Part 14
.
.
.
Simple HugsNow playing ^I Love You 3000 - Stephanie Poetri^
Seharusnya hari libur menjadi waktu bagi Anneth untuk keluar melepas penat setelah sepekan lebih berkutat dengan kegiatan sekolah. Sayangnya tanggal merah ini Anneth harus terjebak di rumah karena semua temannya seakan punya urusan masing-masing. Joa dan Sam lagi-lagi berburu tempat untuk mengisi feed instagram, sedangkan yang lain entah kemana.
Anneth berulang kali membuka tirai balkonnya, mencoba mengintip aktivitas di jendela seberang. Namun percuma, sebab tirai kamar Deven selalu tertutup rapat sejak pagi. Hati kecilnya terus berbisik agar menghubungi laki-laki itu, namun gengsi memenangkan segalanya. Belum lagi pertemuan mereka setelah sekian lama membuat Anneth sedikit emosional dan agresif. Tetap saja ia harus menjaga image.
Akhirnya Anneth memutuskan keluar kamar dan menikmati aroma kue yang sedang dipanggang dari depan televisi. Beruntung televisi banyak menayangkan acara kartun di hari minggu. Anneth tak perlu berkali-kali memindah channel untuk menghindari sinetron dan ftv.
"Kak, satu bulan ke depan nggak ada acara sekolah, kan?" mami Anneth bertanya sambil sibuk mengeluarkan kue dari pemanggang.
"Enggak, Mi. Kenapa?"
"Mami udah jadwal ulang les vokal kamu jadi setiap hari mulai besok. Bulan depan Mami mau daftarin kamu kontes nyanyi. Ajang tahunan di TV itu lhoh."
Respon Anneth tak terduga. Ia membuang dengan kesal remot televisi ke sembarang arah.
"Mami bahkan nggak tanya dulu Anneth mau atau enggak."
"Kak..." suara sibuk khas orang membuat kue tiba-tiba terhenti. Sebagai gantinya, Anneth mendengar helaan panjang dari bibir maminya.
"Mami selalu rencanain apapun tanpa sepengetahuan Anneth. Kalau emang apa yang Mami lakuin buat masa depan Anneth, seenggaknya libatin Anneth dong Mi. Ini masa depan Anneth atau keinginan Mami, sih?" Anneth masih berusaha sabar dan tak menaikkan nada bicaranya sama sekali.
"Lhoh, setahu Mami sepulang dari Lombok kamu bilang bersedia jadi penyanyi. Harusnya kamu berterima kasih, Kak. Kamu tinggal menjalankan tanpa perlu repot-repot ngatur banyak hal. Jadi Mami nggak gampang, lho, Kak."
"I know, Mam. Tapi apa Anneth nggak berhak untuk menentukan langkah Anneth sendiri?"
"Kamu bisa apa, Neth?" Mami Anneth mulai meninggalkan panggilan 'Kak' yang sejak tadi ia pertahankan, "kamu cuma remaja 15 tahun."
"Sekarang Anneth ngerti. Anneth akan selalu jadi remaja 15 tahun di mata Mami. Mami bahkan lupa Anneth udah 16 tahun dan tahun ini 17. Mami selalu lihat Anneth sebagai anak kecil yang nggak bisa apa-apa."
Mata jernih Anneth mulai menggenang. Ia lelah harus memperdebatkan hal yang sama selama bertahun-tahun. Ia lelah tak pernah dibiarkan berjalan di atas kaki sendiri.
"Tapi itu faktanya, Neth. Kamu emang belum bisa apa-apa. Kamu belum ngerti apapun."
"Stop doing that to me, Mam. Anneth pengen berhasil dengan cara yang Anneth tentukan sendiri."
Anneth memakai sandal bulunya asal dan keluar meninggalkan apartemen. Tak dihiraukannya panggilan wanita yang telah merawatnya selama 16 tahun itu. Anneth hanya tak ingin menangis di depan maminya dan membuat maminya merasa menang. Anneth benci jadi cengeng. Itu hanya membuat dirinya semakin terlihat tak berdaya.
Anneth terus berjalan sambil menunduk tanpa mempedulikan berapa orang yang memandangnya dengan tatapan bertanya-tanya saat berpapasan di lorong gedung.
![](https://img.wattpad.com/cover/256014935-288-k282983.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS [End]
Fanfiction"Nggak ada benar atau salah perihal mencintai. Tapi, kalau menurutmu kita memulainya dengan cara yang salah, ayo melanjutkannya dengan cara yang benar." Tak ada yang seindah jatuh cinta di usia remaja. Deven dan Anneth merasakan keindahan itu bersam...