🕊. ―thirty fifth

180 32 7
                                    

Senyuman Seokjin mengembang saat tahu istrinya sudah bisa berdiri sebagaimana biasanya. Dengan manja, dia tumpukan kepala bagian sampingnya ke atas guling, lalu matanya fokus melihat Sojung yang berdiri tepat di sebrang sana.

"Udah nggak sakit, Sayang?" tanya Seokjin dengan nada suara berat, yang menjadi ciri khas Seokjin ketika dia bangun di hari yang baru.

"Buat berdiri, sama jalan beberapa langkah ... it's okay lah ya." Sojung berlagak, tersenyum bak orang sombong di depan suaminya yang masih bergulat manja di atas tempat tidur.

Seokjin terkekeh, namun dia tak segera bangun dari posisinya. Dia justru kembali membuat posisinya kembali tidur, lalu memeluk gulingnya erat.

"Sayang, udah pagi masa mau tidur lagi?" tanya Sojung dengan nada suara lumayan tinggi. Dia memasang wajah dengan ekspresi kesal, tangannya tak lupa ia buat berkacak di pinggang. "Bangun!"

"Lima menit lagi, Jung. Hari ini aku belum mulai ngajar," kata Seokjin.

"Bangun, nggak?" ancam Sojung. "Lima menitnya kamu itu satu jam! Cepet bangun atau kamu nggak dapet jatah sarapan!"

"Nggak, aku beneran. Cuma lima menit," kata Seokjin lagi sambil memejamkan matanya.

"Kamu nggak mau nuntun aku ke bawah? Kamu mau anak kamu nggak sarapan, padahal sebentar lagi dia berangkat sekolah?" tanya Sojung.

Seokjin menghela napas, selanjutnya dia bangun dari posisinya. Dia turun dari kasur dan beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka. "Tunggu ya, Sayang. Lima menit. Aku cuci muka dulu."

Sojung mendengus, saat Seokjin melewatinya menuju kamar mandi. "Harus nunggu aku marah-marah dulu ya, baru mau bangun?"

"Iya, kangen soalnya. Di rumah sakit kemarin 'kan kamu nggak ada marah-marah kayak gini ke aku," jawab Seokjin asal sambil menutup pintu kamar mandinya.

"Eh?" Sojung semakin jengkel. Dia mendengus sekali lagi. "Bener, ya? Hari ini kamu denger, aku bakal marah-marah terus sama kamu!"

"Dari tadi juga kamu udah marah-marah, Sayang!" balas Seokjin dari dalam. Setelahnya, hanya suara gemericik air keran yang terdengar.

"Jangan ngomong terus! Buruan, aku nggak mau nunggu lama-lama!" tekan Sojung pada suaminya di dalam.

"Iya, Cantik!" balas Seokjin setengah berteriak.

― ♡ ―

Sebab belum bisa banyak bergerak dengan bebas, hari ini Sojung hanya menyediakan menu sarapan sederhana. Roti panggang dengan selai coklat untuk Fany, sementara roti panggang dengan selai coklat dia berikan pada suaminya.

Gadis kecil yang lima menit lalu tiba di meja ini sama sekali belum mengeluarkan suaranya. Sojung memerhatikan setiap gerak-gerik gadis itu. Dia hanya menunduk, entah karena takut atau memang dia marah pada Sojung karena semalam sempat ia marahi.

Saat Sojung berdehem, gadis kecil itu langsung mengangkat kepalanya. Dia juga menaruh kedua tangannya di meja, sambil mulutnya pelan-pelan mengeluarkan suara. "Ma, Fany minta maaf," katanya sambil menatap mata Sojung.

Hati Sojung tersentuh tepat saat itu. Dia tersenyum sambil menatap Fany terharu. Selanjutnya, wanita itu menarik Fany―yang duduk di sampingnya―ke dalam pelukannya. "Mama juga minta maaf, ya, kalau semalem terlalu keras sama Fany. Mama kaget, jadinya Mama reflek marah."

Dalam pelukan Ibu sambungnya, Fany tersenyum. Pagi ini dia kembali merasakan pelukan hangat Sojung yang selalu dia suka. "Fany yang salah, Ma. Fany nggak dengerin apa kata Mama. Tapi ... makasih, karena Mama udah mau maafin Fany."

[2] Emotions; Sowjin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang