik si penelepon, namun nihil. Joa tak mengangkatnya.
Kenapa Jo? Kok gue denger suara orang nangis. Lo baik-baik aja, kan?
Pesan dari Anneth terkirim, namun Joa tak kunjung membukanya. Anneth bergerak-gerak gelisah. Ia mulai menerori teman-temannya yang lain, membuat mereka ternganga-nganga karena untuk pertama kalinya seorang Anneth menghubungi mereka lebih dulu.
Sayangnya dari sekian banyak teman yang Anneth teror, semua kompak mengatakan bahwa everything is oke. Tinggal satu nomor terkahir yang belum Anneth hubungi. Anneth sempat ragu, namun ia harus tahu apa yang terjadi. Pasti semua ini ada kaitannya dengan perasaannya yang tiba-tiba cemas.
Dan, berhasil. Nomor laki-laki itu berdering.
"Anneth, ayo siap-siap! Leo sama Shane udah nunggu di luar."
Batal sudah rencana Anneth menghubungi Deven. Mami Anneth datang di waktu yang tidak tepat.
"Shane?"
"Iya, katanya dia mau nganterin. Ayo cepet siap-siap! Mami pikir kamu udah beres."
"Iya, Mi."
Anneth menyambar handuknya dan melangkah menuju kamar mandi. Namun belum sampai di ambang pintu, gadis itu kembali berbalik.
"Mm, Mi..." tutur Anneth takut-takut.
"Kenapa?"
"Tolong hubungi Deven buat Anneth, ya?"
Ucapan putri sulungnya membuat mata mami Anneth membola. "Buat apa, sayang?"
"Tanyain kabar dia."
Mami Anneth mendengus kasar. "Masih? Setelah dia ninggalin kamu, masih aja?"
Anneth menggeleng cepat.
"Bukan gitu, Mi. Anneth cuma pengen tahu keadaan Deven. Perasaan Anneth nggak enak. Lagipula Mami yang ngomong. Anneth cuma pengen tahu hasil akhirnya aja. Please, Mi."
Jika Anneth sudah memohon, maka urusannya akan panjang. Oleh karena itu, mau tidak mau mami Anneth mengangguk. Namun setelah putrinya masuk ke kamar mandi, wanita itu tak benar-benar menghubungi Deven. Ia hanya mengatakan pada Anneth bahwa mantan pacarnya baik-baik saja. Akhirnya Anneth bisa bernapas lega, meski tak dipungkiri desir di dadanya belum juga berakhir.
🎧🎧
Joa telah berganti pakaian. Tak ada lagi noda darah Deven, namun rasa cemas untuk laki-laki itu masih ada. Kak Amel langsung datang begitu dihubungi dan kini tengah terisak di dekapan kekasihnya. Kakak perempuan Deven itu menangis setelah dokter yang sudah pergi tiba-tiba datang lagi dengan jumlah perawat yang lebih banyak.
Pendarahan saluran pencernaan. Sebelum melihat sendiri bagaimana Deven memuntahkan begitu banyak darah dan terkulai di depan matanya, Joa menganggap sepele penyakit semacam itu. Ia benar-benar tak menyangka seorang Deven yang masih bisa cengengesan ketika kecelakaan motor justru dibuat bertekuk lutut dengan penyakit semacam ini.
Tadi Deven sempat dipindahkan ke ruang rawat, namun belum ada lima belas menit, tiba-tiba dokter menginstruksikan untuk memindahkan lagi Deven ke ICU. Ya, Deven masih di ambang hidup dan mati. Laki-laki yang biasanya tersenyum ceria itu tak kunjung terbebas dari masa kritis.
Joa ingin mengabari teman-temannya, namun ia tak lupa bahwa Deven melarangnya untuk memberi tahu siapapun. Jika ada yang ingin sekali Joa hubungi sebagai pengecualian atas permintaan Deven, maka orang itu adalah Anneth. Ya, gadis yang masih berada di negeri Paman Sam itu yang terus terlintas di benak Joa. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Joa mengetikkan nama Anneth di pencarian kontaknya.
"Hallo Jo?"
Joa menggigit bibir bawahnya, bingung bagaimana mengatakan kondisi Deven pada mantak kekasih laki-laki itu yang Joa yakini masih menyimpan perasaan.
"Anneth."
"Ya?"
Tiiiiiitttttttt
Joa sudah membuka mulutnya ketika tiba-tiba elektrokardiogram dari ruangan Deven melengking nyaring. Joa refleks memutus sambungan.
"DEVEEENNN!!!"
Raungan Kak Amel yang tiba-tiba tersungkur ke lantai membuat Joa menggelengkan kepalanya berkali-kali, berusaha menepis pikiran buruknya.
"Nggak nggak. Nggak Deven, nggak!" racau Joa sambil mendekat ke pintu ruangan tempat temannya berjuang mempertahankan hidup.
"Nggak Deven, nggak boleh! Lo nggak boleh!"
🎧🎧🎧
Author's note:
Hai, tiba-tiba aku pengen up. Berhubung part ini aku tulis dadakan banget, jadi segini dulu ya. Cuma 800 an kata, tapi aku jamin part ini bikin kalian ... ya itulah. Isi sendiri wkwk
Oke, aku tau part ini mungkin nggak ngefeel atau cara pembawaanku sangat-sangat kurang, tapi please, tetap vote ya. Sedih lihat vote makin berkurang😌
Jangan lupa komen sebanyak-banyaknya kalau pengen aku next. Karena jujur, aku kehilangan mood untuk nulis cerita ini. So, kasih aku semangat ya.
Cheers,
Del.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS [End]
Fanfiction"Nggak ada benar atau salah perihal mencintai. Tapi, kalau menurutmu kita memulainya dengan cara yang salah, ayo melanjutkannya dengan cara yang benar." Tak ada yang seindah jatuh cinta di usia remaja. Deven dan Anneth merasakan keindahan itu bersam...