Part 23

562 83 12
                                    

Part 23
.
.
.
I am a Spiderboy

Now playing ^Bukan Sekedar Kata - The Overtunes^

Satu yang melekat pada ingatan Deven hingga saat ini, yaitu senyum Anneth yang berkali-kali lebih manis ketika gadis itu menghampirinya di basement tadi. Deven tahu persis apa pemicunya. Kolaborasi Anneth dengan Kak Marsha membawa dampak yang luar biasa baik bagi gadis itu. Dalam sekejap pengikut Anneth di instagram melonjak drastis menjadi puluhan ribu.

Seolah bongkahan emas yang selama ini terkubur, Anneth benar-benar menjadi incaran banyak produser. Namun ia tetap pada pendiriannya untuk tidak melepaskan diri dari Joa. Bagaimanapun Joa dan Sam adalah tempatnya merintis sejak awal.

"Neth, sepuluh menit lagi masuk," Deven tersenyum karena suaranya berhasil membuyarkan khayalan Anneth. Ia bisa melihatnya dari kaca spion.

Gadis berlesung pipit itu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya dan kelabakan seketika.

"Buruan, Dev! Kita masih jauh."

Deven mengangguk, "aku kasih penawaran. Peluk atau telat?"

Anneth terkekeh,"Telaaatt!" teriaknya namun dengan lengan yang segera melingkar di perut Deven.

"Okeee!" teriak Deven sambil menarik gasnya. Ninja merah itu melesat cepat membuat keduanya tertawa bersama-sama.

Deven pernah mendengar istilah jika seseorang jatuh cinta, maka impian orang yang dicintai adalah impiannya juga. Laki-laki itu tak menampik. Ia bahkan lupa sejak kapan mulai memprioritaskan impian Anneth di atas segalanya. Satu hal yang Deven yakini, kebahagiaan Anneth adalah kebahagiaan Deven juga. Ia siap menjadi saksi bagi kesuksesan Anneth, dalam waktu dekat atau waktu yang tak pernah diduga.

Keduanya tiba di depan gerbang sedetik setelah besi berumur puluhan tahun tertutup. Ternyata secepat apapun Deven melajukan si merahnya, mereka tetap terlambat. Anneth telah terserang panik ketika Deven tengah memutar otak. Satpam Arpegio punya pendirian sekuat baja untuk sekadar dirayu atau diiming-imingi sebungkus rokok.

"Neth, aku tahu," cetus Deven.

Ia segera memutar arah motornya dan melaju menjauhi gerbang.

"Dev, kita mau kemana? Jangan bilang mau bolos? Nggak, nggak mau. Aku bisa rayu pak satpamnya, kok Ayo balik lagi. Deven ... balik lagi," rengek Anneth sambil memukul-mukul pundak Deven. Namun Deven seakan menulikan pendengarannya dan mengabaikan Anneth.

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di tempat yang tak asing bagi Anneth. Sebuah warung kecil yang sering dijadikan tempat tongkrongan oleh anak-anak nakal Arpegio. Anneth membeliak. Ia benar-benar akan marah dan mendiamkan Deven selama satu tahun jika ia mengajaknya membolos di tongkrongan yang penuh asap rokok itu.

"Turun dulu, Neth!"

Anneth bergeming. Ia hanya menyilangkan tangannya di depan dada dan menatap ke arah lain tanpa mau turun dari motor.

"Anneth, ayo turun!"

"Nggak mau ih, jangan dipaksa!" kesal Anneth, "aku nggak nyangka kamu ajakin aku bolos, Dev. Balik atau aku marah?"

Ancaman Anneth membuat Deven terkekeh geli.

"Siapa juga yang mau ajak kamu bolos? Aku cuma mau nitip motor habis itu kita tetep sekolah."

Anneth mengernyit, "gimana caranya?"

"Tuh!" Deven menunjuk tumpukan balok kayu di dekat dinding pagar sekolah mereka.

Ya, warung tongkrongan itu memang berada di belakang Arpegio yang berdekatan dengan pagar halaman belakangnya.

"Kamu mau kita masuk diem-diem?" lirih Anneth.

MELLIFLUOUS [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang