🕊. ―twenty fourth

197 32 13
                                    

Ya ... semenjak pertengkaran tadi malam, Sojung kembali menutup dirinya. Dia hanya tersenyum saat Fany sadar bahwa Sojung semalaman ini tidur di sampingnya.

"Mama kenapa? Kok tumben semalem tidur di sini?" tanya Fany. "Lagi marahan sama Papa?"

Sojung spontan menggelengkan kepalanya. "Nggak pa-pa, kok. Mama semalem cuma kangen aja sama Fany, pengen liat terus pengen ngobrol sama Fany sebentar, tapi ternyata Fany udah tidur."

Anak kecil itu lantas membulatkan mulutnya. Setelahnya dia mencium pipi Sojung, memberikan ucapan selamat pagi lalu dia pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih.

Sementara Ibu―sambung―nya, masih belum berpindah posisi. Dia kembali melamun, merenungi penyebab pertengkarannya dengan suaminya tadi malam.

Cukup disayangkan, ternyata Seokjin memiliki sikap pencemburu. Parahnya, Seokjin sampai berburuk sangka pada Wilson, teman lama Sojung. Padahal kalau dipikir-pikir, Wilson itu tulus, baik, jadi tidak mungkin dia sejahat apa yang Seokjin kira.

Kiranya sudah cukup untuk memikirkan sikap Seokjin yang masih belum dewasa, Sojung tak mau dalam-dalam menelan asumsi itu. Dia lantas bangun dari tempat tidurnya, merenggangkan tubuhnya sebentar lalu pergi ke dapur untuk membuat sarapan.

Kalau dipikir-pikir lagi, setelah empat tahun kuliah dan berjuang mati-matian agar bisa lulus jadi sarjana, hasilnya sekarang Sojung hanya menjadi Ibu rumah tangga.

Sebenarnya ada pikiran untuk Sojung melanjutkan karirnya, satu tahun sesudah pernikahannya bersama Seokjin. Tapi rencana yang Sojung buat, saat dia dan Seokjin belum memiliki anak. Namun, ternyata malah sebentar lagi anak Sojung bersama Seokjin akan lahir. Ditambah sikap berlebihan Seokjin semalam, Sojung jadi ragu kalau Seokjin akan mengizinkannya berkarir saat ada bayi di keluarga mereka.

― ♡ ―

Niatnya, Sojung naik ke atas; ke kamarnya, hanya untuk mengambil beberapa barang dan keperluannya. Namun, karena Seokjin, Sojung tak hanya melakukan hal yang ia inginkan.

"Kamu kenapa diem gitu aku ajak ngomong?" tanya Seokjin dengan nada menuntut.

Ya, sebelum ini pria itu memang mengajaknya berbicara. Bertingkah seolah-olah tidak pernah ada pertengkaran yang terjadi di antara mereka. Sayangnya, Sojung tidak menyambut baik hal yang Seokjin lakukan. Dia memilih untuk tetap diam dan tidak menganggap Seokjin sedang berbicara padanya.

"Sojung―"

"Aku capek!" kata Sojung. "Bisa nggak, nggak usah mulai lagi. Jalanin aja apa yang harus kamu lakuin. Jangan ngomong sama aku sebelum kamu perbaiki kesalahan kamu!"

"Kesalahan yang mana lagi?" tanya Seokjin.

Alih-alih mendapatkan jawaban, Seokjin justru langsung ditinggalkan. Pintu kamarnya ditutup ... dan istrinya menghilang seolah ditelan pintu.

Apa sih salah Seokjin? Tidak suka kalau istrinya pergi berduaan dengan laki-laki lain memangnya sebuah kesalahan? Bukan suatu kewajaran?

Memperistri perempuan yang usianya jauh lebih muda, ternyata membuat Seokjin banyak melatih kesabarannya. Sojung tak pernah mau mendengar, tak pernah mau disalahkan.

Tapi semoga, menikahi Sojung bukanlah suatu kesalahan yang Seokjin lakukan ....

― ♡ ―

Ini terlalu cepat untuk Sojung menyesal. Suaminya; Seokjin, mengikuti apa yang dia katakan di kamar tadi. Seokjin sama sekali tak mengajaknya berbicara. Bahkan ... sekadar melihat ke arahnya pun, Seokjin tidak lakukan.

Padahal, mereka sedang berkumpul di meja makan sekarang. Menyantap makanan yang Sojung buat, tapi tidak diiringi obrolan ringan dan canda tawa seperti biasanya.

Sebenarnya lebih tepat kalau dibilang yang tidak melakukan kebiasaan itu hanya Sojung sendiri. Dia diam, sambil sesekali mencuri pandang dan dengar canda tawa yang Seokjin lakukan bersama Fany.

"Fany tau nggak, kalau ada pasien bergejala masuk ICU penyebabnya apa?"

"Kecelakaan?" tebak Fany.

Seokjin menggelengkan kepalanya. Lalu Fany bertanya, dia bilang dia menyerah meski baru menebak satu kali. "Emang apa jawabannya?"

"Rasa rindu," jawab Seokjin.

Fany menelengkan kepalanya karena bingung. "Kok bisa?"

"Bisa dong, 'kan sebagian pasiennya sebelum masuk bilang, 'setelah sekian lama, akhirnya i see you' gitu," kata Seokjin.

Fany tertawa. Tidak salah memang Ayahnya. ICU dengan I See You, dia pikir tidak jauh berbeda cara pengucapannya. "Papa bisa aja!"

Seokjin ikut tertawa sambil mengusak rambut anaknya. Tak lama setelah itu dia mengajak Fany untuk berangkat ke sekolah. Fany lantas berpamitan pada Sojung, sementara Seokjin hanya menatap wanita itu tanpa ekspresi.

Kalau saja Sojung boleh jujur, Sojung sedikit kecewa. Seokjin benar-benar mengabaikannya. Rasa sakit di dadanya, diam-diam dia sembunyikan.

Tapi tak mau terpaku dengan hal itu, Sojung akhirnya berusaha melupakannya. Dia beralih mengambil dan membersihkan bekas-bekas makan suami dan anaknya.

Setelahnya dia lanjut membersihkan rumahnya. Satu jam berjalan, akhirnya Sojung menyelesaikan semua pekerjaannya.

Dia berjalan naik ke atas, menuju kamarnya, untuk beristirahat sebentar. Namun, saat sudah sampai depan kamar, Sojung baru ingat kalau dia lupa melepas apronnya.

Lantas, turunlah dia ke bawah. Nahas, begitu sampai di pijakan anak tangga ketiga, Sojung tergelincir. Dia terkejut, berusaha menahan badannya―meraih besi di pinggiran tangga―agar tidak jatuh sampai bawah. Tapi ternyata, usahanya sia-sia.

Sojung meringis begitu sampai di bawah, matanya berair karena menahan rasa sakit pada perut dan bagian belakangnya. Saat dia berusaha berdiri, saat itu juga dia sadar bahwa dia mengalami pendarahan.

Sebenarnya, Sojung panik, dia takut terjadi apa-apa pada bayinya. Tapi Sojung berusaha untuk tenang. Dia naik lagi ke atas, melupakan tujuannya untuk turun kembali tadi. Pelan-pelan tapi pasti, Sojung masuk ke kamarnya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan darahnya.

― ♡ ―

Seokjin sedang mengajar di kelasnya. Memaparkan dan menjelaskan beberapa materi dari sub-bab buku statistika. Awalnya, Seokjin menghiraukan ponselnya yang bergetar di atas meja lebih dari satu kali itu begitu saja.

Namun, di getaran ketiga, Seokjin meminta izin untuk mengangkat panggilan pada ponselnya karena dia tidak mau lebih lama lagi terganggu.

Saat melihat nama penelfon di layar pop-up adalah istrinya, Seokjin langsung mengangkat ... tadinya akan bilang pada Sojung untuk menghubunginya nanti, satu jam lagi.

Namun, belum sempat Seokjin berbicara begitu. Istrinya lebih dulu bilang, "Aku pendarahan."

Detik itu juga Seokjin merasa jantungnya bergerak dua kali lebih cepat. Darah dalam tubuhnya seolah berdesir lebih deras. Keringat dingin pelan-pelan muncul di dahinya.

"A-aku pulang sekarang. Kamu jangan kemana-mana!"

"Jangan panik, hati-hati di jalan."

Seokjin langsung menutup telfonnya dan membereskan beberapa barangnya. Dia juga langsung berpesan pada mahasiswanya. "Perwakilan satu orang tolong kontak saya nanti, saya akan siapkan kelas pengganti untuk hari ini. Saya ada keperluan yang mendesak, jadi saya tidak bisa melanjutkan kelas hari ini."

Begitu mahasiswa setuju dan mempersilakan Seokjin untuk pergi, pria itu langsung berlari sambil membawa tasnya. Tak peduli bagaimana anggapan mahasiswanya terhadap dirinya, yang memenuhi otaknya sekarang adalah keselamatan Sojung ... juga anak pertamanya.

― ♡ ―

A/N:
IIIIIIHH DEDE BAYINYA😭😭😭😭 AYO GAIS, KITA HARUS KETEMU DI PART 25 SECEPATNYA!!!😭

[2] Emotions; Sowjin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang