MELLIFLUOUS [End]

Part 13

Part 13
.
.
.
Strong Girl Charisa

Now playing - ^Stand by You - Rachel Platten^

Sore ini Deven memulai latihan basket pertamanya. Selama ini pemain basket Arpegio selalu dibagi menjadi tiga tim. Dua tim laki-laki dan satu tim perempuan. Deven dan Friden berada di tim yang sama, yaitu tim Agler, sedangkan Sam berada di tim Brady. Kedua tim itu baru akan mencari kaptennya sore ini.

Sementara tim perempuan yang menyebut diri mereka tim Sera telah menemukan kaptennya. Deven sempat terkejut begitu melihat nama punggung Faith di kaos yang dikenakan gadis berkuncir kuda itu. Ya, Charisa. Deven tak menyangka gadis itu bermain sangat baik.

"Ucha, kamu jadi wasit," Pelatih memberi perintah pada Charisa yang tengah duduk di tepi lapangan bersama yang lain.

"Kok saya, Kak?"

Bukan hanya Charisa, namun Agler dan Brady yang akan segera bertanding juga terkejut dengan apa yang diucapkan oleh coach Rizky. Mereka kira pelatih 25 tahun itu akan menjadi wasit secara langsung.

"Saya harus melihat orang-perorangan dari Agler dan Brady. Saya mengawasi dari atas. Kamu yang jadi wasit," jelas coach Rizky.

Akhirnya mau tak mau Charisa menjadi wasit. Di momen-momen seperti ini, ia selalu merasa tak enak dengan Maisha. Temannya yang ambisius itu kerap tertangkap basah tengah menunjukkan ekspresi kesal ketika coach Rizky lebih sering meminta ini-itu pada Charisa.

Pertarungan antara Agler dan Brady dimulai. Pertandingan basket itu tetap berlangsung seru meskipun tanpa penonton. Di babak pertama, Deven banyak membantu timnya dalam mengarahkan dan mengatur strategi. Tak heran jika di tiga babak berikutnya Agler sangat bergantung pada Deven, bahkan Friden sekalipun.

Prittttt

Charisa meniup pluit tanda pertandingan usai. Seperti yang coach Rizky duga, Agler keluar sebagai pemenang. Kendati begitu, Brady sama sekali tak merasa kesal. Mereka hanya terpaut tiga poin dan sama-sama membawa nama Arpegio.

"Sejak awal pertandingan, saya sudah punya satu nama untuk tim Agler. Siapa yang mau bermain tebak-tebakan?"

Friden mengangkat tangan, "Deven."

Coach Rizky tertawa dan melemparkan sebotol minuman ion pada Friden. Anak lama pasti tahu maksud dari coach Rizky. Pria itu selalu memberi hadiah kecil untuk muridnya yang berhasil menjawab tebakan.

Anak-anak basket yang lain lantas bertepuk tangan dan memberi selamat pada Deven. Deven tak terkejut. Pasalnya ia juga seorang kapten di sekolah lama. Basket adalah hobi kedua Deven setelah bermain musik.

"Buat Brady," Coach Rizky beralih pada Sam dan kawan-kawan, "besok tanding ulang. Saya belum tahu siapa yang harus jadi kapten."

Latihan perdana sore ini selesai. Anak-anak basket atau yang dikenal sebagai Abas oleh anak-anak Arpegio mulai meninggalkan lapangan untuk berganti pakaian.

Charisa selesai menukar pakaiannya dengan seragam dongker-marun khas Arpegio dan sekarang telah bersiap untuk pulang.

"Cha, kita duluan, ya?"

"Oke, hati-hati ya girls."

Teman-teman Charisa yang telah dijemput pulang lebih dulu meninggalkan Charisa sendirian di ruang loker. Gadis itu baru akan menghubungi supirnya ketika tiba-tiba Maisha dan tiga orang temannya yang bukan anak basket menghampiri Charisa.

"Ini, kan, Sha? Ini kan cewek yang udah kita peringatin minggu lalu? Masih ngelunjak ternyata," ujar gadis berambut curly yang sering mereka panggil Be (dibaca bi).