6 - Ketauan

57 5 0
                                    

Setelah kejadian di kantin gue mulai berhenti sejenak buat manas-manasin Rafa. Gue gak mau hubungan persaudaraan gue dan Rafa jadi kacau. Padahal gue berniat membantu anak itu supaya bisa lebih berani mengungkapkan perasaannya. Tapi siapa sangka malah memancing kehebohan di sekolah. Hari ini gue pergi ke rumah Rafa dengan motor gue, Dipta adik gue minta dianter bermain ke rumah Tama adiknya Rafa.

Sesampainya disana Mommy menyuruh gue untuk masuk sebentar. Entah kenapa perasaan gue sedikit tidak enak. Apa Mommy akan marah soal gue gangguin gebetannya Rafa? Gue melihat mobil Daddy tidak ada di parkiran, sepertinya Daddy sedang pergi bersama dengan Rafa.

"Abang gimana sekolahnya? Jadi jarang main ke sini sekarang." Kata Mommy membuka pembicaraan. Kami sedang duduk di dapur sambil meminum teh dan makan camilan. Dipta dan Tama sudah sibuk bermain di depan TV. Rumah tampak sepi, Omma dan Oppa Rafa sedang pergi liburan keluar kota.

"Baik Mommy, cuma abang lagi banyak kegiatan Osis makanya jarang main ke sini." Kata gue canggung. Sebenarnya gue takut Mommy akan marah soal gue yang suka ngisengin Rafa. Meskipun tidak sebawel Mama tapi Mommy kalo sudah marah bisa lebih menyeramkan.

Mommy mengangguk paham. "Mommy bingung sama Rafa, tiba-tiba anak itu minta izin bawa motor ke sekolah." Kata Mommy menghela nafasnya pelan.

Pasalnya Rafa jarang meminta hal seperti itu, dan biasanya dia lebih suka diantar jemput karena malas harus macet. Apalagi di keluarga kami memang tidak diperbolehkan membawa kendaraan dibawah umur 17 tahun, meskipun sebelum umurnya kami sudah bisa membawa kendaraan. Tapi itu hanya sebatas komplek saja. Gue aja baru bawa motor beberapa bulan ini setelah ulang tahun gue yang ke 17.

"Kalo Rafa mau ke sekolah naik motor bareng abang aja Mom." Kata gue memberi solusi. Mungkin Rafa malas harus menunggu macet.

"Udah Mommy bilang, tapi Rafa gak mau katanya Abang kan banyak kegiatannya nanti dia harus nunggu lama." Keluh Mommy menghadapi anak bujangnya itu.

Gue terdiam memikirkan alasan kenapa Rafa yang biasanya paling males bawa kendaraan tiba-tiba ingin membawa kendaraan sendiri. Tiba-tiba gue teringat dengan kejadian Ines. Berarti gue penyebab utama Rafa ingin bawa motor ke sekolah. Gue jadi merasa bersalah dengan Mommy.

"Apa Rafa lagi puber ya?" Kata Mommy membuat gue yang lagi minum tersedak karena kaget.

Mommy menatap gue dengan tatapan penuh tanya. Belum sempat Mommy bertanya, Dipta dan Tama sudah memanggil. "Mommy, ada temen Ka Yafa di depan." Kata mereka kompak.

Gue dan Mommy menatap kedua anak itu dengan tatapan bingung. Mommy pun bangun dan berjalan keluar untuk melihat siapa yang datang. Karena gue juga penasaran akhirnya gue ikut mengikuti Mommy ke depan. Gue kaget melihat pengharum ruangan alias Naya berdiri di dekat pagar. Naya melihat gue dengan tatapan bingung. "Mati gue." Kata gue pelan.

Mommy menoleh ke arah gue bingung, lalu menghampiri Naya. "Temennya Rafa ya, Rafanya lagi keluar sama Daddy nya. Mau nunggu di dalem?" Kata Mommy ramah.

"Iya tante saya Naya temennya Rafa. Gak usah tante, saya cuma mau ngasih ini aja buat Rafa." Kata Naya memberikan sebuah buku catatan kepada Mommy.

"Oh gitu, mau masuk dulu?" Tanya Mommy.

"Gak usah tante, saya langsung pulang aja." Kata Naya tersenyum ramah.

Mommy mengangguk paham. Gue menghela nafas pelan, sepertinya gue harus menjelaskan situasi ini pada Naya. "Mom, abang anterin Naya pulang dulu ya." Kata gue berpura-pura santai. Mommy menatap gue tak mengerti namun ia tetap mengijinkan gue pergi.

Gue menghidupkan motor lalu mengeluarkannya. Naya menatap gue tak mengerti. "Gak usah Ka, rumah gue masih satu komplek kok." Katanya menolak.

Mommy masih curiga sambil melihat dan menunggu kami pergi dari balik gerbang. "Buruan naik, ada yang perlu gue omongin." Kata gue berbisik pelan. "Mom abang jalan ya, nanti abang balik lagi jemput Dipta." Kata gue tersenyum pada Mommy.

Selebgram Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang