🕊. ―twenty third

183 29 16
                                    

Ibu Sojung bilang, kalau Wilson punya waktu luang hari ini, tolong ajak Sojung keluar hari ini. Sojung awalnya juga bingung, kenapa Ibunya melakukan hal itu. Namun, Sojung paham juga akhirnya, Ibunya tidak mau dirinya terlalu larut akan suasana hatinya yang kurang baik.

Kemudian berakhir di sini lah mereka. Di salah satu tempat pusat perbelenjaan. Keduanya berjalan beriringan, tapi tak membiarkan jarak terbentang terlalu jauh―atau malah terlalu dekat. Dengan kata lain, masih dalam batas wajar.

"Kok sepi, ya?" Wilson mengeluarkan kalimat basa-basinya. Laki-laki itu sengaja memasukkan tangannya ke saku, karena dia mau menjaga kewibawaannya di depan Sojung―sepertinya.

"Hari rabu, jelas aja sepi," balas Sojung. "Sebenernya kalau ke sini juga, kita nggak tau 'kan harus kemana? Palingan cuma muter-muter doang."

"Siapa yang bilang begitu?" tanya Wilson sambil menaikkan satu alisnya. "Temenin gue makan, yuk? Nanti gue traktir."

"Lo belum makan emangnya?" tanya Sojung.

"Belum. Dari pagi malah gue belum makan," kata Wilson.

"Aduh, kasian banget temen gue," kata Sojung sedikit dengan nada lelucon. "Lo mau makan di mana?" lanjut tanya Sojung.

"Terserah lo. Enaknya makan di mana?" balik tanya Wilson.

Sojung lantas menghentikan langkahnya, keningnya mengerut. "Wilson, yang mau makan 'kan elo. Kenapa jadi terserah gue?"

Wilson menoleh ke belakang, tempat di mana Sojung berhenti. Laki-laki itu juga menghentikan langkahnya sekarang. Sambil menunjukkan tawa kecilnya yang manis, dia berkata, "Pilihan perempuan nggak pernah salah."

Sojung terpaku, pikirannya membeku dengan ekspresi wajah yang hampir setengah senyum. Temannya yang tidak tahu diri itu malah melanjutkan perjalanannya.

Sementara Sojung yang masih diam di tempat akhirnya berkata dan sedikit berdecih, "Bisa-bisanya dia ngomong gitu."

Entah apa maksud Wilson, tapi sepertinya Sojung cukup tersinggung. Dia lantas berjalan dengan langkah besar dan cepat―tidak lari―lalu menyenggol lengan Wilson dengan sengaja.

"Ih, resek banget ni ibu-ibu!" keluh Wilson sambil tertawa.

― ♡  ―

Tak terasa, lupanya waktu berlalu begitu saja. Saat Sojung dan Wilson keluar dari mall lalu sudah duduk di mobil untuk pulang, keduanya baru sadar kalau ini sudah jam sembilan malam.

Mereka berdua benar-benar tidak sadar kalau apa yang mereka lakukan di dalam mall tadi, memakan waktu yang sangat banyak. Wilson pun akhirnya tertawa. Dia bilang, "Kita tadi di dalem tidur nggak sih, Jung? Kok bisa selama ini?"

Melihat temannya menertawai kebodohan mereka, Sojung juga ikut tertawa. "Gue juga nggak tau, kok bisa ya sampe jam sembilan begini."

Wilson menggelengkan tawanya, "Mau gue anter pulang ke rumah Ibu? Atau langsung pulang ke rumah lo?"

"Mobil gue 'kan ada di rumah Ibu, jadi anter aja gue ke rumah Ibu. Nanti baru gue pulang sendiri ke rumah," kata Sojung.

"Takut gue, Jung. Udah malem, masa perempuan pulang sendiri," Wilson menjeda kalimatnya sebentar, "... atau gue buntutin mobil lo dari belakang aja kali ya nanti? Gue jagain, biar nggak ada apa-apa."

"Iya, thanks banget ya, Wil. Gue jadi banyak ngerepotin nih."

"It's okay." Wilson lantas melajukan mobilnya, mengantar Sojung pulang ke rumah Ibunya lalu selanjutnya dia akan mengantar wanita muda itu sampai depan rumahnya.

[2] Emotions; Sowjin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang