Part 52

664 67 48
                                        

Part 52
.
.
.
Let it Go

Gantungan kunci berbentuk gitar hitam itu digenggam Anneth begitu erat. Ia mendapatkannya beberapa saat sebelum menuju LAX. Melihatnya membuat Anneth teringat akan Deven yang menggunakan gitar hitamnya untuk membuat The Greatest Magic. Sudah lama Anneth tak mendengar lagunya sendiri. Tak peduli betapa buruk hubungan mereka sebelum akhirnya berakhir, Anneth telah menyingkirkan segala ketakutan untuk bisa berdiri di tempat ini. Unit 402 yang pintunya tidak tertutup sempurna. Entah Deven atau Kak Amel yang ceroboh, namun celah itu menguntungkan Anneth untuk diam-diam masuk dan memberi kejutan.

Jika di apartemen lama, Anneth akan disambut dengan lorong dengan jajaran lukisan beraliran kubisme, apartemen baru Deven diisi dengan vas-vas keramik di sudut-sudutnya. Biarpun berada di tempat yang berbeda, Anneth masih dapat mencium aroma coklat khas Deven.

"Kenapa?"

Langkah Anneth refleks terhenti begitu mendengar suara perempuan di apartemen itu. Semula Anneth ingin berpositif thinking bahwa Amel yang berbicara, namun mustahil. Ia baru saja bertemu Amel di parkiran. Lalu, siapa yang bertamu sepagi ini?

Anneth kembali melangkahkan kakinya dengan hati-hati. Setidaknya ia tak ingin mengganggu jika Deven tengah menerima tamu. Tiba di ujung lorong, Anneth disambut pemandangan dapur dengan dua orang yang tengah berbicara serius. Anneth kembali melangkah mundur dan bersembunyi di balik dinding.

Joa? Kenapa ada Joa?

Perasaan Anneth tak keruan. Ia menjadi gelisah tanpa alasan.

"Gue nggak yakin, tapi lo ngerasa nggak kalau kedekatan kita ini aneh?"

"Maksudnya?"

"Gue belum pernah sedekat ini sama teman cewek. Selain Anneth ya, karena sejak awal gue nggak pernah nganggap dia teman. Sama dia, gue pure kenalan karena pengen jadiin pacar."

Anneth hanya bisa memejamkan mata. Seakan tiba-tiba ia dianugerahi kemampuan untuk menerka apa yang akan terjadi di masa depan. Anneth tak sebodoh itu untuk tidak mengerti arah pembicaraan Deven.

"T-terus?"

"Lo nyaman nggak sama gue?"

Jika bisa, detik ini juga Anneth ingin Tuhan mengambil pendengarannya untuk sementara waktu.

Jangan dengerin, Neth. Jangan dengerin.

Sekeras apapun Anneth memejamkan mata dan menutup kedua telinganya. Bayang-bayang Deven yang menatap Joa begitu lekat dan betapa lembut laki-laki itu berkata tak bisa enyah dari dalam diri Anneth. Harus berapa kali lagi Anneth mendapati hatinya remuk? Apakah belum cukup segala sakit yang selama ini diberikan untuknya? Apa kesalahan yang Anneth perbuat di masa lalu begitu besar?

"Jawab Jo!"

"Nyaman, Dev."

Deg!

Tuhan, Anneth mau pergi dari sini. Izinin Anneth lari dari sini.

MELLIFLUOUS [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang