🕊. ―tenth

233 32 4
                                    

Terpaksa, Sojung akhirnya menerima segelas jamu pemberian Ibunya. Dia cium aromanya sebentar, namun Ibunya langsung menegurnya. "Kalau minum jamu itu nggak usah cium-cium aromanya!"

Belum sempat mencerna tiap kata yang Ibunya ucapkan, perut Sojung memberikan reaksi. Dia mual-mual. Gelas yang berisi jamu itu lantas diletakkan di meja begitu saja, sementara dia berlari ke belakang.

Seokjin tanpa pikir panjang langsung menyusul Sojung ke belakang. Dia melihat bagaimana Sojung menumpahkan semua isi perutnya di wastafel.

"Nggak suka baunya, ya?" tanya Seokjin ketika Sojung sudah berhasil mengatasi mualnya.

Sojung lantas menggelengkan kepalanya mantap. "Nggak! Aku nggak suka―hoek!"

Sojung mual-mual lagi. Seokjin berinisiatif untuk mengurut tengkuk Sojung. Setidaknya, dia sedikit membantu Sojung mengatasi rasa mualnya.

Ibu Sojung datang dari dalam, dia memberikan Seokjin minyak angin. "Ini nanti diolesin aja ke kepalanya Sojung, atau suruh dia hirup-hirup aromanya biar nggak mual lagi."

Seokjin mengangguk, sambil menerima minyak angin pemberian Ibu mertuanya.

"Nanti kalau emang pusing, langsung istirahat di kamar aja ya, Jung?"

Sojung tak menjawab. Lagi-lagi dia masih sibuk mengatasi rasa mualnya. Sementara Ibunya langsung pergi kembali setelah itu.

Sampai akhirnya saat rasa mual yang Sojung rasa mulai mereda, Seokjin memberikan Sojung minyak angin. Dia juga menyuruh istrinya untuk menghirup aromaterapi yang bersumber dari minyak tersebut.

"Mau ke kamar? Mau aku gendong atau aku tuntun aja?" tanya Seokjin pada istrinya.

Sambil menghirup aromaterapi, Sojung menjawab, "Tuntun aja."

Tubuhnya lantas direngkuh oleh Seokjin. Suaminya mulai menuntunnya berjalan. Pelan-pelan dia dituntun menaiki tangga, hingga akhirnya dia masuk ke dalam kamarnya.

Dengan penuh perhatian dan kasih sayang, Seokjin menyelimuti tubuh Sojung. Dia juga tiduran sembari mendekap istrinya ketika dipinta. Belaian halus di atas kepala dirasakan Sojung dengan hangat.

"Kamu tidur, ya? Aku temenin di sini," ucap Seokjin dengan nada suara beratnya yang selalu dicintai Sojung.

Wanita itu lantas semakin menelusupkan kepalanya di ceruk leher Seokjin. Menghirup aroma wangi tubuh suaminya sebelum akhirnya memejamkan mata dan tidur di dalam pelukan suaminya.

Beberapa menit setelah Sojung terlelap dalam tidurnya. Ponsel Seokjin di atas nakas berdering. Saat dilihat siapa yang menghubunginya, ternyata itu adalah Ibunya. Ibunya menghubunginya lewat panggilan video.

Saat diangkat panggilannya, Seokjin cukup terkejut dan khawatir karena anaknya tiba-tiba berseru dengan semangat. "Papa!"

Dengan nada suara bisik-bisik, Seokjin meminta Fany untuk tidak bersuara begitu keras. "Mama Sojung lagi bobo, Fany. Jangan teriak-teriak, ya?"

Fany di sana mengangguk. "Papa sama Mama lagi di mana?"

"Di rumah Oma. Mama Sojung lagi sakit, sekarang lagi istirahat. Malem ini Fany sama Nenek dulu nggak pa-pa, ya?"

"Iya, nggak pa-pa," kata Fany.

"Yaudah, sekarang Papa tutup dulu telfonnya, ya? Nanti kalau Mama udah selesai istirahatnya baru Papa telfon lagi. Oke, Fan?"

"Oke! Bilangin ke Mama ya, Pa, Fany bilang; cepet sembuh, Mama!" titah Fany.

"Oke!" Seokjin berkata lagi, "Ditutup ya, Fan? Bye bye!"

[2] Emotions; Sowjin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang