Ketika hari baru menyapa, Seokjin membuka matanya. Dia tidak menemukan Sojung di sampingnya. Dia tebak, Sojung sudah turun lebih dulu ke bawah dan membantu Ibunya menyiapkan sarapan.
Maka dari itu Seokjin menghiraukan keberadaan istrinya, dia lantas masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya.
Beberapa menit waktu berselang, Seokjin sudah rapih dan merasa lebih segar setelah mandi. Pintu kamarnya terbuka, Sojung masuk dengan senyuman manis dari sana.
"Eh, suamiku udah bangun. Kirain belum bangun ... baru mau aku bangunin." Sojung berjalan mendekat ke arah Seokjin, memeluk suaminya gemas dan menghirup aroma wangi badan Seokjin. "Duh, wanginya ...."
Saat pelukan mereka merenggang―namun tak terlepas, Seokjin tertawa sambil menatap wajah Sojung. Mereka menyatukan kening mereka, saling menatap dalam satu sama lain.
"Habis ini pulang, yuk?" ajak Seokjin.
Sojung mendadak menghilangkan senyumannya. Dia juga melepas pelukan Seokjin dan menjauhkan tubuhnya dari tubuh Seokjin. "Kamu aja yang pulang, ya? Sendiri ...."
"Loh, kenapa nggak mau ikut pulang sama aku?" tanya Seokjin agak khawatir.
"Aku masih mau di sini lebih lama ...."
"Kalau kamu nggak ikut aku pulang, kita jadi punya jarak. Aku jadi nggak bisa ngawasin kamu, sama calon bayi kita," kata Seokjin melirih.
"Kalau kamu nggak mau kita punya jarak, ya kamu tetep sama aku di sini. Habis pulang ngajar, kamu bisa langsung pulang ke sini, jagain aku sama calon bayi kita," balas Sojung.
"Terus rumah kita gimana? Fany gimana?"
"Kan ada Ibu. Ibu yang jagain rumah kita, jagain anak kamu," kata Sojung. "Tapi aku nggak maksa kamu buat ikut aku tinggal di sini ... ya kalau kamu emang lebih pilih aku dan lebih sayang aku, kamu tetep di sini ... sampe beberapa hari ke depan."
"Kamu tuh sengaja pengen ngehindarin Fany ya, Jung?" tanya Seokjin menyeletuk asal. "Udah nggak sayang lagi kamu sama Fany?"
"Kamu nuduh aku udah nggak sayang sama Fany?" tanya Sojung tajam. "Tuduhan kamu itu nggak berdasar! Kamu nuduh aku yang nggak-nggak kayak gini! Kenapa sih harus pagi-pagi nyari masalahnya?"
"Loh, siapa yang nyari masalah? Aku cuma nanya ... apa salahnya?"
"Jelas-jelas kamu yang cari masalah! Kamu nuduh aku udah nggak sayang sama anak kamu! Aku tuh nggak suka ya, pagi-pagi udah ribut aja kayak gini,"--Sojung memutar badannya, berniat pergi meninggalkan Seokjin--"ngerusak mood aku aja sih kamu mah!"
"Loh, Jung? Tunggu!"
Seokjin berlari menyusul Sojung ke bawah. Saat dia sampai, pertanyaan dari mertuanya yang menjadi sambutan untuk kedatangannya.
"Kenapa sih, berantem kamu sama istri kamu?" tanya Ibu Sojung. "Masalah apa? Pagi-pagi kok udah berantem aja, sih?"
"Sojung tersinggung, Bu. Padahal saya cuma nanya biasa―"
"Jelas-jelas kamu nuduh aku! Jangan memutar-balikkan fakta begitu!" potong Sojung.
Ayah Sojung geram. Dia memarahi keduanya. "Jangan berantem di ruang makan! Ruang makan itu tempatnya untuk makan, bukan buat kalian berantem! Kalau masih mau berantem ... sana pergi keluar, cari tempat yang cocok buat adu mulut!"
"Udah mau punya anak juga, kenapa masih berantem sih?" sambung Ibu Sojung setelah suaminya selesai berbicara. "Sana balik lagi ke kamar, cari jalan keluarnya. Masalahnya diselesaikan dengan kepala dingin, jangan saling adu mulut."
Sojung terpaksa bangun lagi dari posisi duduknya. Dia berjalan melewati Seokjin dan pergi ke kamar lebih dulu dibanding suaminya. Sementara Seokjin menyusul setelahnya. Dia yang menutup pintu kamar.
"Oke, aku yang salah. Aku minta maaf karena udah nuduh kamu," kata Seokjin akhirnya.
"Aku itu marah tau nggak, kamu? Aku kesel kamu tuduh kayak gitu. Selama ini aku kurang apa? Kurang banyak kasih sayang aku yang aku kasih ke Fany? Iya? Masih kurang?"
"Nggak―"
"Jujur aja kalau emang kamu ngerasa aku belum maksimal ngasih kasih sayang aku ke Fany!" potong Sojung.
Seokjin tak menjawab. Dia mendekatkan diri ke Sojung dan hendak memeluk wanita itu. Namun, dengan cepat Sojung menghindar dan melawan. "Jangan peluk aku!"
Seokjin tak menyerah, dia terus berusaha meraih tubuh istrinya dan merengkuhnya. Sampai akhirnya Seokjin berhasil mendekap tubuh Sojung begitu erat, meskipun wanita itu terus-terusan memberontak mati-matian.
"Lepasin aku!"
Seokjin tak bersuara sampai Sojung takluk, menghentikan pergerakannya di dalam pelukan suaminya itu.
Sampai saat Sojung menyerah, Seokjin melirih, "Aku yang salah, Jung. Aku minta maaf sama kamu. Kamu udah ngasih yang terbaik buat Fany, kamu udah tulus banget sama Fany. Kamu Ibu yang baik banget buat Fany ... aku percaya itu."
"Tapi tadi kamu nuduh aku ...," balas lirih Sojung disertai tetes air mata.
"Iya, makanya aku minta maaf sama kamu. Aku yang salah, bukan kamu," kata Seokjin. "Aku nggak mau kita berantem lagi kayak gini, Sayang. Aku bener-bener minta maaf sama kamu."
Sojung mulai membalas pelukan Seokjin. Dia mengeratkan pelukannya. "Aku juga nggak mau kita berantem lagi kayak gini ... maafin aku, ya?"
Seokjin terpaksa meregangkan pelukannya, demi menatap wajah cantik milik Sojung. Dia mengangguk, kemudian mengecup kening Sojung.
Seokjin memandang Sojung lebih dalam lagi seusai mengecup kening wanita itu. Bibirnya mendarat tiba-tiba di atas bibir Sojung. Mereka berdua menyita dan menggunakan banyak waktu untuk berciuman. Membuktikan perasaan sayang, cinta dan kasih dari diri mereka masing-masing.
― ♡ ―
Usai berdamai dengan suaminya, sore ini Sojung harus merelakan suaminya untuk kembali ke rumah mereka. Sojung benar-benar masih mau di sini, bersama Ibunya, tidak mau ikut Seokjin pulang ke rumah.
Sojung mengantar Seokjin sampai di depan. Rasa sedih tentu saja dia rasakan. Sedikit tidak rela, tapi Seokjin memang harus kembali ke rumah mereka.
"Kamu hati-hati di jalan, ya? Bawa mobilnya jangan ngebut, di rumah nanti juga harus hati-hati," pesan Sojung pada suaminya.
Seokjin tersenyum, dia mengusak kepala istrinya dengan gemas. "Di sini jangan nyusahin Ibu, ya? Jangan lupa kabarin aku terus! Vitaminnya juga jangan lupa diminum!"
Ketika tangan Seokjin menarik hidungnya, Sojung spontan tertawa. Dia menarik tangan Seokjin, kemudian mengangguk. "Siap, Papa Ganteng!"
Seokjin makin terkekeh gemas. Namun, sadar akan waktu, Seokjin mengakhiri perpisahannya bersama sang istri. "Aku takut kejebak macet ... aku pulang sekarang, ya?"
Sojung mengangguk, dia lantas mendapatkan pelukan dan dekapan hangat terakhir Seokjin. Pucuk kepala, dan kedua pipinya bahkan sempat dikecup manis oleh suaminya. Makin berat rasanya kalau harus berpisah dengan Seokjin kalau begini ceritanya.
"Nanti malem kita video call-an, ya? Biar nggak kangen," kata Seokjin sebelum melangkah masuk ke dalam mobil.
"Iya," kata Sojung. "Bawa mobilnya jangan ngebut, hati-hati pokoknya!"
"Iya," balas Seokjin. "Aku pulang, ya? Bye, Sayang!"
Sojung melambai-lambaikan tangannya, seiring mobil Seokjin berjalan keluar. Dia menghela napas, sekali lagi berusaha untuk tidak menangis karena harus berpisah dengan suaminya ... atas kemauannya sendiri.
― ♡ ―
A/N:
hadu, ldr:(
![](https://img.wattpad.com/cover/248583223-288-k918292.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Emotions; Sowjin
Fanfic#1 ― Sojung #1 ― Sowjin [Sowjin ― Semi Baku] [Sequel of Pak Seokjin] [Slice of Life] Seokjin dan Sojung akhirnya menikah. Setelah menikah tentu saja mereka harus siap menghadapi setiap lika-liku dan hiruk-pikuk rumah tangga. Seokjin yang memang leb...